Langkah-Langkah Pemerintah Prabowo Reset Ekonomi RI: Rekomendasi Celios

- Pemerintah mesti selesaikan ketidakadilan pajak, dengan memperluas ruang fiskal tanpa menekan konsumsi.
- Revisi total regulasi perpajakan yang membebani masyarakat, turunkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 8 persen.
- Pemangkasan alokasi APBN yang tidak prioritas.
- Restrukturisasi utang dan moratorium utang baru.
- Jalankan Putusan MK tentang larangan rangkap jabatan menteri/ wakil menteri.
Jakarta, IDN Times - Situasi ekonomi dalam beberapa pekan terakhir merupakan akumulasi dari persoalan ketimpangan, pajak yang berat sebelah, efisiensi anggaran, dan melonjaknya utang pemerintah. Oleh sebab itu, Center of Law and Economic Studies (Celios) menyerukan Reset Ekonomi Indonesia melalui delapan tuntutan kebijakan untuk memulihkan kepercayaan publik, menyehatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), dan melindungi daya beli masyarakat.
Menurut Celios, fakta di lapangan menunjukkan beban fiskal meningkat di tengah pelemahan konsumsi, sementara persepsi publik terhadap akuntabilitas belanja negara memburuk.
“Maka dari itu, Celios menilai nakhoda fiskal, yaitu menteri keuangan harus segera dicopot dari jabatannya, kenaikan tunjangan DPR harus dibatalkan, penetapan gaji tunggal anggota DPR maksimal tiga kali UMP DKI Jakarta, pembentukan Komite Remunerasi Independen bagi pejabat negara, serta keterbukaan dana reses anggota DPR sebagai informasi publik,” tutur Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, dikutip Jumat (5/9/2025).
1. Pemerintah mesti selesaikan ketidakadilan pajak

Selain itu, masalah ketidakadilan pajak harus segera diselesaikan oleh pemerintah dalam waktu yang cepat.
“Pemerintah perlu memperluas ruang fiskal tanpa menekan konsumsi, oleh karenanya Celios konsisten mendorong penerapan pajak kekayaan (wealth tax) serta percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset agar aset hasil kejahatan ekonomi dapat dipulihkan.” kata Bhima.
Bhima menambahkan, pentingnya revisi total regulasi perpajakan yang membebani masyarakat, termasuk penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 8 persen sebagai stimulus langsung bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan kelas menengah-bawah. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat basis penerimaan yang progresif dan menahan pelemahan permintaan domestik.
2. Kebijakan di sisi belanja

Sementara di sisi belanja, Celios meminta pemangkasan alokasi APBN yang tidak prioritas, termasuk pengetatan belanja Polri, serta evaluasi menyeluruh terhadap anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, dan Danantara.
Anggaran yang dihemat perlu dialihkan ke subsidi tunai langsung bagi kelompok rentan sehingga manfaatnya cepat dan terukur. Sejalan dengan disiplin fiskal, Celios mendorong restrukturisasi utang (penyesuaian tenor/kupon) dan moratorium utang baru sampai indikator ruang fiskal membaik.
“Dalam hal menghapus konflik kepentingan dan kebocoran tata kelola, pemerintah wajib menjalankan Putusan MK tentang larangan rangkap jabatan menteri/wakil menteri dan kursi komisaris terutama pada pos investasi dan hilirisasi yang bersinggungan dengan entitas seperti Danantara. Selain itu, Proyek Strategis Nasional seperti IKN dan Food Estate harus dihentikan karena merugikan keuangan negara,” tutur Bhima.
3. Ketimpangan penghasilan antara pejabat dan rakyat

Direktur Keadilan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar pun menambahkan, pemerintah harus melakukan revisi total regulasi perpajakan terkait pajak para pejabat negara. Pajak yang dibayarkan pejabat negara harus diumumkan secara terbuka kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas, agar rakyat dapat menilai apakah kekayaan mereka sebanding dengan kewajiban yang ditunaikan.
“Tidak hanya itu, lonjakan kekayaan pejabat negara di kabinet Prabowo-Gibran memperlihatkan betapa kuatnya dominasi kalangan super kaya dalam pemerintahan. Median kekayaan menteri saat ini mencapai Rp55,1 miliar, hampir 50 persen lebih tinggi dibanding kabinet sebelumnya. Saat ini, median kekayaan Kabinet Prabowo-Gibran mencapai 671 kali lipat dari median kekayaan penduduk Indonesia,” beber Media.
Celios juga mencermati ketimpangan yang parah terlihat dari struktur penghasilan aparat penegak hukum, yang pimpinan aparat hukum bisa lebih dari 20 kali lipat dibandingkan bawahan. Ketimpangan ini jauh lebih besar jika mempertimbangan aset kekayaan pimpinan aparat negara yang didapatkan dari pendapatan di luar gaji pokok.
Tak heran jika kemudian Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda menilai persoalan ekonomi kelas menengah yang semakin menurun hingga kegagalan penerimaan pajak menjadi indikator ekonomi Indonesia harus diatur ulang.
“Kelas menengah Indonesia menerima beban untuk membayar pajak, namun tidak menikmati hasil dari pajak yang dibayarkan. Maka jumlahnya semakin menurun dari waktu ke waktu. Pemerintah sekarang juga gagal dalam mengumpulkan pajak masyarakatnya.” kata Huda