Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Local Brand Winter, Fenomena Kebangkrutan yang Menghantui Brand Lokal

Ilustrasi brand fashion lokal (pexels.com/@Sam Lion)
Ilustrasi brand fashion lokal (pexels.com/@Sam Lion)
Intinya sih...
  • Industri brand lokal di Indonesia menghadapi tantangan besar dengan penurunan signifikan dalam pertumbuhan brand lokal.
  • Tekanan dari brand internasional, terutama Tiongkok, menjadi faktor utama yang menyebabkan banyak bisnis lokal gulung tikar.
  • Hypefast menyarankan para pemilik brand lokal untuk fokus pada stabilitas arus kas dan merencanakan pengeluaran dengan cermat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Industri brand lokal di Indonesia kini tengah menghadapi tantangan besar yang dikenal dengan istilah Local Brand Winter. Fenomena ini menandai penurunan signifikan dalam pertumbuhan brand lokal dengan banyaknya bisnis yang terpaksa menghentikan operasional akibat persaingan ketat dan penurunan investasi.

Beberapa brand lokal seperti Syca, Roona Beauty, dan Matoa telah menutup bisnisnya pada akhir 2024. Tekanan dari brand internasional, terutama dari Tiongkok yang agresif dalam pemasaran dan modal, jadi salah satu faktor utama yang menyebabkan fenomena ini terjadi.

Hypefast, sebagai house of brands yang berfokus pada pengembangan brand lokal, merespons fenomena ini dengan membagikan strategi agar brand lokal tetap relevan dan bertahan di pasar. Dalam Media Iftar yang berlangsung pada Selasa (18/3/2025), CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, menekankan pentingnya kesiapan menghadapi kompetisi yang semakin kuat dan mengajak para pendiri brand lokal untuk lebih realistis dalam menyusun strategi berkelanjutan​ guna menciptakan brand yang sehat.

1. Kelola cash flow dengan lebih baik

CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, dalam Media Iftar di Manzo Jakarta. 18 Maret 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)
CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, dalam Media Iftar di Manzo Jakarta. 18 Maret 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh pendiri brand lokal adalah menganggap bahwa profitabilitas otomatis berarti arus kas yang sehat. Menurut Hypefast, profit hanya mencerminkan keuntungan di atas kertas, sedangkan cash flow adalah indikator utama yang menentukan keberlangsungan bisnis sehari-hari.

"Setahun terakhir, minat terhadap brand lokal mengalami penurunan akibat adanya kompetisi gak sehat dari brand global, terutama China, yang memiliki dukungan sangat kuat. Dari industri kecantikan, buktinya banyak brand yang masih dianggap sebagai brand lokal, padahal itu jelas dari China. Marketing mereka sangat kuat sehingga brand lokal harus segera mengambil tindakan," ujar Achmad.

Salah satu strategi untuk bisa tetap bertahan, Mad, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa cash flow harus dikelola dengan baik. Kalau tidak, bisnis bisa terjebak dalam situasi sulit, bahkan dengan profit yang tinggi​ sekalipun. Untuk itu, Hypefast menyarankan para pemilik brand lokal untuk merencanakan pengeluaran dengan cermat, mulai dari pembelian inventaris hingga pengurangan biaya yang tidak diperlukan.

Jika pemahaman tentang cash flow masih kurang, sebaiknya melibatkan ahli keuangan untuk membantu mengelola arus kas secara lebih baik. Ini penting untuk menjaga kelangsungan usaha dalam jangka panjang​.

2. Jangan cuma mengejar untung, keuangan harus stabil untuk bisa tetap bertahan

ilustrasi uang datang (freepik.com/ rawpixel.com)
ilustrasi uang datang (freepik.com/ rawpixel.com)

Dalam situasi Local Brand Winter, pertumbuhan cepat tanpa mempertimbangkan cash flow bisa menjadi bumerang bagi brand lokal. Hypefast menegaskan bahwa mengejar pertumbuhan yang cepat bukanlah strategi yang tepat di tengah ketidakpastian pasar. Sebaliknya, bisnis harus fokus pada stabilitas arus kas untuk menghadapi masa sulit​.

