5 Komitmen PT Vale Indonesia terhadap Lingkungan yang Berkelanjutan

Masalah lingkungan sudah pasti menjadi salah satu kekhawatiran yang sering timbul saat membahas sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan tambang. Reaksi itu sebenarnya wajar apabila kita melihat aktivitas pertambangan yang erat kaitannya dengan ekstraksi dan eksploitasi kekayaan alam, sehingga dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati yang ada di sekitar. Masalah kian pelik mengingat ada banyak aktivitas penambangan ilegal atau tak bertanggung jawab yang melakukan eksploitasi secara destruktif atau tidak menerapkan prosedur penambangan yang sesuai ketentuan yang berlaku.
Biarpun demikian, tidak semua perusahaan tambang abai dalam masalah menjaga lingkungan. Dewasa ini, banyak perusahaan tambang nasional maupun internasional yang mulai menerapkan nilai-nilai berbasis keberlanjutan lingkungan demi menjaga ekosistem di alam sekitar lokasi pertambangan. PT Vale Indonesia jadi salah satu perusahaan tambang Indonesia yang giat menerapkan nilai-nilai keberlanjutan tersebut.
Sebagai informasi, PT Vale Indonesia merupakan perusahaan tambang yang bergerak dalam ekstraksi bijih nikel laterit dan sudah beroperasi sejak 1968. Berdasarkan kontrak karya 17 Oktober 2014—28 Desember 2025, PT Vale Indonesia luas konsesi sekitar 118.017 hektar yang terbagi di tiga provinsi berbeda, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Perusahaan tambang ini sadar betul kalau aktivitas pertambangan memang sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup serta pembangunan bangsa di masa depan. Di sisi lain, masalah lingkungan yang terdampak dari aktivitas pertambangan juga jadi faktor yang selalu dipertimbangkan supaya kelestarian alam di Bumi tetap terjaga. Maka dari itu, PT Vale Indonesia sudah semestinya memiliki komitmen terhadap lingkungan.
Dalam Laporan Keberlanjutan tahun 2023 yang diterbitkan PT Vale Indonesia, tertuang komitmen tegas atas produksi bijih nikel yang bertanggung jawab. Agar semakin mempertegas posisi perusahaan yang ingin selalu menambang kebaikan untuk semua pihak, ada lima komitmen lingkungan yang sudah mulai dijalankan untuk jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Nah, kira-kira apa saja komitmen PT Vale Indonesia dalam #MenambangKebaikan untuk masyarakat, alam, dan negara itu? Yuk, cari tahu jawabannya di bawah ini!
1. Mengelola tambang yang rendah karbon

Merujuk pada Paris Agreement dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, PT Vale Indonesia turut berkontribusi untuk menurunkan beban emisi karbon sebagai salah satu fokus utama. Dalam Laporan Keberlanjutan Tahun 2023, PT Vale Indonesia sudah menentukan roadmap soal usaha menurunkan beban emisi ini sebagai rencana jangka panjang yang terbagi atas 7 tahapan yang berujung pada karbon netral di tahun 2050 nanti.
Saat ini, PT Vale Indonesia sudah memasuki tahapan empat yang dimulai dari tahun 2024 hingga 2025. Capaian yang hendak diraih pada tahapan ini berkaitan dengan uji coba bahan bakar biomassa hingga 30 persen untuk pembakaran di pabrik batubara, uji coba bus elektrik, uji coba jangka panjang biomassa sebagai reduktor sekitar 10—20 persen, konversi beberapa jenis bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan terbarukan, menggunakan pemanas listrik untuk pengeringan bahan tambang, hingga studi konseptual tentang pengembangan tempat penyimpanan bijih basah.
Emisi karbon yang jadi salah satu emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas PT Vale Indonesia ditargetkan turun hingga 33 persen pada tahun 2030 mendatang. Pada Laporan Keberlanjutan 2023, tertulis soal jumlah emisi GRK tahun tersebut sebesar 2.032.313 CO2eq/ton Ni (ton of carbon dioxide equivalent per ton nikel). Angka ini turun sekitar 29,1 ton CO2eq/ton Ni atau1,3 persen dibanding laporan tahun 2022. Penurunan emisi GRK ini akan terus bertambah seiring dengan pelaksanaan berbagai strategi yang sudah disebutkan sebelumnya.
Mendorong teknologi yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi karbon memang jadi salah satu target yang paling penting untuk dicapai. Sebab, berdasarkan hasil konferensi rilisan American Institute of Physics Publishing, jejak karbon yang ditimbulkan dari ekstraksi tambang nikel sangat berpotensi menyumbang polusi. Penyebab utamanya disebutkan berasal dari penggunaan energi fosil atau tak terbarukan sehingga pendekatan dengan menggunakan bahan bakar terbarukan jadi salah satu solusi penting untuk mengurangi emisi karbon dari aktivitas tambang nikel.
2. Mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA)

