9 Jenis Pajak Pusat yang Wajib Kamu Pahami Sejak Sekarang

- Pajak Penghasilan (PPh) meliputi PPh Pasal 21, 22, 23, 25, dan 26 serta PPh Final untuk penghasilan tertentu.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas konsumsi barang dan jasa kena pajak di Indonesia.
Kamu mungkin sering mendengar istilah jenis pajak pusat, tapi belum tentu benar-benar memahaminya. Padahal, pajak pusat merupakan elemen penting dalam keuangan negara karena menjadi sumber utama pendanaan berbagai program pemerintah. Berbeda dengan pajak daerah, jenis pajak pusat dipungut langsung oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Dirjen Bea dan Cukai.
Pajak-pajak ini digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, pendidikan, kesehatan, serta menjaga stabilitas ekonomi nasional. Karena itu, penting untuk mengetahui apa saja jenisnya, bagaimana cara kerjanya, serta dampaknya terhadap kehidupan kita. Yuk, simak uraian berikut!
1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh individu maupun badan usaha dalam satu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud bisa berasal dari pekerjaan, bisnis, investasi, hingga penghasilan lain yang menambah kekayaan seseorang. PPh diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Terdapat beberapa jenis PPh yang penting untuk kamu ketahui:
PPh Pasal 21 dikenakan atas gaji dan upah yang kamu terima dari pekerjaan dan dipotong langsung oleh perusahaan.
PPh Pasal 22 berlaku pada transaksi barang strategis seperti kendaraan dan bahan bakar.
PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan seperti bunga, royalti, dan jasa manajemen.
PPh Pasal 25 (angsuran pajak)
Pasal 26 (untuk wajib pajak luar negeri)
PPh Final untuk penghasilan tertentu yang tidak perlu dihitung ulang dalam SPT tahunan.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak ini dikenakan atas konsumsi barang dan jasa kena pajak di Indonesia, termasuk atas barang impor dan jasa dari luar negeri. Tarif PPN di Indonesia saat ini sebesar 11 persen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. PPN ditanggung oleh konsumen, namun dipungut dan disetorkan oleh penjual atau penyedia jasa.
PPN berlaku atas transaksi barang dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), termasuk penyerahan barang seperti elektronik dan kendaraan serta jasa seperti transportasi dan perhotelan. PPN juga dikenakan saat kamu membeli barang dari luar negeri atau memanfaatkan jasa asing seperti software atau konsultasi digital. Jadi, meskipun kamu tidak sadar, setiap belanja online dari luar negeri bisa saja sudah termasuk PPN, lho.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM merupakan pajak tambahan yang dikenakan selain PPN terhadap barang-barang yang dinilai mewah. Barang-barang ini biasanya hanya terjangkau oleh kalangan tertentu dengan penghasilan tinggi. Tarif PPnBM bisa sangat tinggi, bahkan mencapai 200 persen tergantung jenis barangnya.
Contoh barang yang dikenakan PPnBM antara lain mobil sport, kapal pesiar, apartemen mewah, hingga jam tangan eksklusif. Tujuan dari pengenaan PPnBM adalah untuk menciptakan keadilan sosial, mengendalikan konsumsi barang mewah, dan meningkatkan pendapatan negara.
4. Bea meterai

Bea meterai merupakan jenis pajak pusat yang dikenakan atas dokumen-dokumen yang memiliki nilai hukum dan/atau keuangan. Dokumen seperti surat perjanjian kerja, kontrak jual beli, kwitansi pembayaran besar, hingga akta notaris semuanya wajib ditempeli meterai sebagai tanda sahnya dokumen tersebut. Tarif bea meterai adalah Rp10 ribu per dokumen, sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020.
Kini, kamu juga bisa menggunakan e-meterai yang disediakan secara digital untuk dokumen elektronik. Ini memudahkan proses transaksi dan legalisasi dokumen tanpa harus mencetak fisik. Selain sebagai kewajiban perpajakan, penggunaan bea meterai juga memberikan kekuatan hukum lebih terhadap dokumen yang kamu buat.
5. Pajak ekspor

