Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cerita Warga Gak Bisa Lapor Gibran soal Perusakan Lingkungan Papua

Suasana warga mengantre “Lapor Mas Wapres” di depan Istana Wapres di Kebon Sirih, Jakarta. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Koalisi Peduli Lingkungan Papua melaporkan beberapa isu agraria yang mengancam masyarakat Papua ke Wakil Presiden (Wapres), Gibran Rakabuming Raka. Perwakilan Koalisi Peduli Lingkungan Papua, Ambros, hadir di Istana Wapres Jakarta, Jumat (15/11/2024) pagi untuk ikut dalam program 'Lapor Mas Wapres' yang dirilis sejak 11 November lalu.

"Tujuan kami ke sini itu mau melaporkan perusakan lingkungan hidup, hutan, dan tanah masyarakat adat di Papua, di mana mereka mengalami ancaman serius. Mulai dari kebijakan negara yang dengan program Food Estate, PSN, dan izin-izin kelapa sawit yang lainnya," kata Ambros kepada awak media.

Ambros menyatakan, sampai saat ini ada sekitar 99 izin perusahaan sawit yang bermasalah di Papua. Menurut Ambros, pemerintah tidak melakukan evaluasi maupun pencabutan izin-izin tersebut padahal mengancam masyarakat adat Papua.

"Di antaranya itu di Sorong, terus Merauke. Merauke itu ada proyek baru yang namanya PSN food estate. Selain di Bovendigul, beberapa wilayah itu menjadi program pemerintah melalui food estate yang sampai hari ini mengancam kehidupan masyarakat adat," ujar dia.

1. Protes masyarakat diabaikan pemerintah daerah Papua

Presiden Prabowo Subianto Tinjau Area Lumbung Pangan di Merauke (dok. Sekretariat Presiden)

Ambros mengakui, sebelum datang ke Istana Wapres hari ini berbagai protes telah dilayangkan oleh masyarakat Papua terkait isu agraria tersebut. Namun, sampai saat ini Pemerintah Daerah (Pemda) Papua mengabaikan segala protes yang dilancarkan.

Hal itu kemudian jadi pemicu usaha Ambros dan Koalisi Peduli Lingkungan Papua melapor ke Gibran. Salah satu hal yang diprotes masyarakat Papua adalah penggunaan dua juta hektare lahan di Merauke untuk program food estate milik Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

"Masyarakat adat Malin maupun Yei, mereka juga sudah datang ke sini dan melakukan protes di Kementerian Pertahanan serta melaporkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, sampai hari ini belum direspons juga," tutur Ambros.

2. Laporan masyarakat Papua tidak dapat respons lembaga negara

Suasana warga mengantre “Lapor Mas Wapres” di depan Istana Wapres di Kebon Sirih, Jakarta. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Selain itu, Ambros mengaku masyarakat juga sudah melaporkan segala pelanggaran dan perusakan lingkungan di Papua ke beberapa lembaga negara yang salah satunya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sebenarnya kasus-kasus ini sudah mengadukan ke KPK karena terkait dengan izin korupsi dan juga kami mengadukan ke Kementerian LHK dan sebagainya. Sampai hari ini belum ada respons. Pelaporannya itu sudah 2022 maupun 2023 terkait dengan soal PSN di Merauke. Kami sudah mengadukan persoalan yang sama ke kantornya Pak Prabowo yang sebelumnya Kementerian Pertahanan," ujar Ambros.

"Sampai hari ini juga belum direspons. Justru, Pak Prabowo setelah dilantik malah ke Merauke meninjau proyek itu. Sementara, masyarakat ada pemilik hak ulayatnya datang mengadu ke Jakarta saja tidak dikasih akses untuk bertemu," lanjutnya.

3. Tidak bisa memberikan laporan ke Wapres

Suasana warga mengantre “Lapor Mas Wapres” di depan Istana Wapres di Kebon Sirih, Jakarta. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sayangnya, Ambros yang datang bersama dengan Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Singkil dari Aceh tidak bisa memberikan laporan-laporan tersebut lantaran hari ini kuota 'Lapor Mas Wapres' sudah penuh.

Ambros merasa kecewa dan tidak tahu kapan bisa memberikan laporan persoalan isu agraria di Papua kepada Wapres Gibran. Ambros mengaku harus merogoh kocek lebih dalam jika terus berlama-lama tinggal di Jakarta.

"Setidaknya, itu penerimaan pengaduannya itu harus diubah karena sistemnya tidak siap. Justru ini orang bisa antre sampai dari jam satu malam kan. Setidaknya kalau dibikin sistem pengaduan harusnya itu beberapa tempat, supaya orang tidak harus antre-antre dan bisa kasih laporan langsung. Tapi, ya sistemnya model begini sudah bermasalah sekali," tutur Ambros.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us