Masalah pengelolaan lingkungan demi keberlanjutan dan kelestarian alam selanjutnya terkait dengan tempat pembuangan akhir (TPA) yang bebannya perlu dikurangi. Kita semua tahu kalau kapasitas TPA itu terbatas dan akan semakin penuh jika terus diisi tanpa adanya proses pengolahan atau penghancuran limbah yang dibuang di sana. Dengan demikian, setidaknya perusahaan tambang perlu mengurangi volume limbah yang dibuang ke TPA sembari membantu mengembangkan sistem daur ulang limbah yang baik.
Pada Laporan Keberlanjutan 2023, PT Vale Indonesia pun sudah berkomitmen untuk mengurangi limbah ke TPA hingga angka nol pada tahun 2025. Target ini sebenarnya lebih cepat lima tahun dari rencana pemerintah sehingga perlu usaha ekstra untuk mewujudkannya. Adapun, langkah utama yang dilakukan untuk mewujudkan target ini adalah dengan mengelola timbulan limbah dari proses ekstraksi tambang, produksi bahan tambang, dan segala kegiatan penunjang maupun domestik secara optimal.
Pengelolaan berbagai jenis limbah—terdiri atas limbah B3 maupun non-B3—ini dilakukan dengan penerapan sistem 4R (reduce, reuse, recycle, dan recovery). Selain itu, upaya lain untuk mengurangi volume limbah ke TPA dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan kantong plastik, memanfaatkan limbah organik untuk kompos ataupun pakan maggot, melakukan donasi sampah yang bisa didaur ulang ke bank sampah, dan edukasi sekaligus pendampingan tentang pengelolaan sampah pada masyarakat sekitar.
3. Mengurangi konsumsi air

Dalam jurnal berjudul, "The Impact of Metal Mining on Global Water Stress and Regional Carrying Capasities—A GIS-Based Water Impact Assessment" karya Simon Meißner, konsumsi air pada industri pertambangan, termasuk nikel, dapat menimbulkan efek signifikan pada tingkat regional. Sebab, kapasitas air di satu daerah jelas berbeda dibanding daerah lain dan pada daerah yang minim ketersediaan air, penggunaan air untuk penambangan dapat mempengaruhi kebutuhan air untuk sektor-sektor lain. Sebagai perusahaan tambang nikel, PT Vale Indonesia sudah pasti membutuhkan air untuk aktivitas penambangan, produksi, hingga distribusi hasil tambangnya.
Dilansir Vale, penggunaan sumber air utama dari PT Vale Indonesia berasal dari Sungai Larona, Danau Matano, Danau Mahalona, dan Danau Towuti. Sumber-sumber air ini utamanya dimanfaatkan untuk operasional PLTA yang ada di Sungai Larona, dimana air akan dialirkan ke reservoir dalam bendungan menuju kanal dan nantinya akan menggerakkan turbin. Disebutkan kalau penggunaan air yang dilakukan PT Vale Indonesia sama seperti air yang diambil dari sumbernya, tanpa mengambil air dari wilayah water stress.
Sementara itu, komitmen untuk mengurangi penggunaan air dari sumber air alami dilakukan PT Vale Indonesia dengan cara memasang flow meter pada jalur distribusi air, memanfaatkan air daur ulang dari Lamella Gravity Settler dan air sisa produksi, dan menggunakan aplikasi SWAP (Stream, Water, Air, and Power) guna memantau penggunaan air. Selain itu, untuk mengendalikan beban pencemaran air limbah, dilakukan pula pengelolaan limbah cair agar mengurangi pencemaran badan air dan membangun kolam pengendapan di blok Sorowako.
Menurunkan intensitas sembari mengawasi penggunaan air dari sumber alami jelas jadi hal yang sangat penting untuk dilakukan PT Vale Indonesia. Sebab, tiga danau yang jadi sumber air konsumsi perusahaan ini masih dimanfaatkan masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas sehari-hari. Apalagi, ketiga danau tersebut sudah masuk dalam Kawasan Konserasi Taman Wisata Alam.
Berdasarkan data yang dilampirkan dalam Laporan Keberlanjutan 2023, penggunaan air pada 2023 sudah menurun hingga 11 persen jika dibandingkan pada 2022. Pada 2023, penggunaan volume air sekitar 7.561.108 meter kubik dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 8.519.762 meter kubik. Menariknya, meski mengurangi penggunaan air, volume produksi nikel yang dihasilkan PT Vale Indonesia justru meningkat dari 60.090 ton pada tahun 2022 menjadi 70.728 ton pada tahun 2023.
4. Reklamasi lahan bekas tambang serta rehabilitasi lahan di sekitar

