AS-China Perang Dagang Lagi, Begini Strategi Trading Saham Pekan Ini

- IHSG berpotensi terkoreksi setelah mencatat rekor tertinggi baru di level 8.272 pada pekan lalu.
- Sentimen global dan domestik mempengaruhi pergerakan pasar, dengan tekanan dari kebijakan tarif AS-China dan isu-isu domestik.
- IPOT merekomendasikan saham CDIA, ANTM, dan SSIA sebagai pilihan investasi pekan ini.
Jakarta, IDN Times - PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) memproyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi terkoreksi dalam sepekan ke depan akibat tekanan katalis global. Kebijakan tarif baru AS terhadap China diperkirakan meningkatkan ketegangan perdagangan dan memicu kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global. Ketegangan AS-China juga berpotensi menaikkan harga emas sebagai safe haven.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah menegaskan faktor-faktor eksternal ini bisa memicu aksi profit taking dan risiko keluarnya dana asing (foreign outflow) dari pasar saham domestik.
"IHSG diprediksi berpotensi koreksi menguji support di 8.150 dengan resistance terdekat 8.272. Pelaku pasar disarankan bersikap defensif, fokus pada saham berfundamental kuat, dan menerapkan strategi buy on weakness secara selektif," kata Hari, Senin (13/10/2025).
1. Pergerakan IHSG pekan lalu

Dia menambahkan, potensi koreksi ini terjadi setelah sepanjang pekan lalu (6–10 Oktober 2025) IHSG berhasil menguat dengan mencatatkan rekor tertinggi (ATH) baru di level 8.272 pada Kamis (9/10/2025). ATH baru ini mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global akibat shutdown pemerintah AS dan fluktuasi harga komoditas.
"Meskipun tercatat ada net sell asing sebesar Rp1,3 triliun, tekanan jual tersebut berhasil diimbangi oleh kuatnya minat beli investor domestik, terutama pada saham-saham konglomerat seperti RAJA, TINS, CUAN, dan CDIA yang menjadi penggerak utama indeks," ujar Hari.
2. Sentimen global dan domestik pekan lalu

Hari pun merinci sejumlah sentimen dari global dan domestik yang membuat IHSG bergerak di zona positif pada pekan lalu.
Dari global, sepanjang pekan ini pasar saham AS mengalami koreksi cukup tajam di tengah berlanjutnya shutdown pemerintah yang menunda rilis data ekonomi resmi. Indeks S&P 500 melemah sekitar 2,7 persen, Nasdaq turun 3,5 persen, dan Dow Jones terkoreksi 1,9 persen, dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap ancaman tarif impor baru terhadap China.
Meski sempat mencetak rekor tertinggi di awal pekan berkat dorongan saham teknologi, tekanan jual kembali meningkat menjelang akhir pekan.
"Memasuki pekan depan, fokus investor akan tertuju pada dimulainya musim laporan keuangan (earnings season) yang diawali oleh Citigroup dan JPMorgan, yang diperkirakan dapat menahan laju koreksi indeks. Namun secara keseluruhan, pasar AS masih berpotensi melanjutkan pelemahan secara mingguan di tengah ketidakpastian kebijakan fiskal dan tensi perdagangan yang meningkat,” tutur Hari.
Sementara itu dari domestik, sejumlah isu diperkirakan akan memengaruhi pergerakan pasar Indonesia. Pemerintah berencana mengalihkan sisa dana Rp15 triliun yang belum terserap, terutama dari BTN yang baru menyalurkan sekitar 19 persen ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memperkuat likuiditas sektor perbankan di daerah.
Di sisi lain, kebijakan baru yang membuka peluang bagi koperasi dan UMKM untuk mengelola tambang hingga 2.500 hektar dinilai dapat memperluas partisipasi ekonomi masyarakat di sektor sumber daya alam. Selain itu, pemerintah juga menyerahkan enam smelter beserta aset sitaan negara kepada PT Timah Tbk (TINS) sebagai langkah konkret dalam pemberantasan tambang ilegal.
3. Proyeksi dan rekomendasi IPOT pekan ini

Hari memperkirakan pergerakan IHSG akan dibayangi oleh sejumlah katalis global yang berpotensi menekan sentimen pasar. Tekanan diperkirakan muncul di awal pekan seiring kebijakan tarif baru yang diterapkan pemerintahan Trump terhadap China, yang dapat meningkatkan ketegangan perdagangan dan menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan global.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik antara AS dan China juga berpotensi mendorong kenaikan harga emas sebagai aset lindung nilai. Kombinasi faktor eksternal tersebut dapat memicu aksi profit taking dan meningkatkan risiko terjadinya arus keluar dana asing (foreign outflow) dari pasar saham domestik dalam jangka pendek.
IHSG di BEI ambruk ke zona merah pada penutupan perdagangan awal pekan atau Senin (13/10/2025).
Berdasarkan data RTI, IHSG hampir seharian ada di zona merah sejak pagi tadi. IHSG lantas ditutup melemah 30,66 poin (-0,37 persen) ke level 8.227,2 pada perdagangan hari ini.
Data RTI menunjukkan, IHSG dibuka melemah di level 8.169,65 pada perdagangan hari ini. Namun, IHSG hanya sanggup ada di zona hijau sebentar sebelum akhirnya terjun bebas ke zona merah dan bertahan seharian di sana.
Adapun level tertinggi IHSG hari ini tercatat pada posisi 8.288,28 yang menjadi rekor tertinggi intraday tahun ini, sedangkan level terendahnya pada posisi 8.133,63.
Sementara itu, investor membukukan transaksi sebesar Rp27,43 triliun dengan volume transaksi yang diperjualbelikan sebesar 42,66 miliar lembar saham dan frekuensi perdagangan dilakukan sebanyak 2,85 juta kali.
Kemudian, sebanyak 240 saham mengalami penguatan, 438 saham melemah, dan 126 saham stagnan alias tidak mengalami perubahan.
Merespons dinamika pasar ini, IPOT pun memiliki sejumlah rekomendasi saham untuk pekan ini:
1. PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA)
Sepanjang pekan terakhir, CDIA mencatat net buy asing Rp536 miliar, menandakan minat beli yang solid. Selama bertahan di atas EMA-5, saham ini berpotensi melanjutkan tren naik, didukung sentimen positif dari langkah perusahaan memperkuat kendali pada dua anak usahanya di sektor pelayaran, CSI dan MIM.
2. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
Sepanjang pekan terakhir ANTM mencatat net buy asing sebesar Rp135 miliar, didorong oleh sentimen positif dari kenaikan harga emas yang signifikan akibat meningkatnya ketidakpastian global. Kondisi ini memberikan peluang bagi saham ANTM untuk melanjutkan potensi penguatan dalam waktu dekat.
3. PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA)
SSIA mulai menunjukkan perubahan arah dengan pergerakan harga yang berbalik ke tren uptrend, didukung oleh meningkatnya minat investor besar serta sentimen positif dari pengembangan proyek kawasan industri Subang Smartpolitan.
Proyek ini menjadi katalis utama karena diharapkan menarik investasi dari berbagai sektor, termasuk otomotif dan manufaktur, yang dapat meningkatkan kinerja penjualan lahan dan pendapatan perusahaan ke depan.