Pajak ekspor dikenakan atas barang-barang tertentu yang diekspor dari Indonesia ke luar negeri. Pajak ini umumnya dikenakan atas komoditas dengan nilai tinggi dan sifat strategis, seperti minyak sawit mentah (CPO), kayu, dan hasil tambang. Pajak ekspor bertujuan menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan mengatur pasokan dalam negeri.
Jika kamu terlibat dalam bisnis ekspor atau bekerja di perusahaan ekspor, penting untuk mengetahui apakah produk kamu termasuk yang dikenakan pajak ekspor. Pengenaan pajak ekspor juga berperan meningkatkan penerimaan negara dari sektor perdagangan internasional serta mendorong hilirisasi industri di dalam negeri.
6. Pajak perdagangan internasional (bea masuk dan bea keluar)

Dalam konteks perdagangan internasional, kamu mungkin kerap mendengar bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah pajak yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia. Tarifnya bervariasi tergantung pada jenis barang dan negara asalnya. Pajak ini dibayarkan ketika barang sampai di pelabuhan atau bandara yang dipungut oleh Dirjen Bea dan Cukai.
Sebaliknya, bea keluar dikenakan atas barang tertentu yang diekspor dari Indonesia, terutama yang bersifat strategis seperti hasil tambang dan kehutanan. Jadi, bagi kamu yang bergerak di sektor ekspor-impor, pemahaman atas jenis pajak ini sangat penting agar tidak terjadi kendala dalam proses logistik dan administrasi.
7. Cukai

Cukai dikenakan atas barang-barang tertentu yang konsumsinya perlu dikendalikan karena dampaknya terhadap kesehatan atau lingkungan. Barang yang dikenakan cukai seperti rokok, minuman beralkohol, serta produk dengan gula yang tinggi.
Cukai bersifat selektif dan bertujuan untuk mengendalikan perilaku konsumsi masyarakat. Selain sebagai alat fiskal, cukai juga digunakan sebagai instrumen pengendalian sosial. Pemerintah berharap dengan tingginya tarif cukai, masyarakat bisa mengurangi konsumsi produk berisiko tersebut.
8. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3)

PBB-P3 termasuk salah satu jenis pajak pusat yang dikenakan atas objek pajak berupa bumi dan bangunan yang berada dalam kawasan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Berbeda dengan PBB perdesaan dan perkotaan (yang merupakan pajak daerah), PBB sektor P3 dikelola oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak.
Pajak ini dikenakan kepada pemilik atau pengelola usaha yang memanfaatkan lahan dan/atau bangunan untuk kegiatan ekonomi di sektor tersebut. Pengenaan PBB-P3 bertujuan untuk memastikan bahwa pelaku usaha di sektor ekstraktif seperti tambang dan hutan memberikan kontribusi terhadap keuangan negara. Objek pajaknya meliputi areal pertambangan terbuka maupun bawah tanah, hutan produksi, kebun kelapa sawit, hingga pabrik pengolahan di lahan perkebunan.
9. Pajak emisi

Pajak emisi termasuk jenis pajak pusat yang dikenakan atas emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas atau produk tertentu, seperti kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga fosil, dan industri yang menghasilkan gas rumah kaca. Pajak ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menekan polusi udara dan mengurangi dampak perubahan iklim. Pajak emisi pertama kali diperkenalkan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Tahun 2021 dan mulai diberlakukan secara bertahap, dengan fokus awal pada sektor kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.
Tujuan utama dari pajak emisi bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga untuk mendorong transisi energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan adanya pajak ini, pelaku usaha dan masyarakat diharapkan terdorong untuk menggunakan teknologi hijau dan energi terbarukan.
Macam-macam jenis pajak pusat memainkan peran penting dalam mendukung pembangunan nasional dan menjaga stabilitas ekonomi negara. Dengan mengetahui dan memahami berbagai jenis pajak pusat ini, kamu bisa lebih sadar akan kontribusimu terhadap negara sekaligus menghindari risiko sanksi perpajakan. Bayar pajak bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk partisipasi aktif dalam pembangunan. Jadi, sudah paham kan jenis pajak pusat?