Proses keberlanjutan bukan hanya berlangsung sebelum dan ketika penambangan dilakukan oleh satu perusahaan. Hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pasca tambang sudah sepatutnya dipikirkan dengan matang agar lingkungan di sekitar area tambang tidak rusak pasca operasi penambangan berakhir. Sebagaimana yang tertuang dalam Laporan Keberlanjutan 2023, PT Vale Indonesia sudah memiliki Rencana Pascatambang (RPT) yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Langkah utama yang diambil PT Vale Indonesia untuk reklamasi lahan bekas tambang serta rehabilitasi lahan sekitar utamanya dilakukan dengan melakukan penanaman kembali tanaman dan pohon. Selain itu, fokus lain yang bakal direhabilitasi berada di daerah aliran sungai serta lahan kritis. Jenis tanaman yang diprioritaskan terdiri atas tanaman yang dapat dimanfaatkan serta berpotensi menjadi pakan hewan liar, sehingga diharapkan dapat membangun kembali ekosistem seperti semula.
Target yang ingin dicapai PT Vale Indonesia untuk urusan rehabilitasi di berbagai kawasan, khususnya daerah aliran sungai, adalah mengembalikan lebih dari 75 persen tanaman yang tumbuh dan sehat dari jumlah awal sebelum operasi penambangan. Kegiatan reklamasi dan rehabilitasi ini juga mengajak masyarakat setempat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan nantinya.
5. Membantu konservasi keanekaragaman hayati

Operasi penambangan yang berada di bentang alam sedikit banyak pasti akan mendistrupsi keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu, perusahaan tambang sudah sepatutnya kalau perusahaan tambang turut berkontribusi dalam menjaga keanekaragaman hayati. Tentunya, komitmen atas masalah ini sudah direncanakan dan dilaksanakan dengan matang oleh PT Vale Indonesia.
Langkah utama yang dilakukan perusahaan ini untuk menjaga keanekaragaman hayati di sekitar area pertambangan adalah dengan membatasi luasan pembukaan lahan tiap tahunnya. Kemudian, PT Vale Indonesia juga melibatkan bantuan dari masyarakat, lembaga swadaya, pemerintah, dan pihak ketiga untuk memantau sekaligus mengevaluasi proses rehabilitasi pascatambang seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, perusahaan ini juga menargetkan sekitar 10 ribu hektar lahan yang sudah direklamasi dan direhabilitasi untuk diserahkan ke pemerintah guna dihutankan kembali.
Tak hanya itu, PT Vale Indonesia juga terlibat secara langsung dan aktif dalam upaya konservasi hewan maupun tanaman yang terancam punah. Khusus di blok Sorowako saja, ada sekitar 43 spesies dilindungi berdasarkan rilis IUCN Red List. Untuk itu, dibangun Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sawerigading Wallacea yang diresmikan pada 30 Maret 2023 sebagai tempat konservasi hewan dan tanaman di sana. Selain untuk konservasi alam, tempat seluas 15 hektar ini juga dimanfaatkan untuk edukasi, rekreasi, dan pusat nursery.
Mau bagaimanapun ceritanya, aktivitas tambang memang sudah pasti memiliki dampak pada lingkungan. Hanya saja, dampak-dampak itu bukannya tidak bisa diminimalisir sama sekali. Keseriusan dalam menjaga alam sudah sepatutnya menjadi kewajiban bagi perusahaan-perusahaan tambang dan hal inilah yang coba dibangun PT Vale Indonesia lewat lima komitmennya di atas.
Di luar hal tersebut, bukan hanya PT Vale Indonesia ataupun pemerintah saja yang memiliki kewajiban menjaga lingkungan. Kita, sebagai individu, juga harus terlibat dalam segala upaya memperbaiki alam, karena ekosistem yang seimbang sudah pasti menghasilkan kehidupan yang berkualitas. Sekecil apa pun kontribusi kita untuk alam, sudah sepatutnya kita usahakan karena semua kebaikan yang diperoleh hari ini dan besok itu selalu #StartWithMe!