Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Manchester United Terpaksa Menerapkan Efisiensi Anggaran?

potret stadion Old Trafford, kandang Manchester United (unsplash.com/colinandmeg)
Intinya sih...
  • Manchester United melakukan pemangkasan biaya untuk menghindari pelanggaran aturan Financial Fair Play
  • Klub mengalami kerugian finansial signifikan, terutama akibat kebijakan transfer yang terlalu boros
  • Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dan kebijakan kontroversial lainnya dilakukan untuk menekan pengeluaran

Istilah efisiensi anggaran tampaknya makin akrab bagi masyarakat Indonesia, apalagi buat mereka yang juga penggemar Manchester United. Klub yang pernah berjaya di Eropa ini kini tengah berjuang bukan hanya di atas lapangan, tetapi juga dalam laporan keuangan. Ironisnya, kebijakan efisiensi anggaran yang mereka tempuh kini malah memunculkan berbagai kontroversi di kalangan suporter.

Sejak diambil alih oleh Sir Jim Ratcliffe, Manchester United makin gencar melakukan pemangkasan biaya. Mulai dari pemutusan hubungan kerja ratusan staf hingga kenaikan harga tiket pertandingan. Semua langkah ini dilakukan demi menghindari pelanggaran aturan Financial Fair Play (FFP). Namun, apakah efisiensi ini benar-benar akan menyelamatkan klub atau justru memperburuk keadaan?

1. Kerugian terbesar Manchester United termasuk karena belanja pemain secara jor-joran

Dilansir The Athletic, Manchester United telah mengalami kerugian finansial yang signifikan sejak 2019. Dalam 3 tahun terakhir, total kerugian klub telah mencapai lebih dari 300 juta pound sterling atau setara Rp6,19 triliun. Pada tahun finansial terakhir saja, klub mencatat kerugian sebesar 113 juta pound sterling (Rp2,3 triliun). Ini membuat mereka makin sulit bersaing dalam regulasi Profitability and Sustainability Rules (PSR) yang diterapkan oleh English Premier League (EPL).

Salah satu faktor utama yang menyebabkan krisis keuangan ini adalah kebijakan transfer yang terlalu boros. Selama kepemimpinan Pelatih Erik ten Hag, Manchester United menghabiskan lebih dari 600 juta pound sterling (Rp12,3 triliun) untuk membeli pemain baru. Sayangnya, banyak di antara pemain tersebut gagal memberikan kontribusi maksimal bagi tim. Akibatnya, klub mengalami defisit anggaran sekaligus menghadapi kesulitan dalam mendatangkan pemain baru pada bursa transfer Januari 2025 lalu.

Di sisi lain, utang klub juga terus meningkat. Saat ini, Manchester United memiliki total utang sebesar 731 juta pound sterling atau setara Rp15,3 triliun lebih. Meski Sir Jim Ratcliffe telah menginvestasikan 238,5 juta pound sterling (Rp6,78 triliun) ke dalam klub, angka tersebut masih belum cukup untuk mengurangi beban finansial mereka secara signifikan. Dengan kondisi seperti ini, langkah efisiensi anggaran menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari.

2. Efisiensi anggaran klub berdampak hingga pemecatan ratusan staf, termasuk Sir Alex Ferguson

Dengan kondisi keuangan yang terus memburuk, Manchester United terpaksa mengambil langkah-langkah ekstrem untuk menekan pengeluaran. Salah satu strategi utama mereka adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Pada 2024, sekitar 250 staf telah diberhentikan. Baru-baru ini klub kembali mengumumkan bahwa 150--200 pekerja lainnya akan mengalami nasib serupa.

Tidak hanya itu, klub juga mengambil kebijakan kontroversial seperti menaikkan harga tiket hingga 66 pound sterling (Rp1,3 juta) untuk beberapa pertandingan. Kebijakan ini menuai protes dari para suporter yang merasa bahwa mereka diperas demi menyelamatkan keuangan klub. Salah satu kelompok pendukung Manchester United, MUST, bahkan menyatakan bahwa kenaikan harga tiket hanya memberikan dampak kecil bagi keuangan klub, tetapi merusak hubungan dengan para penggemar.

