Larangan Ekspor Bauksit Indonesia Disebut Bakal Untungkan Malaysia

Jakarta, IDN Times – Malaysia, yang pernah menjadi salah satu dari 10 pemasok bauksit terbesar dunia ke China, disebut-sebut akan menerima manfaat dari larangan ekspor bauksit Indonesia.
Hal itu diungkapkan Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim Malaysia, Nik Nazmi, kepada The Straits Times, Minggu (1/1/2023).
“Dalam situasi ini, jika suatu negara (Indonesia) telah memberlakukan larangan ekspor bauksit, maka permintaan global akan beralih ke negara lain mana pun yang dapat memasok sumber daya tersebut,” ungkap Nazmi.
“Dalam hal ini, permintaan bauksit dari Malaysia akan tinggi, terutama dari China,” tambahnya.
Nazmi menambahkan, meskipun sejak 2019 Malaysia telah memberlakukan batas ekspor bauksit sebesar 600 ribu ton per bulan, batas ekspor itu masih kurang dimanfaatkan dan tidak akan ditingkatkan untuk Malaysia demi memenuhi permintaan dari China pada 2023.
China telah mengimpor bauksit sebanyak 107,42 juta ton pada 2021. Beijing mengimpor hingga 15 persen cadangan bauksitnya dari Indonesia.
1. Penghentian ekspor dimulai pada Juni
Indonesia, yang merupakan penghasil bauksit terbesar ke-enam di dunia, telah mengambil langkah proteksionis dengan melarang ekspor biji bauksit mentah mulai Juni 2023.
Langkah itu disebut untuk bisa meningkatkan pendapatan negara, dari Rp21 triliun menjadi Rp62 triliun, serta membuka lapangan kerja dan menciptakan pertumbuhan.
Penghentian ekspor pertama kali dilakukan pada 2014, yang kemudian membuka jalan bagi Malaysia untuk muncul sebagai produsen utama di belakang permintaan yang melonjak dari China.
Namun pada 2019, peringkat Malaysia turun menjadi 18 di antara 20 produsen terbesar dunia, setelah larangan penambangan selama tiga tahun diberlakukan pada 2016 karena penambangan yang tidak diatur di negara bagian timur Pahang.
2. Penambangan bauksit memicu kontroversi di Malaysia

Penambangan bauksit menjadi kontroversi nasional dan dikritik oleh pecinta lingkungan, setelah limpasan dari timbunan mencemari sumber air, menodai jalan, sungai, dan perairan pesisir menjadi merah.
Produksi bauksit negara itu, yang mencapai 27,7 juta ton pada 2015, anjlok lebih dari 96 persen menjadi hanya 900.561 ton pada 2019. Selanjutnya, ekspor Malaysia juga menyusut sekitar 74 persen menjadi sekitar 912.118 ton pada 2019, dari 3,5 juta ton pada 2015.
Peraturan yang ketat dengan izin penambangan yang minim di Pahang pada periode 2020 dan 2021 serta kewajiban studi dampak lingkungan juga telah menyebabkan ekspor Malaysia semakin menyusut menjadi hanya 227.691 ton pada 2021.
3. Kebijakan Indonesia diprediksi akan menaikkan harga aluminium

Permintaan China terhadap biji bauksit telah tumbuh dengan cepat selama beberapa tahun terakhir, karena industri alumina mencapai kecepatan penuh dengan perluasan kapasitas alumina.
China memurnikan bauksit untuk mendapatkan alumina, yang dilebur untuk menghasilkan aluminium. Peleburan adalah proses mengekstraksi logam dari bijinya.
Ekonom Julian Conway McGill mengantisipasi peningkatan ekspor bauksit Malaysia, karena keputusan China untuk membuka kembali ekonominya akan membantu merangsang permintaan peleburan aluminium.
“Gangguan pasokan dari larangan ekspor terbaru dapat menyebabkan harga bauksit naik dalam jangka pendek. Ini akan mendorong penambang di Malaysia untuk memproduksi lebih banyak bauksit, yang akan mengurangi biaya produksi yang lebih tinggi,” katanya.
Analis juga memperkirakan kebijakan Indonesia akan menaikkan harga aluminium dalam jangka pendek.
Kontrak berjangka aluminium tiga bulan di London Metal Exchange mencapai 2.378 dollar AS per ton pada penutupan Jumat lalu.
RHB Research memperkirakan, dalam waktu dekat, harga aluminium London Metal Exchange diperdagangkan dalam kisaran 2.300-2.500 dollar AS per ton.
”Ini akan didukung oleh tingkat persediaan aluminium yang rendah secara global, peningkatan adopsi aluminium dari sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik, serta potensi pelonggaran langkah-langkah penahanan Covid-19 di China,” ungkap rumah riset tersebut.