Menkeu Purbaya Sebut Sistem Keuangan RI Kering, Benarkah?

- Kondisi AL/DPK Juni mencapai 27,08 per Juli
- Rasio kredit bermasalah di perbankan rendah pada Juni 2025
- Kecukupan likuiditas di bank masih memadai menurut data indikator
Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyoroti kondisi sistem finansial Indonesia, yang menurutnya, dalam kondisi “kering” terutama dari sisi likuiditas.
Menurutnya, kondisi ini dipicu oleh tidak selarasnya kebijakan fiskal dan moneter, yang berdampak langsung pada terbatasnya perputaran uang di masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi melambat dan lapangan kerja pun semakin sulit diakses.
“Begitu saya masuk ke Kemenkeu, lihat sistem finansial kita agak kering. Selama satu tahun terakhir orang susah cari kerja, karena ada kesalahan kebijakan, antara moneter dan fiskal,” ujar Purbaya.
Lantas, benarkan likuiditas perbankan kering dan perputaran uang di masyarakat surut?
1. Kondisi AL/DPK Juni mencapai 27,08 per Juli

Berdasarkan data Bank Indonesia, likuiditas perbankan juga terjaga yang tecermin dari tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,08 persen pada Juli 2025. AL/DPK adalah singkatan dari Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga, yaitu rasio antara aset likuid (seperti kas, giro, dan surat berharga yang mudah dicairkan) dengan total dana nasabah yang dihimpun oleh bank (tabungan, giro, deposito).
Bank biasanya diwajibkan untuk menjaga rasio ini agar tetap di atas batas minimum tertentu (biasanya sekitar 10-15 persen) oleh regulator seperti Bank Indonesia, guna memastikan kestabilan sistem perbankan.
2. Kondisi rasio kredit bermasalah di perbankan

Sementara itu, pada Juni 2025, kredit bermasalah di sektor perbankan nasional tercatat masih sangat rendah, baik secara bruto (2,22 persen) maupun neto (0,84 persen). Secara lebih rinci, kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) adalah pinjaman yang tidak dibayar tepat waktu oleh nasabah, atau yang telah macet selama lebih dari 90 hari.
Rasio NPL bruto sebesar 2,22 persen menunjukkan dari seluruh kredit yang disalurkan oleh perbankan di Indonesia, sebanyak 2,22 persen di antaranya termasuk dalam kategori bermasalah (tidak lancar atau macet). Rasio ini mencerminkan total potensi risiko kredit, sebelum dikurangi dengan cadangan kerugian yang telah disiapkan oleh bank.
Sementara itu, rasio NPL neto sebesar 0,84 persen menggambarkan sisa risiko setelah bank menyisihkan cadangan dana (provisi) untuk mengantisipasi kerugian dari kredit bermasalah tersebut. Dengan kata lain, hanya 0,84 persen dari total kredit yang berpotensi menimbulkan kerugian nyata bagi keuangan bank.
3. Kecukupan likuiditas di bank masih memadai

Dengan data dua indikator untuk menilai kecukupan likuiditas di perbankan, maka bisa disimpulkan kondisi likuiditas perbankan Indonesia memadai dan dalam keadaan sehat karena rasio AL/DPK mencapai 27,08 persen. Ini berarti bank memiliki cadangan aset likuid yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan dana nasabah, sehingga tidak ada kekhawatiran soal kekeringan likuiditas di sektor perbankan.
Sementara kondisi kondisi kredit perbankan nasional dalam keadaan sehat karena jumlah pinjaman yang bermasalah (gagal bayar) masih tergolong kecil yang tercermin dalam rasio NPL secara brtuo dan neto.
Dengan demikian, pilihan kata "kering" yang digunakan Menkeu Purbaya tidak tercermin dalam kondisi perbankan saat ini sesuai dengan dua indikator di atas.