BEI Ungkap Banyak Emiten Kejar IPO Sebelum Pilpres 2024

Balikpapan, IDN Times - Sepanjang 2023, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sudah ada 77 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO).
Angka tersebut mencetak rekor dalam puluhan tahun terakhir, atau sejak periode 1990-an, di mana ada 66 perusahaan melantai di bursa dalam satu tahun.
Adapun dari 77 emiten itu, dana yang terhimpun sebesar Rp53,84 triliun.
“Jumlah emiten kita sudah 77 yang listing. Jadi kalau kita bicara bahwa record kita terbanyak adalah 66 di tahun 1990-an, tahun ini kita pecahkan rekor, dan masih ada waktu 1,5 bulan lagi,” kata Iman dalam acara capital market journalist workshop di Novotel Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Jumat (17/11/2023).
1. Emiten kejar tayang IPO sebelum Pilpres 2024

Iman mengatakan banyaknya emiten yang melantai di bursa tahun ini karena dua hal. Pertama, adanya pengunduran jadwal IPO dari tahun lalu. Kedua, banyak perusahaan yang mengejar IPO sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang digelar pada 14 Februari 2024.
“Kalau kita mengamati, IPO yang terjadi saat ini, ini adalah karena delay tahun lalu, dan percepatan dari 2024. Jadi kita lihat pada hari ini yang IPO ada 77 year to date (YTD). Itu kalau kita lihat beberapa percepat ke 2023 ini, karena mereka melihat tahun depan pemilu,” ucap Iman.
2. Pergerakan bursa saham masih kondusif

Adapun terkait kinerja bursa saham, menurutnya masih kondusif meski pesta politik telah dimulai. Hal itu salah satunya terlihat pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
“Kita lihat indeks kita akhir tahun lalu tutup di 6.800-an, hari ini indeksnya 6.900-an. Walaupun side ways, kadang-kadang 6.700-an, 6.800-an, 6.900-an, bahkan tadi Pak Anton sampaikan pernah 7 ribu,” ucap Iman.
3. Investor lebih memperhatikan faktor ekonomi makro dibandingkan gejolak politik

Pada 2024, BEI optimistis kinerja bursa saham tetap baik. Sebab, menurutnya investor lebih memperhatikan faktor-faktor ekonomi makro, seperti kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), dan sebagainya ketimbang gejolak politik.
“Kita tahu pemilu kita akan dilaksanakn di 14 Februari, justru kita perlu suasananya kondusif dan orang mulai berinvestasi. Yang terjadi selama ini, penurunannya karena faktor makro, terjadi interest rate dari AS yang terus meningkat. Faktor-faktor itu yang menurut saya lebih dominan dari faktor politiknya,” ucap Iman.