Bahlil Heran Etanol Dipersoalkan: Mungkin Sekolahnya Terlalu Pintar

- BBM etanol sudah diterapkan di banyak negara: Beberapa negara seperti Brasil telah menerapkan mandatori hingga 27 persen, sementara India mencapai 20 persen, dan di Amerika Serikat (AS) campuran etanol sebesar 10 persen telah menjadi standar nasional.
- Penerapan E10 dapat membantu menekan ketergantungan terhadap impor: Dengan asumsi pencampuran 10 persen etanol dari total kebutuhan BBM, potensi penghematan bisa mencapai sekitar 4,2 juta ton.
Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengaku heran dengan munculnya perdebatan soal bahan bakar etanol 10 persen atau E10.
E10 merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang dicampur dengan 10 persen etanol dan 90 persen bensin murni. Dia mempertanyakan alasan kebijakan tersebut dipersoalkan, padahal telah diterapkan di banyak negara.
"Nah kita kok masih dipersoalkan hal-hal yang ya mungkin sekolahnya terlalu pintar mungkin, karena saya sekolahnya di Google nggak ada kali ya," katanya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
1. BBM etanol sudah diterapkan di banyak negara

Bahlil menjelaskan kebijakan pencampuran etanol dalam BBM bukan hal baru. Beberapa negara seperti Brasil telah menerapkan mandatori hingga 27 persen, sementara India mencapai 20 persen.
Di Amerika Serikat (AS), campuran etanol sebesar 10 persen telah menjadi standar nasional, bahkan di beberapa negara bagian angkanya mencapai 85 persen.
"Bahkan di Brasil di beberapa negara bagian di pompa bensinnya itu karena dia punya etanol cukup langsung bikin E100," sebutnya.
2. Bisa kurangi impor hingga 4,2 juta ton

Bahlil mencontohkan kebutuhan BBM nasional saat ini mencapai 40-42 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 14-15 juta ton. Artinya, Indonesia masih harus mengimpor 25-27 juta ton setiap tahun.
Dia menilai penerapan E10 dapat membantu menekan ketergantungan terhadap impor. Dengan asumsi pencampuran 10 persen etanol dari total kebutuhan BBM, potensi penghematan bisa mencapai sekitar 4,2 juta ton.
"Nah ini kalau kita campur mandatori, itu bisa mengurangi impor kita," kata mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu.
3. Belajar dari kesuksesan program biodiesel

Bahlil menjelaskan strategi pengembangan E10 terinspirasi dari keberhasilan program biodiesel. Pada 2015, pencampuran bahan bakar nabati dalam solar baru dimulai dari 10 persen, dan kini telah meningkat hingga 40 persen.
Menurutnya, kebijakan biodiesel berdampak positif terhadap harga sawit, kesejahteraan petani, serta penurunan impor solar. Bahlil berharap penerapan etanol pada BBM bisa memberikan efek serupa bagi komoditas lokal seperti singkong dan tebu, yang saat ini telah diuji sebagai bahan baku utama etanol.
"Etanol ini adalah hasil bahan campuran untuk bensin yang tujuannya adalah kedaulatan energi kita, menciptakan lapangan pekerjaan karena banyak singkong petani nanti di situ kemudian tebu, sorgum, dan lain-lain," ujarnya.