Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Akhir Pekan, Rupiah Ditutup Menguat di Level Rp15.682 per Dolar AS

Karyawati menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir
Karyawati menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir

Jakarta, IDN Times - Laju rupiah di pasar spot berbalik arah dan tampil perkasa di akhir perdagangan hari ini, Jumat (13/10/2023). Rupiah ditutup di level Rp15.682 per dolar Amerika Serikat (AS). 

Rupiah spot menguat 0,11 persen atau 17,5 poin dibanding penutupan hari sebelumnya di Rp15.700 per dolar AS. 

1. Mata uang di kawasan bergerak bervariasi

Hingga pukul 15.00 WIB, pergerakan mata uang di kawasan cenderung bervariasi. Dolar Singapura menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melonjak 0,15 persen.

Selanjutnya, yen Jepang yang terkerek 0,1 persen dan baht Thailand yang naik 0,02 persen. Disusul dolar Hong Kong yang menguat tipis 0,01 persen.

Sementara itu, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan pelemahan terbesar di Asia setelah ditutup anjlok 0,87 persen. Lalu ada ringgit Malaysia yang turun 0,42 persen.

Berikutnya, dolar Taiwan terlihat ditutup koreksi 0,34 persen, dan peso Filipina yang juga sudah ditutup tergelincir 0,24 persen.

Diikuti rupee India yang turun 0,02 persen, dan yuan China yang melemah tipis 0,01 persen terhadap the greenback pada perdagangan sore ini.

2. Data inflasi AS pengaruhi rupiah

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, inflasi AS September sebesar 3,7 persen turut mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini.

Selain itu, faktor data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS yang dirilis semalam, menunjukkan kondisi ketenagakerjaan yang masih solid. Angka klaim masih di kisaran 209 ribu seperti pekan sebelumnya.

"Hasil ini mengukuhkan ekspektasi pasar bahwa suku bunga tinggi akan bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama," jelasnya.

3. The Fed diperkirakan masih akan naikkan suku bunga acuan

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, harga konsumen AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada bulan September.

"Kondisi ini berpotensi mempersulit keputusan kebijakan Federal Reserve mendatang, yang bertujuan untuk mengendalikan kenaikan inflasi," jelasnya.

Data ini memicu ekspektasi bahwa Federal Reserve mungkin belum selesai melakukan pengetatan moneter.

Sehingga meningkatkan dolar, bahkan ketika banyak pejabat menunjuk pada kenaikan imbal hasil Treasury baru-baru ini sebagai pengurangan kebutuhan untuk lebih memperketat kondisi keuangan.

"Pasar kini memperhitungkan kemungkinan 40 persen kenaikan suku bunga pada bulan Desember, dibandingkan dengan peluang 28 persen sebelum laporan tersebut," jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us