Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Bentuk Dana Cadangan Pandemik, Ini Fungsinya

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Indonesia membentuk Financial Intermediary Fund (FIF) sebagai dana cadangan untuk mengatasi pandemik. Dana cadangan tersebut telah berhasil dibentuk bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan terbentuknya Financial Intermediary Fund merupakan satu dari lima hal dalam bidang kesehatan yang ingin dicapai Indonesia saat memegang presidensi G20.

Kelima hal tersebut disampaikan Budi usai mendampingi Presiden Joko "Jokowi" Widodo saat menerima kunjungan kehormatan Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (21/6/2022).

1. Dana cadangan terima komitmen 1 miliar dolar AS

Ilustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Budi pun bersyukur dana cadangan tersebut berhasil dibentuk bersama-sama Menkeu dan Menlu. Setidaknya sudah ada sejumlah negara dan institusi yang berkomitmen untuk menyumbang.

"Alhamdulillah dengan bantuan Bu Retno, Bu Sri Mulyani sama-sama kita bertiga sudah berhasil membentuk fund ini dan sudah lebih dari US$1 billion (1 miliar dolar AS) yang di-commit oleh beberapa negara dan institusi di fund ini," kata Budi dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (21/6/2022).

Indonesia dan WHO juga telah berdiskusi terkait penggunaan dana yang ada di dalam pendanaan tersebut agar dapat dimanfaatkan secara adil dan cepat. Budi menjelaskan WHO akan mengambil posisi di depan untuk dapat menentukan negara dan orang-orang yang perlu mendapatkan prioritas jika terjadi pandemi.

"Pentingnya juga kerja sama antara pemerintah dan swasta karena hampir semua produsen dari vaksin, obat-obatan, dan juga alat kesehatan adalah pihak swasta," tuturnya.

2. Indonesia juga ingin mencapai sejumlah hal di bidang kesehatan

Ilustrasi Vaksinasi COVID-19. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hal lain yang ingin dicapai adalah terkait integrasi dari lab genome sequence di seluruh dunia yang dapat mengidentifikasi adanya virus varian baru maupun bakteri baru. Selain itu, Indonesia juga ingin mengharmonisasi standar perjalanan, baik berupa sertifikat vaksin maupun sertifikat pengetesan sehingga tidak mengganggu pergerakan orang maupun barang.

"Standar ini menggunakan WHO, sudah pilot project-nya jalan, dan sudah lebih dari 30 negara yang paling besar kemarin Brasil dengan European Union jadi seluruh anggotanya sudah mengikuti program inisiatif dari Indonesia ini," tutur Budi.

Terakhir, Indonesia juga ingin melakukan standarisasi pengembangan vaksin utamanya yang menggunakan teknologi terbaru sehingga ketersediaan dan akses vaksin di seluruh dunia dapat merata.

Budi menuturkan, saat ini sudah ada sejumlah negara yang siap untuk berpartisipasi, antara lain Afrika Selatan, Brasil, Argentina, India, dan Indonesia.

"Kita harapkan round pertama ini kita bisa mencapai milestone yang cukup baik sehingga nanti round kedua meeting menteri kesehatan di bulan Oktober kita bisa memfinalisasi semua deliverables secara konkret sehingga nanti pada saat leaders meeting di bulan November kelima hal yang tadi ingin kita capai sudah selesai," tambahnya.

3. Jokowi perjuangkan penguatan arsitektur sistem ketahanan kesehatan dunia

Konferensi Pers Presiden Jokowi setelah melakukan peninjauan Posko Penanganan COVID-19 di Provinsi Jawa Barat pada Selasa (11/8/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, dalam agenda World Economic Forum secara virtual pada 20 Januari 2022, Jokowi mengatakan bahwa presidensi Indonesia akan memperjuangkan penguatan arsitektur sistem ketahanan kesehatan dunia yang dijalankan oleh sebuah badan dunia, bentuknya seperti IMF jika di sektor keuangan.

Badan tersebut bertugas untuk menggalang sumber daya kesehatan dunia, antara lain untuk pembiayaan darurat kesehatan dunia, pembelian vaksin, pembelian obat-obatan, pembelian alat kesehatan. 

Kemudian juga merumuskan standar protokol kesehatan global, yang antara lain mengatur perjalanan lintas batas negara agar standar protokol kesehatan di semua negara bisa sama. Memberdayakan negara berkembang dalam hal kapasitas manufaktur lokal, antara lain pengelolaan hak paten, akses terhadap teknologi, investasi produksi alat kesehatan dan obat-obatan, dan lain-lainnya.

"Dibutuhkan pembiayaan bersama untuk arsitektur baru sistem ketahanan kesehatan dunia tersebut. Biayanya jelas jauh lebih kecil dibandingkan dengan kerugian dunia akibat kerapuhan sistem kesehatan global, sebagaimana saat kita menghadapi pandemi COVID-19 ini," tutur Jokowi dikutip dari salinan pidato di situs web Sekretariat Presiden.

Seharusnya, lanjut Jokowi, negara-negara maju tidak berkeberatan untuk mendukung inisiatif bersama tersebut. Menurutnya, G20 akan sangat berperan dalam menggerakkan pembangunan arsitektur ketahanan kesehatan global saat ini. Jadi, dibutuhkan kesepakatan bersama di G20 terlebih dahulu.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us