Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenaikan Suku Bunga The Fed Bakal Tahan Aliran Capital Inflow

Shinta W. Kamdani, CEO Sintesa Group dalam acara Fortune Indonesia Summit 2022 pada Kamis (19/5/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Jakarta, IDN Times - Bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve (the Fed), menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen menjadi di kisaran 4,75-5 persen pada Rabu (22/3/2023). Suku bunga ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2017.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani mengatakan, kebijakan The Fed yang kembali menaikkan suku bunga acuan akan memberikan dampak pada aliran modal asing (net inflow) di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Adapun langkah The Fed menaikkan suku bunga cukup mengejutkan di tengah risiko krisis perbankan di Amerika Serikat (AS). Hal ini berarti The Fed masih akan melakukan pengetatan moneter untuk mengendalikan inflasi

"Kebijakan the Fed pada prinsipnya akan semakin mempersulit arus investasi dari AS. Ini bukan hanya ke Indonesia tetapi juga ke seluruh dunia," ucapnya kepada IDN Times, Jumat (24/3/2023).

1. The Fed ingin ciptakan pengetatan uang agar inflasi turun

Chairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Lebih lanjut, Shinta menjelaskan, pesan dari The Fed cukup jelas bahwa kebijakannya ingin menciptakan pengetatan peredaran uang (USD) agar inflasi turun.

Adapun indeks harga konsumen (IHK) AS naik 6 persen pada Februari 2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Inflasi AS ini lebih rendah dibandingkan inflasi Januari 2023 yang mencapai 6,4 persen yoy. Dibandingkan bulan sebelumnya (month-on-month/mom), inflasi AS mencapai 0,4 persen, lebih rendah dari Januari 2023 dengan inflasi 0,5 persen.

"Tetapi kenaikan (suku bunga The Fed) akan perlu melihat bagaimana perkembangan inflasi di AS. Apakah dengan kenaikan suku bunga yang ada saat ini pasar AS menunjukkan reaksi yang diinginkan terhadap inflasi," tegasnya.

2. The Fed menahan agresivitas kebijakan moneter, jika inflasi melandai

ilustrasi inflasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Shinta menjelaskan, The Fed baru akan menahan agresivitas kenaikan suku bunga acuannya, apabila inflasi di AS mulai melandai. Namun, terdapat konsekuensi terhadap suku bunga acuan nasional yang perlu dicermati kedepannya.

"Kita perlu perhatikan reaksi pasar dengan parameter nilai tukar. Kalau nilai tukar bisa dijaga stabilitasnya pasca-kenaikan suku bunga the Fed ini, saya rasa kita tidak punya kepentingan maupun urgensi untuk menaikkan juga suku bunga acuan, khususnya apabila inflasi domestik kita sendiri bisa dibuat downtrending atau turun dalam waktu dekat," tegasnya.

3. BI pertahankan suku bunga acuan

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2018 di Jakarta, Selasa (27/11/2018). Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang berupaya menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen pada keputusan hasil Rapat Dewan Gubernur 15-16 Maret 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, alasan bank sentral untuk mempertahankan BI7DRR, karena sejalan dengan stance kebijakan moneter yang preemptive dan forward looking, untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

"Bank Indonesia meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75 persen memadai untuk mengarahkan inflasi inti dan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen)," jelasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us