Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Nokia Tetap Gagal meski Sudah Pakai Android?

Nokia Android (hmd.com)
Nokia Android (hmd.com)
Intinya sih...
  • Nokia terlambat masuk ke pasar Android, kalah saing dengan merek besar yang sudah lebih dulu hadir.
  • Nokia kurang daya saing dalam fitur dan harga, serta tidak membangun ekosistem pendukung.
  • Distribusi, promosi, dan strategi pasar Nokia kalah dari merek China yang lebih agresif dan inovatif.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dulu Nokia adalah raja ponsel dunia yang dijuluki merek HP sejuta umat. Namun, seiring perkembangan zaman, dominasi itu perlahan memudar, terutama sejak kehadiran Android yang mengubah peta industri smartphone. Meski akhirnya ikut memakai Android, Nokia tak kunjung kembali ke masa kejayaannya.

Kenapa produsen legendaris seperti Nokia tetap gagal meski sudah beradaptasi dengan sistem operasi populer? Ada sejumlah alasan yang membuat kebangkitan Nokia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya bisa saja karena strategi yang lambat hingga minimnya inovasi. Mari bahas kira-kira apa saja alasan kenapa Nokia tetap gagal meski sudah pakai Android lewat ulasan inspirasi berikut!

1. Nokia sudah terlambat masuk ke android

potret Nokia Android
potret Nokia Android (hmd.com)

Nokia baru memakai Android secara penuh pada 2017 melalui HMD Global. Saat itu, pasar Android sudah dikuasai oleh produsen besar seperti Samsung, Xiaomi, atau OPPO. Padahal, Android mulai booming sejak 2010-an awal, saat itu Nokia masih bersikukuh memakai Symbian dan kemudian Windows Phone. Ketertinggalan ini membuat Nokia kehilangan momentum penting dalam transisi pasar. Konsumen sudah terlanjur terbiasa dengan merek pesaing yang lebih dulu hadir dengan Android.

2. Tidak punya daya saing dalam hal fitur

ilustrasi Android murni
ilustrasi Android murni (hmd.com)

Nokia Android mengusung Android One yang ringan dan bebas bloatware, namun, tidak menawarkan fitur istimewa. Sementara itu, produsen lain berani memberikan fitur menarik, seperti kamera AI, mode gaming, fast charging, dan UI khusus yang memperkaya pengalaman pengguna. Nokia terlalu mengandalkan kesederhanaan yang justru kalah pamor dibanding inovasi kompetitor. Akibatnya, pengguna merasa tak ada yang membuat Nokia lebih unggul dari merek lain di kelas harga yang sama.

3. Harga smartphone Nokia kurang kompetitif

Nokia Android
Nokia Android (hmd.com)

Produk Nokia sering dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan HP merek lain yang memiliki spesifikasi setara. Di segmen menengah dan entry level, hal ini sangat krusial karena konsumen Indonesia cenderung memilih produk dengan value for money terbaik. Produsen seperti Infinix, Realme, dan Xiaomi unggul karena berani memberikan spesifikasi tinggi dengan harga miring. Nokia jadi terlihat mahal tanpa alasan kuat yang bisa dibanggakan selain hanya karena nama besar dan nostalgia.

4. Kurangnya inovasi dan ekosistem

Nokia Android
Nokia Android (hmd.com)

Nokia tidak membangun ekosistem pendukung, seperti jam tangan pintar, earbud, atau platform layanan yang terintegrasi. Berbeda dengan Samsung yang punya Galaxy Watch dan SmartThings atau Apple dengan ekosistem iOS dan AirPods-nya. Akibatnya, pengguna tidak merasa terikat atau nyaman dalam jangka panjang dengan produk Nokia. Tanpa inovasi berarti, Nokia terlihat seperti sekadar ikut-ikutan di pasar.

5. Distribusi dan promosi yang kalah dari merek lain

ilustrasi HP Android
ilustrasi HP Android (unsplash.com/amanz)

HMD Global sebagai pemegang lisensi Nokia dirasa kurang agresif dalam promosi digital dan penjualan offline. Mereka jarang terlihat melakukan kampanye besar, flash sale, atau menggandeng influencer seperti yang dilakukan pesaing. Akibatnya, merek Nokia kalah gaung dan mudah dilupakan oleh generasi muda. Di pasar yang ramai, visibilitas dan strategi promosi adalah kunci penting untuk bertahan.

6. Kalah dari smartphone China dalam hal strategi

ilustrasi HP Android
ilustrasi HP Android (unsplash.com/@rmrdnl)

Merek besar seperti Xiaomi dan vivo memiliki sub-brand, seperti Redmi, POCO, dan iQOO untuk menyasar segmen tertentu dengan strategi agresif. Nokia tidak memiliki sub-brand yang bisa bermain di segmen low-end atau gaming dengan pendekatan lebih berani. Inilah yang membuat Nokia kalah fleksibel dalam bersaing dengan brand yang lebih adaptif terhadap tren pasar. Satu nama saja tidak cukup untuk menjangkau semua jenis konsumen yang beragam. Meski telah menggunakan Android, Nokia masih kesulitan merebut kembali hati konsumen karena berbagai faktor strategis dan eksekusi pasar yang lemah. Di tengah dominasi brand China yang agresif dan inovatif, Nokia terlihat tertinggal tanpa arah.

Lisensi eksklusif HMD Global untuk menggunakan merek Nokia akan berakhir pada Maret 2026. Sejak awal 2024, HMD sudah mulai secara bertahap menghapus nama Nokia dari produk mereka dan menggantinya dengan merek HMD Global.  Kalau menurutmu, apa kesalahan Nokia sampai mereka tetap saja gagal di pasar smartphone?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us