Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

10 Tahun Jokowi: Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Bye Target 7 Persen

Angela Tanoesoedibjo berfoto dengan Presiden Jokowi & Wapres Ma'ruf Amin usai dilantik (www.instagram.com/@angelatanoesoedibjo
Intinya sih...
  • Janji pertumbuhan ekonomi 7 persen Presiden Jokowi sejak 2014 tidak tercapai menjelang akhir masa jabatannya dua periode.
  • Pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi, meskipun lebih tinggi dari rata-rata global.

Jakarta, IDN Times - Janji Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen sejak 2014 gagal hingga menjelang akhir masa jabatannya dua periode. Dia akan menyerahkan estafet kepemimpinannya kepada presiden terpilih, Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024 mendatang.

Dalam 10 tahun kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi justru mandek alias stagnan di kisaran 5 persen. Bahkan saat Indonesia terdampak COVID-19, ekonominya sempat kontraksi. 

Meski perlahan tumbuh dan angkanya lebih baik dibanding sejumlah negara-negara di dunia, namun target yang dipasang Jokowi tidak pernah tercapai hingga akhir masa jabatannya.

1. Ekonomi RI berada di atas rata-rata global

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Jokowi menyampaikan, laju ekonomi yang tumbuh di 5 persen jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global. Adapun pertumbuhan ekonomi global di kisaran 3 persen.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu terjaga di kisaran 5,0 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan global yang sebesar 3,4 persen," kata Jokowi saat menyampaikan Pidato Pengantar RAPBN 2025 dan Nota Keuangannya di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (16/8/2024)

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2023 mampu melampaui beberapa negara peers, seperti Malaysia 3,77 persen dan Korea Selatan sebesar 1,36 persen.  Selain itu, juga lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi negara G-20 seperti AS yan hanya 2,5 persen, serta Prancis 0,9 persen maupun Jerman yang jusstru terkontraksi -0,3 persen.

2. Dukungan beragam kebijakan struktural

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ad interim, Airlangga Hartarto mulai berkantor di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hari ini, Senin (14/10/2024). (dok. Kemenaker)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut, keberhasilan Indonesia menjaga perekonomian nasional karena didukung beragam kebijakan yang berfokus pada transformasi struktural dan penguatan sektor-sektor unggulan.

Menurutnya dengan fondasi ekonomi yang kuat, Indonesia siap menghadapi masa depan, merangkul peluang global, dan terus berkontribusi dalam peta ekonomi dunia.

"Pertama, tentu kalau kita lihat tren pertumbuhan ekonomi relatif dalam 10 tahun terakhir, kita bisa jaga di 5 persen dan 5 persen itu diikuti dengan inflasi yang rendah 2,5 persen.," ujar Airlangga, dikutip Kamis  (17/10/2024).

"Nah, kalau kita lihat, 10 tahun yang lalu, inflasi kita itu di atas 8,36 persen. Jadi, inflasi sudah turun jauh lebih rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi dibandingkan 10 tahun yang lalu, kita lebih berkualitas," sambung dia.

Lebih lanjut Airlangga menjelaskan, pemerintah juga berhasil menekan angka kemiskinan dari 11,25 persen menjadi sekitar 9 persen. Sementara kemiskinan ekstrem mendekati nol.

3. Pertumbuhan ekonomi tidak pernah capai 7 persen

ilustrasi grafik pertumbuhan ekonomi (pexels.com/Monstera)

Jokowi mengawali kepemimpinannya dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79 persen pada 2015. Realisasi ini melambat dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,02 persen.

Perekonomian Indonesia jika diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp11.540,8 triliun. Sementtara PDB per kapita sebesar 3.377,1 dolar AS.

Di akhir periode pertama pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,02 persen. Raihan ini juga turun dari capaian 2018, yang berada di level 5,17 persen.

Jika berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku, perekonomian Indonesia mencapai Rp15.833,9 triliun dan PDB per kapita mencapai 4.174,9 dolar AS.

Namun pada 2020, ekonomi Indonesia pun tak berhasil bangkit atau mengalami kontraksi -2,07 persen. Kontraksi ini disebabkan oleh pandemik COVID-19 yang menyebabkan menurunnya semua aktivitas ekonomi.

Pada 2021, ekonomi Indonesia bangkit perlahan ke level 3,69 persen. Setahun setelahnya atau pada 2022, ekonomi Indonesia naik ke level 5,3 persen.

Kemudian pada 2023, ekonomi Indonesia melambat lagi menjadi 5,05 persen, dengan PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp20.892,4 triliun dan PDB per kapita Rp75 juta atau 4.919,7 dolar AS.

Selanjutnya, pada kuartal I-2024, ekonomi tumbuh 5,11 persen. Sayangnya, kembali anjlok ke 5,05 persen pada kuartal II -2024.

4. Angka kemiskinan selama 10 tahun

Ilustrasi permasalahan sosial di Indonesia (IDN Times)

Pertumbuhan yang stagnan pun sejalan dengan data pengangguran dan kemiskinan tak bisa bergerak lebih cepat dari target pemerintah.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 disebutkan pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia sekitar 6-7 persen dan kemiskinan ekstrem mendekati 0 persen pada 2024.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada Maret 2014, jumlah orang miskin sebanyak 28,28 juta orang, dengan tingkat kemiskinan 11,25 persen.

Hingga data Maret 2024, jumlah penduduk miskin sebanyak 25,22 juta orang. Jumlah ini susut sekitar 3,06 juta orang atau turun hanya 2,22 persen dalam 10 tahun terakhir. Jika dirata-rata per tahun, jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 300 ribu orang.

Adapun tingkat kemiskinan ekstrem turun 7,9 persen pada 2014 menjadi 0,83 persen pada Maret 2024.

Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi mengatakan, tingkat kemiskinan pada Maret 2024 ini sudah lebih rendah dibandingkan kondisi sebelum pandemik COVID-19.

"Penurunan tingkat kemiskinan lebih besar terjadi di perdesaan, yakni sebesar 0,43 persen dibandingkan di perkotaan yang hanya turun 0,20 persen," ucapnya. 

Namun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar 5,90 persen. Hal tersebut dipicu naiknya harga komoditas pokok yang banyak dikonsumsi oleh orang miskin.

Untuk diketahui, masyarakat yang dikategorikan miskin pada Maret 2024 adalah mereka yang mempunyai pengeluaran maksimal Rp582.932 per kapita per bulan.

5. Kegagalan Jokowi mencapai target

Presiden Joko "Jokowi" Widodo meresmikan dua ruas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) pada Rabu (16/10/2024). (YouTube/Sekretariat Presiden)

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan mengatakan, bila dikaitkan dengan janji politik Jokowi saat masa kampanye untuk periode pertama dan kedua kepemimpinannya yang sebesar 7 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini jelas jauh dari harapan.

"Jadi, secara umum, rata-rata pertumbuhan ekonomi di masa Jokowi itu di angka 5 persen,” ucap Misbah

Realisasi pertumbuhan ekonomi yang rata-rata hanya sebesar 5 persen bisa dikatakan sebagai kegagalan mantan pengusaha kayu asal Solo itu dalam pemerintahannya.

“Jadi artinya, target yang ditetapkan oleh Jokowi dari kacamata RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dua periode saya rasa gagal, tidak tercapai. Meskipun ada kesempatannya, pertumbuhan ekonominya stagnan di angka 5 persen,” tutur dia.

Lebih lanjut Misbah menjelaskan, yang lebih penting dari pertumbuhan adalah pertumbuhan ekonomi tersebut harus benar-benar berdampak pada kualitas pembangunan, kemiskinan, dan tingkat ketimpangan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us