Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kombinasi Sentimen Eksternal dan Domestik Picu Rupiah Melemah

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)
Intinya sih...
  • Rupiah melemah terhadap dolar AS akibat ketidakpastian global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi RI.
  • Proyeksi pertumbuhan ekonomi RI tahun 2025 turun menjadi 4,5-5 persen, memicu aliran modal asing keluar dari pasar saham.
  • Yield obligasi pemerintah Indonesia masih di bawah 6,8-6,9 persen, sementara ketegangan perdagangan AS-China memperburuk prospek ekonomi global.

Jakarta, IDN Times – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menunjukkan tren pelemahan akibat meningkatnya ketidakpastian global.

Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menyatakan saat ini rupiah menjadi salah satu mata uang Asia yang menunjukkan performa kurang stabil terhadap dolar AS.

“Kalau kita bicara perkembangan rupiah saat ini, penutupan pada 9 Mei kemarin masih berada di kisaran Rp16.500-an. Artinya, sejauh ini rupiah masih menjadi salah satu mata uang di Asia yang mengalami pelemahan terhadap dolar AS,” kata Josua saat ditemui di kantor PermataBank, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

1. Bank Permata pangkas pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen

ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)

Salah satu faktor utama di balik tekanan terhadap rupiah adalah ekspektasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.

Dalam proyeksinya, pertumbuhan ekonomi pada 2025 diperkirakan berada di kisaran 4,5 hingga 5 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 5,11 persen.

Perlambatan ekonomi domestik diikuti oleh aliran modal asing keluar (capital outflow) dari pasar saham, karena prospek pertumbuhan ekonomi dinilai memiliki dampak langsung terhadap potensi keuntungan korporasi.

"Investor di pasar saham juga mempertimbangkan bagaimana prospek pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan berimplikasi pada corporate earnings. Hal ini menjadi salah satu faktor yang turut memengaruhi kinerja nilai tukar rupiah,” jelasnya.

2. Tekanan terjadi di pasar obligasi

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain pasar saham, tekanan juga dirasakan di pasar obligasi. Saat ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia masih berada di bawah level 6,8–6,9 persen.

“Kalau kita lihat saat ini, yield pasar obligasi juga masih berada di kisaran di bawah 6,8–6,9 persen,” ujarnya.

3. Ketegangan dagang AS-China turut memperburuk prospek ekonomi global

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China turut memperburuk prospek ekonomi global.

Meski kedua negara telah menurunkan tarif resiprokal mereka sebesar 115 persen dan berlaku 90 hari.

"Namun, kita juga perlu mencermati lebih lanjut. Kalau kita bicara soal trade war atau perang dagang antara Amerika Serikat dan China, secara umum kami dapat sampaikan bahwa kami telah mempertimbangkan hal tersebut dan merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini,” jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us