Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua Pandemik

Terasa 'pedasnya' di awal saja

Jakarta, IDN Times - "Tetep mudik dong," kata Budi (22) singkat kepada IDN Times saat berbincang langsung disebuah lokasi perbelanjaan di Bekasi suatu siang di akhir bulan lalu. Budi yang sehari-harinya mencari nafkah sebagai kuli bangunan itu pun kini jadi melaksanakan niatnya itu.

Tidak ada alasan bagi Budi untuk bertahan di Bekasi saat periode Idul Fitri. Sebab, proyek yang dikerjakannya rehat sementara waktu. Dengan menggunakan mobil travel, Budi pun berangkat ke kampung halamannya di Purbalingga, Jawa Tengah, sejak Selasa (4/4/2021). Dua hari sebelum larangan mudik diterapkan pemerintah.

Begitu juga dengan Dimas (26), dia juga tetap mudik ke kampung halamannya di Wonogiri. Bedanya, Dimas mudik menggunakan bus. "Soalnya paling deket naik bus," tuturnya.

Sebagai pekerja informal, Dimas dan Budi tidak punya alasan yang kuat untuk bertahan di perantauan. Bagi mereka, itu hanya akan menghabiskan biaya, tempat tinggal maupun makan. Mereka akan kembali ke Ibu Kota saat ada tawaran pekerjaan. 

Dimas dan Budi hanya segelintir dari orang yang nekat mudik di masa pelarangan. Pelarangan yang baru resmi diterapkan pada 6 Mei, sepekan sebelum Lebaran. Larangan ini akan berlaku sampai 17 Mei nanti.

Masa pelarangan mudik itu diawali periode yang disebut masa pengetatan, berlaku selama 22 April - 5 Mei. Tapi toh, tidak ada aturan mengikat pada periode itu yang bisa menghalangi niat mereka untuk mudik.

Akhirnya, orang-orang seperti Budi dan Dimas bergegas pulang kampung sebelum 6 Mei. Curi-curi start yang penting bisa pulang dengan sah.

Baca Juga: [CEK FAKTA] Mudik Dilarang karena Keuangan Bank Mengkhawatirkan?

1. Sama saja dengan tahun lalu di mana banyak pemudik "lolos", tapi tahun ini lolosnya sah

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikSalah satu bus dari Agen Perjalanan di Bekasi. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

IDN Times melakukan pemantauan ke sejumlah agen bus yang ada di Bekasi. Dari hasil pengamatan, masih cukup banyak masyarakat yang sudah mencuri start lebih awal sebelum masa peniadaan mudik.

Salah satu operator agen bus yang enggan disebutkan namanya, mengatakan pada periode pengetatan 1-5 Mei 2021, operasional masih berjalan normal. Dia membeberkan bahwa harga tiket bus pada periode itu mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat.

"Harga tiket Rp620 ribu. Sama (harganya) kayak tahun kemarin. Mulai dari tanggal 1-5 Mei 2021 harga berlaku. Kalau normal Rp210 ribu," ungkapnya.

Meski harga tiket melonjak tinggi, permintaan tiket tetap bak kacang goreng. Bahkan dia membeberkan banyak permintaan keberangkatan dari masyarakat pada 6 Mei 2021. Namun, dia mengatakan bahwa bus tidak bisa berangkat di masa peniadaan mudik, sesuai dengan aturan pemerintah.

"Gak bisa kalau bus. Tetep gak bisa berangkat. Bus berhenti semua beroperasi," katanya kepada IDN Times.

Larangan mudik setelah 6 Mei itu betul-betul dirasakan Ujang (36), penjaga sebuah warung minuman dan gorengan di Bekasi. Meski sudah tahu ada larangan, dia coba-coba berangkat melalui terminal bus di Bekasi.

"Sudah ga bisa, semua bus gak ada yang berangkat. Saya sudah diingetin sama temen-temen semua mudik pas tanggal 5, tapi belum bisa waktu itu masih ada urusan," uajr Ujang kepada IDN Times seraya menambahkan bahwa dia bersimpati pada sopir-sopir bus yang kehilangan banyak pendapatan jelang Hari Raya ini. 