Salah satu keputusan yang paling mengejutkan adalah penghentian kontrak Sir Alex Ferguson sebagai duta global klub yang sebelumnya dibayar 2 juta pound sterling (Rp41,2 miliar) per tahun. Mantan pelatih yang telah membangun reputasi klub selama beberapa dekade ini tiba-tiba kehilangan perannya sebagai duta hanya demi pemotongan biaya. Langkah ini dianggap sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap salah satu manajer terbaik dalam sejarah sepak bola.

3. Efisiensi anggaran klub juga berdampak ke fasilitas hingga operasional sehari-hari

Efisiensi anggaran yang dilakukan Manchester United kemudian berdampak kepada pemain sekaligus staf yang bekerja di balik layar. Dengan adanya pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar, banyak karyawan yang kehilangan mata pencaharian mereka. Langkah ini makin memperburuk suasana di internal klub, mengingat kondisi kerja yang semakin tidak menentu.

Selain pemutusan hubungan kerja, fasilitas bagi staf juga mengalami pemangkasan. Klub telah menutup kantin staf di Old Trafford dan menghapus penyediaan makanan bagi pegawai non-pemain di tempat latihan Carrington. Kini, mereka hanya mendapatkan roti dan sup sebagai pengganti makanan penuh. Kebijakan ini jelas menunjukkan betapa seriusnya Manchester United dalam mengurangi biaya operasional.

Dari segi operasional, efisiensi anggaran juga menyebabkan banyak staf harus bekerja dengan beban kerja yang lebih besar. Pengurangan jumlah karyawan ini tentunya membuat beban kerja yang sebelumnya dibagi kini harus ditanggung oleh lebih sedikit orang. Hal ini bisa berdampak pada penurunan moral pekerja serta kualitas layanan yang diberikan klub kepada pemain dan suporter.

4. Efisiensi anggaran punya tujuan untuk rencana jangka panjang klub

Meski efisiensi anggaran ini terasa menyakitkan, Manchester United memiliki strategi jangka panjang untuk memperbaiki keuangan mereka. Klub ingin mencapai stabilitas finansial agar bisa kembali berinvestasi pada pemain berkualitas dan infrastruktur modern. Dengan langkah ini, mereka berharap dapat bersaing di level tertinggi tanpa mengorbankan kondisi ekonomi klub.

Manchester United dikabarkan memiliki rencana untuk merenovasi Old Trafford atau membangan stadion baru. Keseriusan manajemen dalam melakukan renovasi besar-besaran ini ditunjukkan dengan pembentukan gugus tugas yang dipimpin oleh Lord Coe dan Gary Neville. Akan tetapi, mengingat utang klub yang masih tinggi, mereka masih perlu mencari sumber pendanaan tambahan untuk mewujudkan proyek ini.

Meski begitu, klub juga berusaha meningkatkan pendapatan melalui berbagai strategi komersial. Salah satu langkah yang diambil adalah meningkatkan paket hospitality untuk pertandingan, yang telah terbukti meningkatkan pendapatan klub. Pada kuartal kedua musim 2024/2025, pendapatan matchday meningkat menjadi 52 juta pound sterling (Rp1,07 triliun) berkat permintaan tinggi untuk layanan premium di stadion.

Kendati strategi ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas finansial jangka panjang, dampaknya terhadap staf, suporter, dan operasional klub menimbulkan berbagai kontroversi. Efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada keseimbangan antara pengelolaan keuangan yang lebih disiplin dan keberlanjutan kinerja klub di dalam maupun di luar lapangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Widyo Andana Pradiptha
EditorWidyo Andana Pradiptha
Follow Us