Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenaikan Royalti Nikel Berlaku Sebentar Lagi, Pelaku Industri Teriak!

Ilustrasi bijih nikel (pexels.com/Paul Seling)
Ilustrasi bijih nikel (pexels.com/Paul Seling)
Intinya sih...
  • Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menolak kenaikan tarif royalti nikel yang dianggap tak tepat waktu.
  • Harga nikel global turun 16 persen dalam satu bulan terakhir dan 23 persen dalam enam bulan terakhir.
  • Kenaikan tarif royalti bertentangan dengan misi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai kemandirian ekonomi nasional.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menolak kenaikan tarif royalti nikel yang akan diberlakukan sebentar lagi, tepatnya pada pekan kedua bulan ini. Ketua Umum FINI, Alexander Barus menilai rencana kenaikan tarif royalti atas komoditas nikel perlu ditinjau kembali secara hati-hati.

“Penyesuaian kebijakan fiskal, seperti kenaikan royalti, harus mempertimbangkan kondisi pasar saat ini yang sedang mengalami penurunan harga agar tidak membebani pelaku industri di tengah upaya menjaga keberlangsungan hilirisasi nikel nasional,” ujar Alexander dikutip dari keterangannya, Jumat (11/4/2025).

1. Kenaikan tarif royalti nikel tak tepat waktu

ilustrasi tambang nikel dan tembaga (pexels.com/Tom Fisk)
ilustrasi tambang nikel dan tembaga (pexels.com/Tom Fisk)

Alexander menilai kenaikan tarif royal tak tepat waktu, mengingat harga nikel tengah anjlok tajam akibat tekanan geopolitik dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Di saat yang sama, industri nikel juga dibebani kenaikan biaya produksi dari kebijakan domestik seperti kenaikan UMR, penggunaan B40, retensi Devisa Hasil Ekspor (DHE), dan penerapan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT) mulai 2025.

2. Harga nikel global turun 16 persen

ilustrasi hilirisasi nikel (dok. WALHI)
ilustrasi hilirisasi nikel (dok. WALHI)

FINI mencatat, harga nikel global telah mengalami penurunan drastis sebesar 16 persen dalam satu bulan terakhir.

Bahkan, dalam 6 bulan terakhir, harga nikel global menurun hingga 23 persen, menyentuh level 13.800 dolar Amerika Serikat (AS) per ton. Angka itu merupakan yang terendah sejak 2020.

3. Kenaikan royalti dinilai tak sejalan dengan misi swasembada energi dan industrialisasi

Presiden RI Prabowo Subianto, Menko Perekonomian Airlangga Hartato, dan Menkeu Sri Mulyani Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4) (dok. tim komunikasi Prabowo)
Presiden RI Prabowo Subianto, Menko Perekonomian Airlangga Hartato, dan Menkeu Sri Mulyani Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4) (dok. tim komunikasi Prabowo)

FINI melihat kenaikan tarif itu bertolak belakang dengan misi Presiden Prabowo Subianto. FINI menggarisbawahi pernyataan Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi 2025 yang diselenggarakan pada 8 April lalu, tentang pentingnya kemandirian ekonomi nasional di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian.

Adapun strategi untuk mencapai kemandirian itu dengan pembangunan nasional, yang bertumpu pada swasembada pangan, energi, air, dan industrialisasi.

FINI mendesak penyesuaian kebijakan fiskal, seperti royalti, harus mempertimbangkan kondisi pasar tekini agar tidak membebani pelaku industri di tengah upaya menjaga keberlangsungan hilirisasi nikel nasional.

"Kami berkomitmen mendukung visi Presiden Prabowo dalam memperkuat industrialisasi dan kemandirian ekonomi nasional, dan mengajak pemerintah untuk mengedepankan kebijakan yang adaptif dan berpihak pada keberlanjutan industri strategis Indonesia," tutur Alexander.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Vadhia Lidyana
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us