Para operator bus hanya pasrah dengan penerapan larangan mudik itu. Menurut mereka kerugian itu bisa tertutupi dengan pemasukan dari penumpang yang berangkat sebelum 6 Mei. Dengan banyaknya pemudik yang melakukan perjalanan hingga 5 Mei 2021, operator menyebut kondisinya tak jauh berbeda dengan kejadian banyak pemudik yang lolos pada 2020. Tahun lalu itu, mudik juga dilarang, namun pemerintah kecolongan banyak.

"(Tahun kemarin) bablas langsung. Alhamdulillah (penumpang) sampai semua. Banyak (petugas berjaga) di tol. Tapi bablas. Alhamdulillah penumpang saya selamat," tambah agen yang ditemui IDN Times tersebut.

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikInfografis Ketentuan Regulasi Peniadaan Mudik Idulfitri 1442H selama 22 April-24 Mei 2021. (IDN Times/Devin Adrian)

2. Kebijakan larangan tahun ini hanya menggeser puncak mudik

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikCalon penumpang bersiap menaiki bus di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta, Jumat (26/3/2021) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Persoalan larangan yang memang sempat membingungkan masyarakat. Beberapa orang kebingungan dengan penetapan masa pengetatan dan masa peniadaan mudik. Sebagian lainnya memanfaatkan itu untuk memajukan jadwal keberangkatan mereka ke kampung halaman.

"Aku lihat masih bisa juga ternyata mudik, aku pas-pasin aja tanggal 5 berangkat. Kayaknya banyak orang seperti aku," ujar Pingit (30), seorang pekerja swasta yang mudik ke Jombang, Jawa Timur.

Dia menilai kebijakan pemerintah soal larangan mudik hanya akan menggeser puncak mudik ke tanggal-tanggal sebelum 6 Mei saja. Padahal awalnya, pemerintah menyebut-nyebut kebijakan larangan mudik sudah berlaku sejak 22 April 2021.

Hanya saja, pada periode 22 April - 5 Mei 2021, pemerintah menyebutnya sebagai prapengetatan mudik. Tidak ada aturan yang mengikat masyarakat untuk bisa mudik ke kampung halamannya. 

Berdasarkan data PT Jasa Marga (Persero) Tbk, sebanyak 387.383 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada periode akhir pekan terakhir (30 April-2 Mei 2021) sebelum memasuki masa peniadaan mudik.

Angka tersebut merupakan kumulatif arus lalu lintas (lalin) dari beberapa Gerbang Tol (GT) Barrier/Utama, yaitu GT Cikupa (arah Barat), GT Ciawi (arah Selatan), dan GT Cikampek Utama dan GT Kalihurip Utama (arah Timur). Jasa Marga menyebut, total volume lalin yang meninggalkan wilayah Jabotabek ini turun 10 persen jika dibandingkan lalin normal.

Adapun larangan mudik diatur dalam SE Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Ketentuan dalam SE ditandatangani oleh Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo pada 7 April 2021. Ada empat ruang lingkup yang diatur dalam SE, yakni protokol kesehatan umum, pengendalian kegiatan ibadah selama bulan Ramadan dan salat Idul Fitri.

Dikutip dari bahan paparan Kementerian Perhubungan, pada periode 22 April - 5 Mei 2021, tidak ada ketentuan izin perjalanan yang diberlakukan. Namun, pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) wajib untuk menunjukkan hasil tes negatif rapid test antigen atau PCR maksimal 1x24 jam atau GeNose C19 sebelum keberangkatan.

Sementara pada masa peniadaan mudik, 6-17 Mei 2021 pun masih ada celah untuk bepergian ke luar kota. Aturan menyebutkan masyarakat masih bisa melakukan perjalanan tapi hanya untuk kepentingan bekerja/dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka/meninggal, ibu hamil/kepentingan persalinan.

Untuk ketentuan kesehatannya, PPDN wajib menunjukkan hasil negatif rapid test PCR maksimal 3x24 jam, rapid test antigen maksimal 2x24 jam atau hasil negatif GeNose C19 sebelum keberangkatan.

