Nasib Tesla jika Dijual Elon Musk, Kembali Stabil atau Malah Hancur?

- Kepergian Musk bisa membawa efek positif jika publik melihatnya sebagai langkah menuju fokus bisnis yang lebih serius.
- Citra perusahaan dapat membaik, memicu masuknya modal baru, serta menemukan kembali kestabilan.
- Jika Musk keluar tanpa pengganti yang kuat, nilai perusahaan bisa anjlok drastis karena reputasi dan visi Tesla terkait erat dengan dirinya.
Awalnya, 2025 diprediksi menjadi masa kejayaan Elon Musk. Namun, berbagai dinamika justru membuat tahun ini menjadi salah satu tantangan terbesar dalam karier pria yang dikenal sebagai orang terkaya di dunia tersebut.
Musk tak hanya mendapat peran memimpin lembaga fiktif Department of Government Efficiency (DOGE), tapi juga di pusaran fluktuasi ekonomi global, hingga polemik sebagai tokoh publik nonterpilih. Hal ini membuat banyak pihak menilai Musk mungkin akan mengambil langkah besar berikutnya.
Salah satu spekulasi yang beredar adalah kemungkinan Elon Musk melepas kendali atas Tesla, perusahaan mobil listrik yang selama ini identik dengan dirinya. Meski belum ada indikasi resmi, laporan Barron’s menyebutkan bahwa saham Tesla menunjukkan pola "death cross" pada 14 April lalu—indikator teknikal yang sering kali mengisyaratkan tren penurunan jangka panjang.
GOBankingRates mewawancarai sejumlah pakar keuangan untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada saham Tesla jika Musk benar-benar menjual perusahaan tersebut.
1. Peluang stabilitas pasar

Sejumlah analis menilai bahwa kepergian Musk bisa membawa efek positif jika publik dan investor melihatnya sebagai langkah menuju fokus bisnis yang lebih serius. Javier Palomarez, CEO United States Hispanic Business Council (USHBC), mengatakan bahwa citra perusahaan dapat membaik jika tidak lagi dikaitkan dengan kontroversi pribadi Musk.
"Investor bisa merasa lebih tenang dan melihat Tesla sebagai perusahaan yang kembali fokus pada inovasi, bukan drama politik. Ini dapat memicu masuknya modal baru," ujar Palomarez.
Ia juga menambahkan bahwa jika Musk memutuskan seluruh keterlibatannya, Tesla bisa menemukan kembali kestabilan serta memperluas basis investor lama dan baru.
2. Potensi penurunan nilai

Namun demikian, Palomarez juga memperingatkan bahwa posisi Musk masih sangat berpengaruh dalam persepsi pasar. Jika ia tetap berada di Tesla di tengah tekanan politik, ada kemungkinan regulator mulai mengincar perusahaannya karena keterlibatannya dalam proyek-proyek federal. Situasi ini bisa memicu pengawasan ketat yang berdampak pada kinerja saham dan ruang gerak bisnis Tesla.
Di sisi lain, jika Musk memutuskan keluar tanpa menyiapkan sosok pengganti yang kuat dan kredibel, nilai perusahaan bisa anjlok drastis. "Sulit mencari figur yang bisa menandingi kemampuan Musk dalam memasarkan, berinovasi, dan memimpin," ujarnya. Terlebih, reputasi Musk selama ini bukan hanya sebagai CEO, melainkan juga wajah dan visi Tesla itu sendiri. Tanpa transisi yang mulus, pasar bisa bereaksi negatif terhadap ketidakpastian arah kepemimpinan perusahaan.
3. Risiko hancur total

Lebih ekstrem lagi, Eric Schiffer dari Reputation Management Consultants menggambarkan potensi dampaknya secara dramatis. “Kalau Musk hengkang, saham Tesla bisa meledak seperti baterai lithium yang terbakar saat pesta kembang api 4 Juli,” katanya.
Schiffer menjelaskan bahwa investor membeli Tesla karena mereka percaya pada visi dan otak Musk. Tanpa dirinya, saham Tesla bisa menjadi seperti kapal Titanic—besar, namun tenggelam tragis. “Itu seperti mencabut otak dan jantung lalu berharap tubuhnya masih hidup,” tegasnya.
Kendati semua prediksi ini masih bersifat spekulatif, satu hal yang pasti: masa depan Tesla sangat bergantung pada keputusan Elon Musk ke depan. Apakah ia akan tetap memegang kendali atau menyerahkan tongkat estafet kepada pemimpin baru, masih menjadi pertanyaan besar di dunia bisnis dan pasar modal global.