Bahlil Ungkap Ada Unsur By Design di Balik Anjloknya Lifting Migas

- Bahlil menyatakan penurunan lifting minyak disebabkan kesengajaan, bukan habisnya sumber daya alam.
- Indonesia pernah disegani di dunia sebagai anggota OPEC dengan lifting minyak mencapai 1,5-1,6 juta barel per hari pada tahun 1996-1997.
Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menegaskan penurunan lifting minyak nasional bukan disebabkan oleh habisnya sumber daya alam, melainkan diduga ada unsur kesengajaan.
"Saya jujur mengatakan, demi Allah, menurut saya, ini ada unsur kesengajaan, by design," kata dia dalam acara Energi Mineral Forum di Kempinski Jakarta, Senin (26/5/2025).
Dia menyebut, Indonesia memiliki hampir 40 ribu sumur minyak, namun hanya sekitar 20 ribu yang produktif, sementara sisanya tidak aktif.
Bahlil menegaskan komitmennya untuk menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga kedaulatan energi nasional dan tidak mundur menghadapi pihak-pihak yang diduga melemahkan sektor energi.
1. Indonesia pernah jadi pemain utama migas dunia

Bahlil menyebut, Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang disegani di dunia karena ikut menginisiasi berdirinya OPEC, organisasi negara-negara pengekspor minyak.
Pada puncaknya tahun 1996-1997, lifting minyak Indonesia mencapai 1,5-1,6 juta barel per hari (bph), sementara konsumsi domestik hanya sekitar 500 ribu bph. Saat itu, Indonesia mampu mengekspor 1 juta bph.
"Hebat sekali waktu itu negara kita. Dan pendapatan negara kita, 40-45 persen, itu hasil daripada migas waktu itu," ujarnya.
2. Perubahan regulasi membuat sistem migas melemah

Bahlil menjelaskan, krisis ekonomi 1998 dan perubahan regulasi fundamental, termasuk di sektor migas, melemahkan posisi Indonesia. Padahal pada era 1970-1980-an, Petronas belajar dari Pertamina.
Namun, setelah reformasi, pelemahan sistem migas membuat lifting minyak Indonesia merosot. Pada 2024, lifting hanya sekitar 580 ribu bph, sedangkan konsumsi mencapai 1,6 juta bph, berbanding terbalik dengan kondisi pada 1996-1997.
"Ketika proses reformasi, dan perubahan regulasi, berimplikasi pada pelemahan sistem migas kita," sebutnya.
3. Bahlil tekankan pentingnya menjaga kedaulatan energi

Bahlil memaparkan, pada 1998, Pertamina sempat meningkatkan produksi melalui kerja sama operasi (KSO) dengan pihak lain. Namun, perubahan regulasi membuat porsi KSO berkurang dan Pertamina harus menangani sendiri konsesinya.
Menurutnya, meskipun langkah tersebut baik untuk kedaulatan, pelemahan yang terjadi akibat oknum internal pejabat atau BUMN justru menjadi awal kehancuran.
"Saya sudah mulai dirayu dengan urusan ini. Tapi saya katakan, untuk Ibu Pertiwi, kita tidak boleh lengah, dan tidak boleh sedikitpun kita mau dirayu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melemahkan kedaulatan energi bangsa kita," tuturnya.