Sedangkan pada pascamasa peniadaan mudik, yakni periode 18 Mei - 24 Mei 2021, ketentuan izin dan ketentuan kesehatan yang berlaku sama dengan masa awal pengetatan mudik.

Selain itu, yang terbaru, pemerintah juga melarang mudik lokal di kawasan aglomerasi. Juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, menegaskan pada intinya pemerintah tidak hanya melarang mudik antarprovinsi tapi juga lokal. 

"Untuk memecah kebingungan masyarakat terkait mudik lokal di wilayah aglomerasi saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi, dengan urgensi mencegah dengan maksimal interaksi fisik sebagai cara transmisi virus dari satu orang ke orang lain," kata , dia dalam konferensi pers, Kamis (6/5/2021).

Kendati kebijakan pelarangan mudik itu telah dilakukan, namun eksodus masyarakat untuk balik ke kampung halaman tak terbendung. Banyak dari masyarakat yang sudah terlanjur pulang ke kampung halamannya, tanpa melanggar aturan pula.

Baca Juga: Doni Monardo: Larangan Mudik Adalah Keputusan Politik 

3. Kepolisian sempat blunder

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikKakorlantas Polri, Irjen Pol. Istiono saat memberikan keterangan pers terkait Operasi Lilin 2020 (Dok. Korlantas Polri)

Sepekan sebelum pemerintah mempercepat larangan mudik, atau lebih tepatnya pada 15 April 2021, pihak kepolisian sempat melakukan blunder. Saat itu, Kakorlantas Polri Irjen Istiono, mempersilahkan masyarakat yang ingin mudik lebaran 2021 sebelum 6 Mei 2021.

"Bagaimana adanya mudik awal, sebelum tanggal 6, ya silakan saja. Kita perlancar," ujarnya dalam keterangan tetulis.

Pernyataan itu pun menjadi polemik. Pernyataan Istiono seolah bertolak belakang dengan upaya pemerintah yang terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak melakukan mudik demi mencegah penularan COVID-19.

Sehari berselang, Istiono mengoreksi ucapannya. Dia tak merekomendasikan masyarakat mudik sebelum 6 Mei 2021.

"Pada hakikatnya, sebelum tanggal 6 (Mei 2021) tidak direkomendasikan untuk mudik mendahului. Karena wilayah tujuan mudik menyiapkan karantina selama lima hari sesuai SE Nomor 13 Satgas COVID-19. Karena kebijakan pemerintah adalah dilarang mudik atau mudik ditiadakan," paparnya.

4. Kebijakan panik

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikPetugas gabungan bersenjata laras panjang dari satuan Brimob ikut bersiaga di GT Tol Cileunyi saat penyekatan larangan mudik 2021 (IDN Times/Aris Darussalam)

Kebijakan pemerintah menerapkan larangan mudik dengan tahapan pengetatan dan peniadaan dinilai sebagai kebijakan panik. Pakar transportasi nasional, Djoko Setijowarno, menilai pemerintah panik pada saat itu karena hasil survei menunjukkan banyak masyarakat yang sudah berencana akan mudik.

Sejumlah pelaku usaha pun merilis hasil temuan mereka tentang hal itu. Survei yang dilakukan Pegipegi misalnya, menunjukkan sebanyak 72 persen responden berencana pulang kampung di 2021, sebelum larangan mudik diumumkan pemerintah. Survei tersebut diikuti oleh lebih dari 700 responden yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Tak hanya itu, hasil Survei Pasca Penetapan Peniadaan Mudik Selama Masa Lebaran 2021 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, ditemukan bahwa masih ada sekelompok masyarakat yang hendak pergi mudik pada rentang waktu H-7 dan H+7 pemberlakuan peraturan peniadaan mudik Idul Fitri.

Latar belakang kondisi tersebut pun tertera di Addendum Surat Edaran perihal pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN). Pemerintah segera menelurkan kebijakan untuk menyikapi berbagai hasil survei tersebut.

"Pemerintah tuh waktu itu di luar prediksinya. Jadi panik gitu," katanya saat berbincang dengan IDN Times, Rabu (5/5/2021).

