Industri Rokok Elektrik Diterpa Banyak Tekanan, UMKM Meradang

- Tren perlambatan industri REL terjadi sejak awal tahun 2025, disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat dan maraknya rokok ilegal.
- Dampak tekanan terhadap keberlanjutan pelaku industri REL, terutama UMKM yang dapat berdampak pada kesejahteraan puluhan ribu pekerja.
- Perlambatan industri REL diproyeksikan sampai akhir 2025 karena penurunan daya beli, regulasi ketat, dan meningkatnya peredaran rokok ilegal.
Jakarta, IDN Times - Industri rokok elektrik (REL) di Indonesia sebagian besar digerakkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ribuan unit usaha, mulai dari produsen liquid hingga toko ritel, menjadi tulang punggung rantai produksi sektor ini.
Namun, pertumbuhan industri REL diproyeksikan melambat akibat berbagai tekanan, seperti menurunnya daya beli masyarakat, regulasi yang semakin ketat, dan kekhawatiran kenaikan cukai.
1. Tren perlambatan industri REL terjadi sejak awal tahun

Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto mengungkapkan, tren perlambatan sudah terlihat sejak awal tahun.
“Perlambatan tersebut kami lihat karena menurunnya daya beli masyarakat serta fenomena rokok ilegal yang semakin marak,” kata dia, Selasa (7/10/2025).
2. Dampak tekanan terhadap keberlanjutan pelaku industri REL

Oleh karena mayoritas pelaku industri REL adalah UMKM, tekanan ekonomi dan regulasi yang kompleks dapat berdampak langsung pada keberlangsungan usaha kecil tersebut. Ketua Bidang Humas APVI, Filusif Fariq Vernanda pun menekankan pentingnya perlindungan berkelanjutan bagi sektor ini.
“Industri REL saat ini mampu menyerap antara 100 ribu hingga 150 ribu tenaga kerja, sebagian besar melalui UMKM yang tersebar di berbagai daerah. Jika UMKM kesulitan bertahan, maka bukan hanya sektor usaha yang terpukul, tetapi juga kesejahteraan puluhan ribu pekerja yang menggantungkan hidup di dalamnya,” tutur Fariq.
3. Perlambatan industri REL diproyeksikan sampai akhir 2025

Dia pun memperkirakan perlambatan industri REL akan berlanjut hingga akhir 2025. Selain penurunan daya beli dan regulasi nonfiskal yang semakin ketat, meningkatnya peredaran rokok ilegal juga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri yang patuh aturan.
“Oleh karena itu, akses masyarakat terhadap produk REL yang legal, terjamin mutu, dan diawasi pemerintah harus tetap dijaga,” ujar Fariq.