Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR AS Desak SEC Hapus Saham Alibaba dan Perusahaan China

Bendera AS (unsplash.com/Ben White)
Bendera AS (unsplash.com/Ben White)
Intinya sih...
  • Dua anggota Kongres AS mendesak SEC untuk menghapus saham perusahaan China dari bursa AS, terkait kekhawatiran terhadap keamanan nasional.
  • Desakan ini melibatkan 25 perusahaan China yang diduga menggunakan dana investor AS untuk kepentingan strategis pemerintah China.

Jakarta, IDN Times - Dua anggota Kongres Amerika Serikat (AS) mendesak Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) untuk menghapus saham sejumlah perusahaan China, termasuk Alibaba Group, dari bursa saham AS. Desakan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing, dengan alasan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.

Financial Times melaporkan, perusahaan-perusahaan tersebut diduga memiliki hubungan dengan militer China. Dua anggota Partai Republik, John Moolenaar dan Rick Scott mengirim surat resmi kepada Ketua SEC Paul Atkins pada Jumat (2/5/2025).

Dalam suratnya, mereka menuntut penindakan terhadap 25 perusahaan China yang disebut menggunakan dana investor AS untuk kepentingan strategis pemerintah China. Perusahaan besar seperti Baidu, JD.com, dan Weibo turut masuk dalam daftar.

Langkah ini mengundang kekhawatiran investor karena sekitar 100 perusahaan China dengan nilai kapitalisasi pasar sekitar 1 triliun dolar AS (Rp16,4 kuadriliun) tercatat di Bursa AS. Jika penghapusan saham terjadi, potensi dampaknya terhadap arus modal global dinilai sangat signifikan.

1. Alasan desakan penghapusan saham

Ilustrasi pasar saham. (unsplash.com/@nick604)
Ilustrasi pasar saham. (unsplash.com/@nick604)

Moolenaar, yang menjabat Ketua Komite China di DPR menilai, perusahaan-perusahaan tersebut bukan sekadar entitas bisnis, melainkan alat pemerintah China.

“Perusahaan-perusahaan ini pada akhirnya dimanfaatkan untuk tujuan negara yang merugikan,” ujarn Moolenaar, dikutip dari Yahoo Finance.

Ia menyatakan, investasi AS kini digunakan untuk mendukung modernisasi militer China dan pelanggaran hak asasi manusia. Menurutnya, hal ini jelas bertentangan dengan kepentingan keamanan nasional AS.

Rick Scott menambahkan, SEC memiliki dasar hukum melalui Undang-Undang Holding Foreign Companies Accountable Act (HFCAA) untuk menghapus saham perusahaan asing yang tidak patuh terhadap audit keuangan selama tiga tahun berturut-turut. 

2. Dampak potensial bagi pasar saham

Ilustrasi saham (pexels.com/Aedrian Salazar)
Ilustrasi saham (pexels.com/Aedrian Salazar)

Penghapusan saham berpotensi mengguncang pasar keuangan global karena memaksa investor AS melepas kepemilikan mereka di saham China. Saham Alibaba dan JD.com di bursa Hong Kong langsung tertekan setelah kabar ini muncul.

“Penghapusan saham bisa menyebabkan likuidasi aset hingga 800 miliar dolar AS (Rp13,1 kuadriliun) oleh investor AS,” ujar Winston Ma, profesor hukum di New York University, dikutip dari CNBC.

Ia memperingatkan, investor China juga bisa menjual aset senilai 370 miliar dolar AS (Rp6,09 kuadriliun) dalam saham dan 1,3 triliun dolar AS (Rp21,4 kuadriliun) dalam obligasi AS sebagai respons. Meski demikian, KraneShares, pengelola ETF berbasis saham China menilai risiko penghapusan saham masih rendah dalam waktu dekat.

“Kami sudah mulai mengalihkan kepemilikan ke bursa Hong Kong sebagai langkah antisipasi,” ujar juru bicara KraneShares, dilansir CNA.

3. Konteks ketegangan perdagangan AS-China

Ilustrasi perang dagang antara Amerika dan China (PixabayAbsolutVision)
Ilustrasi perang dagang antara Amerika dan China (PixabayAbsolutVision)

Desakan ini muncul bersamaan dengan eskalasi perang dagang antara AS dan China. Presiden Trump mengancam akan menerapkan tarif hingga 100 persen pada produk impor dari China, memicu reaksi keras dari Beijing.

“Langkah ini bukan sekadar kebijakan keuangan, tapi bagian dari strategi AS untuk menahan pengaruh ekonomi China,” kata Bruce Pang, analis China Renaissance Securities, dikutip dari The New York Times.

Ia memperingatkan, ketegangan ini bisa memicu volatilitas global yang berkepanjangan. Namun, harapan untuk de-eskalasi masih ada. Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa negosiasi perdagangan bisa segera dimulai kembali. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us