Kenaikan Harga Jual Eceran, Picu Peredaran Rokok Ilegal

- Kepala INDEF menilai kenaikan harga rokok akan mendorong peredaran rokok ilegal
- Perbedaan harga antara rokok legal dan ilegal memicu konsumsi rokok ilegal yang berdampak pada kebocoran penerimaan negara
- Target penerimaan CHT 2025 sebesar Rp230,09 triliun sulit tercapai jika masyarakat beralih ke rokok ilegal akibat kenaikan HJE
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Industri Perdagangan & Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho menilai langkah pemerintah yang menaikkan tarif harga jual eceran (HJE) rokok per 1 Januari 2025 akan mendorong maraknya peredaran rokok ilegal.
Meskipun pemerintah tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97 Tahun 2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot dan Tembakau Iris.
"Dengan menggunakan alasan pengendalian untuk menaikkan HJE, namun mengganggu pilar yang lain, yakni pilar pengendalian rokok ilegal. Dengan menaikkan HJE, harga rokok akan tetap naik,” kata Andry Satrio dalam keterangannya, Senin (16/12/2024).
1. Rokok ilegal picu kebocoran penerimaan negara

Adanya perbedaan yang cukup jauh antara harga rokok legal dengan rokok ilegal, kata Andry, semakin mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi rokok ilegal. Di mana ekosistem rokok ilegal ini sudah sangat masif.
Andry mengatakan, rokok ilegal menyebabkan kebocoran penerimaan negara tak hanya karena tak kena cukai, tetapi juga lepas dari pajak pertambahan nilai (PPN).
"Ini berdampak negatif bagi penerimaan negara, mengingat cukai rokok berkontribusi besar, berrsama dengan penerimaan PPN dan Pajak Penghasilan (PPh)," tegasnya.
2. Target penerimaan CHT akan sulit tercapai

Andry Satrio menyebut target penerimaan CHT tahun 2025 sebesar Rp230,09 triliun di tahun depan akan sulit tercapai, jika dengan kenaikan HJE membuat masyarakat pindah dari rokok legal ke rokok ilegal.
“Pasti negara akan kehilangan penerimaan tidak hanya dari cukai, tetapi dari PPN. Jadi, pemerintah harus segera melakukan upaya yang extra ordinary. Jika tidak, tentunya ke depan kebocoran terkait dengan penerimaan negara itu juga pasti tidak akan teratasi,” katanya.
3. Industri hasil tembakau jadi penopang ekonomi yang besar

Andry Satrio menyebut industri hasil tembakau mempunyai daya besar terhadap perekonomian di beberapa daerah.
Ketergantungan pada industri ini juga yang membuat perekonomian daerah yang dimaksud dapat terganggu jika industri rokok mendapat tekanan, salah satunya karena penurunan permintaan akibat peredaran rokok ilegal.
"Selain perekonomian pemerintah daerah bisa turun akibat rokok ilegal, dampak lainnya adalah potensi bertambahnya pengangguran di tengah situasi ekonomi yang tidak baik-baik saja," jelasnya.
Di lain sisi, Andry Satrio mengapresiasi Kementerian Keuangan tidak menaikkan CHT tahun depan. Sebab, dengan menaikkan CHT berimplikasi tidak tercapainya penerimaan yang ditargetkan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
"Karena itu, diperlukan kebijakan fiskal berupa relaksasi untuk pemulihan IHT berupa moratorium CHT dan HJE. Mengingat sudah cukup porsi antara 72 persen hingga 83 persen dari hasil penjualannya merupakan pungutan resmi pemerintah," imbuh Andry Satrio.