Djoko menilai pemerintah lupa, bahwa di wilayah Jabodetabek, terdapat banyak para pekerja informal yang merantau. Ia menyebut para pekerja informal melakukan mudik lebih awal lantaran mereka tidak memiliki pekerjaan tetap.

"Informal kan gak bisa dicegah (mudik). Kalau dicegah, dia bilang 'kalau saya di Jabodetabek siapa yang mau bayar saya 2 minggu makan?'. yang bayar saya siapa?' makanya disebut mudik awal," ungkap Djoko.

Untuk itu, dia menilai wajar banyak warga pendatang di Ibu Kota maupun kota-kota besar yang akan rela memundurkan jadwal mudik mereka demi kembali kampung halaman. Bahkan, kendati peniadaan mudik sudah berlaku, Djoko menilai masih akan banyak masyarakat yang 'kucing-kucingan' dengan petugas Kepolisian dan Dishub di lapangan.

Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada pemerintah agar ke depannya mampu melakukan pendekatan yang lebih baik dalam memberlakukan kebijakan.

"Harus diubah pola pendekatannya. Memang angka COVID-19 meningkat, tapi jangan diakut-takuti. Orang kan kalau udah nekat ya gimana," ucap dia.

Baca Juga: Tata Cara Lengkap Pembuatan SIKM Selama Larangan Mudik di Jakarta

5. Jokowi jelaskan alasan larang mudik

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikPresiden Jokowi pimpin rapat terbatas pada Rabu (4/11/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Pada 16 April 2021, Presiden Joko "Jokowi" Widodo akhirnya angkat bicara mengenai alasan pemerintah untuk melarang mudik. Pengalaman dari tahun lalu, kasus COVID-19 meningkat karena adanya libur panjang.

"Keputusan ini diambil melalui berbagai macam pertimbangan, karena pengalaman tahun lalu terjadi tren kenaikan kasus setelah empat kali libur panjang," ujar Jokowi dalam konferensi pers daring pada Jumat (16/4/2021) lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Menurut Jokowi, pemerintah mencatat ada sedikitnya empat kali libur panjang 2020 yang mengakibatkan kenaikan kasus positif COVID-19 di Indonesia. Bahkan, angka kematian mingguan pun terpantau meningkat kala itu. Pada libur Idul Fitri 2020 lalu, pemerintah mencatat terjadi kenaikan kasus harian hingga 93 persen dan kasus kematian mingguan sampai 66 persen.

"Kenaikan kasus COVID-19 yang kedua, terjadi saat libur panjang pada 20 sampai 23 Agustus 2020, di mana mengakibatkan kenaikan hingga 119 persen dan tingkat kematian mingguan melonjak sampai 57 persen," ujar Jokowi.

Pada libur panjang pada 28 Oktober sampai 1 November 2020 lalu, kasus COVID-19 di Indonesia meningkat hingga 95 persen. Angka kematian mingguan pun naik mencapai 75 persen setelah libur panjang usai.

"Terakhir, yang keempat terjadi kenaikan saat libur di akhir tahun, 24 Desember 2020 sampai dengan 3 Januari 2021, mengakibatkan kenaikan jumlah kasus harian mencapai 78 persen dan peningkatan jumlah kematian mingguan hingga 46 persen," ujar Jokowi.

Empat kejadian ini menjadi pertimbangan pemerintah untuk memutuskan memberlakukan larangan mudik di lebaran 2021. Kekhawatiran mantan Wali Kota Solo ini dari dampak mudik pun masih berlanjut. Berdasarkan laporan, masih ada 18,9 juta orang yang ingin tetap mudik.

"Saya betul-betul masih khawatir mengenai mudik di Idul Fitri, tetapi saya menyakini bila pemerintah daerah dibantu Forkompinda, semuanya segera mengatur, mengendalikan mulai disiplin protokol kesehatan, saya yakin kenaikan tidak seperti tahun lalu 93 persen," kata Jokowi dalam video yang diunggah di Sekretariat Presiden, Kamis (29/4/2021).

