BPS: Sektor Transportasi Alami Deflasi di Ramadan-Idul Fitri 2025

- Deflasi transportasi pada Ramadan dan Idul Fitri 2025, berbeda dengan inflasi pada 2022-2024.
- Tarif angkutan udara deflasi 4,83 persen, sedangkan tarif angkutan antarkota mengalami inflasi 7,61 persen.
Jakarta, IDN Times - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan terjadi deflasi pada kelompok transportasi di momen Ramadan dan Idul Fitri 2025. Padahal jika mengacu data historis kurun waktu 2022-2024, kelompok transportasi selalu mengalami inflasi.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah menjelaskan, deflasi pada kelompok transportasi tersebut didorong oleh penurunan tarif angkutan udara yang mengalami deflasi sebesar 4,83 persen, dengan andil 0,04 persen.
“Secara historis pada periode 2022-2024, kelompok transportasi selalu mengalami inflasi pada momen Ramadan dan Idul Fitri, sementara tahun ini mengalami deflasi sebesar 0,08 dengan andil 0,01 persen,” kata Habibullah dalam Konferensi BPS di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
1. Inflasi kelompok transportasi terjadi pada tarif angkutan antarkota

Meski demikian, kata Habibullah, terjadi inflasi pada kelompok transportasi, yakni komoditas tarif angkutan antarkota, dengan tingkat inflasi sebesar 7,61 persen dengan andil 0,02 persen.
“Komoditas yang meredam deflasi atau mengalami inflasi pada kelompok ini adalah komoditas tarif angkutan antarkota,” ujar Habibullah.
Secara umum komoditas tarif angkutan antarkota memang mengalami inflasi pada momen Idul Fitri, kecuali pada Mei 2022.
2. Pemudik alami penurunan pada momen Lebaran

Data BPS, sejalan dengan kondisi di daerah-daerah tujuan pemudik pada musim Lebaran 2025 mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
Peneliti Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran), Ki Darmaningtyas menyebutkan, hal itu terlihat pada kondisi di daerah-daerah tujuan pemudik. Dia mengambil wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai contoh, baik di Kota Yogyakarta maupun Kabupaten Gunungkidul yang hanya dipadati kendaraan pribadi mayoritas plat AB pada saat Lebaran dan arus mudik dimulai.
"Musim mudik 2025 ini terlihat sepi. Sejumlah testimoni yang melakukan perjalanan pada H-2 sampai H-1 melewati Tol Trans Jawa dari arah Jawa Timur misalnya, menyatakan sangat lancar, termasuk kendaraan yang mengarah ke Jawa Timur pun tergolong sepi," kata Darmaningtyas dalam catatannya, dikutip Kamis (3/4/2025).
3. Data penurunan angka pemudik

Data PT Jasa Marga (Pesero) yang dihimpun dari Pintu Tol Ciawi 1, Cikampek Utama 1, Kalihurip Utama 1 (Jawa Barat), dan Cikupa antara H-5 sampai H-1 antara arus mudik 2024 dengan 2025 menunjukkan adanya penurunan selama kurun waktu H-5 sampai H-1.
Pada arus mudik 2024, ada 1.045.330 unit kendaraan, sedangkan pada arus mudik 2025 terdapat 1.004.348 kendaraan atau turun sebanyak 40.982 kendaraan. Namun, puncak arus mudik tetap pada H-3, yaitu sebanyak 231.511 (2024) menjadi 255.027 kendaraan tahun ini.
"Ini artinya kebijakan WFA (work from anywhere) sepertinya tidak berpengaruh signifikan. Yang ada pengaruh sepertinya libur lebih awal, hal itu terlihat dari pergerakan pada H-10 dan H-9 yang meningkat cukup signifikan, yaitu dari 93.568 unit (H-10 2024) menjadi 161.893 (H-10 2025) dan dari 116.579 unit (H-9 2024) menjadi 166.948 unit (H-9 2025)," tutur Darmaningtyas.
Selain itu, penurunan jumlah kendaraan juga terjadi di Pelabuhan Merak, Banten yang menghubungkan ke wilayah Sumatra. Berdasarkan hasil monitoring PT ASDP (Pesero), untuk kurun waktu H-10 (21/3) sampai hari H (31/3), hanya ada 225.400 kendaraan roda empat pada arus mudik 2025 atau turun 0,1 persen dibandingkan periode sama mudik 2024 mencapai 225.637 kendaraan roda empat yang menyeberang dari Pelabuhan Merak.
Meski begitu, jumlah penumpang naik 3 persen dari 859.521 (2024) menjadi 885.828 pada 2025.