Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Nike Kurangi Produksi di China untuk Hadapi Dampak Tarif AS

Ilustrasi logo nike (unsplash.com/mojtaba mosayebzadeh)
Ilustrasi logo nike (unsplash.com/mojtaba mosayebzadeh)
Intinya sih...
  • Produksi dipindah ke Vietnam dan India untuk mengurangi ketergantungan pada China, yang terkena tarif impor baru AS.
  • Tarif impor baru AS tidak hanya mempengaruhi Nike, tapi juga industri olahraga secara keseluruhan.
  • Kinerja keuangan stabil, strategi ‘Win Now’ yang fokus pada inovasi dan pemasaran berbasis olahraga mulai menunjukkan hasil.

Jakarta, IDN Times - Nike, produsen perlengkapan olahraga asal Amerika Serikat (AS), mengumumkan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan produksi di China guna mengatasi dampak tarif impor baru yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Saham Nike melonjak 11 persen dalam perdagangan pasca-bursa setelah hasil kuartal keempat melampaui ekspektasi dan proyeksi penurunan pendapatan kuartal pertama lebih kecil dari perkiraan. Strategi ini mencerminkan upaya perusahaan menjaga stabilitas keuangan di tengah ketegangan perdagangan global.

1. Produksi dipindah, Nike fokus diversifikasi rantai pasok

Nike menyatakan tarif impor baru AS dapat menambah beban biaya hingga 1 miliar dolar AS (Rp16,2 triliun), mengingat sekitar 16 persen sepatu Nike yang dijual di AS berasal dari China.

“Kami sedang mempercepat diversifikasi rantai pasok untuk mengurangi ketergantungan pada China,” ujar Chief Financial Officer Nike, Matthew Friend.

Produksi kini sebagian besar telah beralih ke Vietnam, yang menyumbang 50 persen sepatu dan 26 persen pakaian Nike. Namun, Vietnam juga terkena tarif 46 persen, sehingga perusahaan mempertimbangkan alternatif seperti India yang hanya dikenai tarif 26 persen.

“Diversifikasi tidak mudah karena kompleksitas produksi sepatu, tetapi Nike punya kapasitas untuk beradaptasi,” kata analis UBS, Jay Sole.

Nike juga mulai menaikkan harga produk secara bertahap mulai musim gugur 2025 untuk menyesuaikan beban tarif.

“Kami akan berbagi beban ini dengan konsumen, namun kenaikannya tidak akan mengganggu pangsa pasar kami,” jelas Friend.

2. Efek domino tarif terhadap industri olahraga

Tarif baru sebesar 54 persen untuk impor dari China dan 46 persen dari Vietnam tidak hanya menghantam Nike, tapi juga industri olahraga secara keseluruhan. Saham Adidas dan Puma masing-masing turun 11 persen dan 10 persen.

“Banyak perusahaan telah mengalihkan produksi dari China ke Vietnam, tapi sekarang tak ada lagi tempat aman,” ujar analis BMO Capital Markets, Simeon Siegel.

Dilansir Morningstar Research, lonjakan harga akan menjadi tren industri, bukan masalah tunggal Nike. “Nike tidak akan sendirian menaikkan harga. Ini akan terjadi di seluruh sektor,” jelas analis David Swartz.

Namun, perpindahan produksi ke negara seperti India atau Bangladesh tak bisa instan karena infrastruktur belum memadai. “Tarif ini bisa memperpanjang antrean pengangguran dan menekan upah,” ungkap analis ketenagakerjaan, Judd, dilansir ProPublica.

3. Kinerja keuangan stabil, strategi ‘Win Now’ diandalkan

Nike memproyeksikan penurunan pendapatan kuartal pertama pada kisaran satu digit menengah, lebih baik dari estimasi analis sebesar 7,3 persen. CEO Nike, Elliott Hill, menekankan bahwa strategi “Win Now” yang fokus pada inovasi dan pemasaran berbasis olahraga mulai menunjukkan hasil.

“Kategori lari kembali tumbuh, produk seperti Pegasus dan Vomero mendapat sambutan positif,” ujarnya, dikutip Reuters.

Untuk merespons tekanan biaya, Nike juga mengevaluasi efisiensi pengeluaran korporat. Persediaan tetap stabil di angka 7,5 miliar dolar AS (Rp121,5 triliun) per 31 Mei, mencerminkan manajemen inventaris yang baik.

“Kami akan terus berinvestasi dalam inovasi sambil menjaga efisiensi,” ujar Friend, dilansir Yahoo Finance.

Meski tantangan di China masih besar akibat kondisi ekonomi dan persaingan lokal, Nike tetap optimistis.

“Kami sedang membangun fondasi pertumbuhan jangka panjang, dan hasil kuartal ini menunjukkan kami berada di jalur yang tepat,” ujar Hill, dikutip BBC.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us