6. Ironi mudik dilarang, tapi tempat wisata dibuka

Gertak Sambal Larangan Mudik di Tahun Kedua PandemikSuasana di DTW Ulun Danu Beratan di hari pertama buka sejak pandemik COVID-19. (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Ketegasan pemerintah dalam penanganan pandemik COVID-19 di masa libur panjang pun dipertanyakan. Meski begitu gencar melakukan sosialisasi dan menerapkan kebijakan larangan mudik, namun objek wisata diizinkan untuk dibuka. Padahal, tempat tersebut juga punya potensi besar untuk menciptakan klaster COVID-19 yang baru saat libur panjang.

Anggota Komisi IX Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani Aher mengkritik keras kebijakan pemerintah yang membuka destinasi wisata, namun melarang masyarakat untuk mudik. Netty mempertanyakan tujuan dari kebijakan tersebut.

"Kalau pelarangan mudik untuk meminimalisasi penyebaran COVID-19, kenapa destinasi wisata justru dibuka dan diperbolehkan? Hal ini akan membuat masyarakat bingung dan membandel untuk tetap mudik," kata Netty.

Netty meminta agar pemerintah konsisten dalam membuat kebijakan karena kasus COVID-19 di Indonesia masih tinggi. Menurutnya, jika memang pemerintah ingin mengendalikan pandemik, maka seharusnya tempat wisata jangan dibuka.

"Aneh kalau masyarakat dilarang mudik, tetapi wisata tetap dibuka. Sudah pasti masyarakat yang tidak mudik itu akan memenuhi tempat-tempat wisata tersebut," kata dia.

"Apakah ini yang diinginkan oleh pemerintah terjadi kerumunan warga masyarakat di lokasi wisata? Padahal vaksinasi yang disebut-sebut sebagai game changer untuk mengatasi COVID-19 juga masih berjalan lambat" kata Netty, menambahkan.

Walaupun pembukaan wisata tetap dengan protokol kesehatan, Netty menilai, hal tersebut sulit diterapkan. Misalnya saja di pantai dan kolam renang yang pastinya akan diserbu pengunjung.

"Bagaimana penerapan prokesnya? Apa mungkin bisa menjaga jarak di tempat-tempat seperti itu? Apalagi masyarakat dilarang mudik, maka sudah pasti tempat wisata akan membeludak" katanya.

Pemerintah pun membela diri. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut bahwa pembukaan tempat wisata hanya dilakukan di wilayah sekitar. Iya sebetulnya wisatanya itu dalam rangka lebaran gitu ya, jadi bukan wisata dengan destinasi yang jauh," kata Muhadjir dalam diskusi bertajuk 'Untung Rugi Mudik di Tengah Pandemi' yang disiarkan langsung melalui YouTube BPKN, Selasa (20/4).

Menurut Muhadjir, dibukanya tempat wisata merupakan upaya pemerintah untuk tetap 'menghibur' masyarakat yang tidak bisa mudik atau bepergian ke luar kota.

"Ya kalau orang sudah tidak boleh pergi kemana-mana ya dibukalah wisata lokalnya agar dia bisa pergi ke tempat-tempat liburan. Tapi dengan kepatuhan yang terkendali, itu sebetulnya yang dimaksud," tuturnya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno turut menjawab pertanyaan kenapa mudik dilarang tapi wisata tetap diperbolehkan. Menurut Sandiaga, aturan larangan mudik itu ada dalam aturan PPKM skala mikro di mana beberapa kegiatan tetap diperbolehkan. 

"Dalam PPKM skala mikro ada beberapa kegiatan masyarakat yang diperbolehkan. Dibuka atau tidak, itu wewenang pemda sesuai angka COVID-19 di daerah masing-masing," kata Sandiaga di Jogja Expo Center, Yogyakarta, Senin (26/4/2021).

Dia menekankan pihaknya memberikan panduan bagi destinasi wisata yang akan dibuka, yakni dengan penerapan protokol kesehatan, termasuk konsep CHSE atau cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan).

Baca Juga: Bos Lorena: Mudik Dilarang Tapi Wisata Dibuka, Apa Bijaksana?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya