Kemenkeu-BI Patungan Beban Bunga demi Perumahan Rakyat dan Kopdes

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) menyepakati pembagian beban bunga atau burden sharing untuk mendukung Program Perumahan Rakyat serta Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menuturkan langkah ini merupakan bentuk sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, disiplin, dan integritas pasar.
"Kesepakatan ini dituangkan dalam Keputusan Bersama (KB) tentang Tambahan Bunga dalam Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah Mewujudkan Asta Cita Terkait Ekonomi Kerakyatan," kata Deni dalam keterangan tertulis, Senin (8/9/2025).
1. Kebijakan fiskal tetap berhati-hati

Deni menjelaskan kebijakan fiskal tetap ditempuh secara hati-hati dan berkesinambungan demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pengelolaan APBN dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan, belanja yang efektif serta tepat sasaran, dan pembiayaan berkesinambungan.
"Belanja diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki efek pengganda besar terhadap perekonomian, termasuk sektor ekonomi kerakyatan. Misalnya, program perumahan rakyat serta dukungan bagi bank pemerintah yang menyalurkan pinjaman kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih," ujar Deni.
Keseluruhan program tersebut, diungkapkan Deni, juga sejalan dengan upaya pemerintah mewujudkan Asta Cita. Defisit APBN 2025 diperkirakan tetap rendah dengan pembiayaan yang dikelola secara profesional.
2. Mekanisme pembagian beban bunga

Sejalan dengan program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita, Kemenkeu dan BI menyepakati pembagian beban bunga. Kesepakatan ini berlaku mulai 2025 hingga program pemerintah tersebut berakhir.
Teknisnya, pembagian beban diwujudkan melalui pemberian tambahan bunga atas rekening pemerintah di BI, sejalan dengan fungsi BI sebagai pemegang kas negara. Hal ini merujuk pada Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 (diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK), juncto Pasal 22, serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Skema pembagian dilakukan dengan menanggung bersama biaya atas realisasi alokasi anggaran program pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, setelah dikurangi imbal hasil penempatan pemerintah pada lembaga keuangan domestik," kata Deni.
3. BI melakukan ekspansi likuiditas

Selain itu, BI juga terus memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui bauran kebijakan. Sejak September 2024, BI telah menurunkan BI Rate sebesar 125 bps hingga mencapai level terendah sejak 2022.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga ditempuh melalui intervensi di pasar off-shore lewat NDF, serta domestik melalui spot, DNDF, dan pembelian SBN pada pasar sekunder.
BI juga melakukan ekspansi likuiditas dengan menurunkan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp923 triliun pada awal 2025 menjadi Rp715 triliun pada akhir Agustus 2025. Hingga periode yang sama, BI telah membeli SBN senilai Rp200 triliun, termasuk melalui mekanisme debt switching dengan pemerintah.
"Pembelian SBN dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian sekaligus kredibilitas kebijakan," ujar Deni.
Kebijakan moneter BI turut diperkuat oleh insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang mencapai Rp384 triliun per akhir Agustus 2025, serta percepatan digitalisasi sistem pembayaran.