Banyak brand lokal terjebak dalam obsesi untuk memperluas pasar tanpa memperhitungkan kondisi keuangan. Namun, Hypefast menekankan bahwa menjaga cash flow yang sehat, lebih penting daripada mengejar pertumbuhan agresif. Dalam jangka panjang, bisnis yang memiliki arus kas positif akan lebih mampu bertahan dan berkembang secara berkelanjutan.

3. Mengutamakan strategi yang realistis

Ilustrasi orang mendiskusikan grafik strategi (Pexels.com/fauxels)
Ilustrasi orang mendiskusikan grafik strategi (Pexels.com/fauxels)

Di tengah fenomena Local Brand Winter, idealisme yang berlebihan bisa jadi jebakan bagi banyak brand lokal. Hypefast menekankan pentingnya bersikap realistis dan fokus pada strategi yang matang dan berkelanjutan. Menghadapi persaingan yang ketat, brand lokal harus siap beradaptasi dan mungkin perlu mengurangi ekspektasi untuk sementara waktu.

Alih-alih mengejar pertumbuhan cepat, bisnis lokal harus berfokus pada strategi yang memungkinkan mereka bertahan dan tetap relevan di pasar. Ini bisa mencakup pengurangan biaya, restrukturisasi operasi, atau bahkan fokus pada ceruk pasar yang lebih spesifik. Dengan pendekatan ini, brand lokal dapat bertahan dan berkembang kembali saat situasi pasar membaik​.

"Kita ambil contoh, industri kecantikan. Dalam konteks ini, fast beauty menjadi salah satu faktor sebuah brand gulung tikar. Itu karena brand hanya berpikir untuk mendapatkan keuntungan melalui inovasi produk, mengikuti tuntutan konsumen, tanpa berpikir panjang tentang stabilitas brand, baik secara internal maupun eksternal," tutur Mad.

4. Bersaing dengan mencari modal lebih besar

ilustrasi investasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi investasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Di masa Local Brand Winter, Hypefast mengingatkan bahwa menunda pendanaan bisa menjadi risiko besar. Jika ada kesempatan untuk mendapatkan investasi, sebaiknya kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan bisnis dan menyusun strategi pertumbuhan yang lebih matang​.

Pasalnya, dengan modal yang cukup, brand lokal dapat memperkuat arus kas dan menghadapi persaingan yang semakin ketat dari brand luar negeri. Tanpa modal yang memadai, sangat sulit bagi brand lokal untuk bertahan, apalagi bersaing dengan brand yang memiliki dana pemasaran jauh lebih besar, seperti yang terjadi pada brand dari China atau Tiongkok.

5. Ingat goal dalam membangun brand, harus mandiri secara finansial!

CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, dalam Media Iftar di Manzo Jakarta. 18 Maret 2025. (dok. Hypefast)
CEO Hypefast, Achmad Alkatiri, dalam Media Iftar di Manzo Jakarta. 18 Maret 2025. (dok. Hypefast)

Hypefast mengingatkan bahwa tujuan akhir dari setiap bisnis adalah mencapai kemandirian yang berkelanjutan. Di mana, bisnis tidak hanya mengandalkan investor, tetapi juga memiliki arus kas yang positif. Dengan kata lain, brand lokal harus berupaya menjadi self-sufficient, yakni mampu bertahan dan berkembang tanpa harus bergantung sepenuhnya pada modal eksternal​.

Usaha yang mandiri secara finansial akan lebih fleksibel dalam menghadapi tantangan ekonomi dan perubahan pasar. Dengan cash flow yang kuat, brand lokal juga bisa lebih leluasa menyusun strategi jangka panjang tanpa tekanan dari pihak luar. Hal ini penting untuk membangun brand yang stabil dan mampu bertahan dalam berbagai situasi​.

Hypefast memberikan panduan berharga bagi brand lokal Indonesia untuk menghadapi tantangan Local Brand Winter. Selain paparan solusi di atas, Hypefast pun terus berkomitmen untuk mendukung brand lokal dalam mencapai kemandirian dan keberlanjutan yang lebih kuat​.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
Febriyanti Revitasari
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us