OJK: Restrukturisasi Kredit COVID-19 Sisa Rp386 Triliun per April

Jakarta, IDN Times- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat portofolio kredit restrukturisasi COVID-19 pada April 2023, terus mencatatkan penurunan menjadi Rp386 triliun.
Realisasi ini, terpantau turun hingga Rp83,15 triliun dibandingkan dengan posisi sisa kredit restrukturisasi periode Desember 2022.
"Kredit restrukturisasi COVID-19 pada April 2023 terus mencatatkan penurunan menjadi Rp386 triliun dari sebelumnya pada Desember 2022 senilai Rp469,15 triliun," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI, Senin (5/6/2023).
1. Debitur yang ajukan restrukturisasi turun

Penurunan penyaluran restrukturisasi kredit, sejalan dengan penurunan pengajuan restrukturisasi yang diajukan debitur atau nasabah. Berdasarkan datanya, jumlah nasabah yang mengajukan restrukturisasi kredit menjadi 1,74 juta nasabah, dibandingkan Desember sebesar 2,27 juta nasabah.
Dari sisi risiko kredit, hingga April 2023 rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) secara gross industri perbankan berada pada level terjaga 2,53 persen, sedangkan NPL net berada pada level 0,78 persen.
"Sementara untuk risiko pasar, posisi devisa neto [PDN] tercatat sebesar 1,6 persen jauh di bawah threshold 20 persen," tuturnya.
2. Permodalan perbankan tetap solid

Selain itu, Mahendra juga menyoroti posisi permodalan industri perbankan RI hingga April 2023 berada pada level solid. Hal tersebut tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan berada di level 24,57 persen.
Sementara itu, bidang industri keuangan non bank (IKNB), akumulasi premi sektor asuransi selama periode Januari-April 2023 mencapai Rp101,34 triliun.
"Ini terkontraksi hingga 1,67 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kontraksi didorong oleh penurunan premi lini usaha PAYDI atau unit link dengan pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa turun 10,25 persen, dengan nilai Rp57,67 triliun per April 2023," tuturnya.
3. Penurunan premi unit link sejalan dengan upaya reformasi

Penurunan tersebut sejalan dengan arahan OJK yang mendorong industri asuransi agar lebih mengedepankan penjualan produk-produk asuransi yang mengutamakan proteksi atas risiko dibandingkan dengan produk asuransi yang lebih fokus kepada pengembalian imbal hasil investasi seperti PAYDI.
"Penurunan ini sejalan dengan upaya reformasi sub sektor, yang terkait dengan PAYDI atau unit link termasuk untuk perbaiki dan mekanisme dan conduct penjualan yang dilakukan perusahaan-perusahaan di industri," tegasnya.
Dengan demikian,secara keseluruhan premi asuransi tumbuh positif 12,55 persen, dibandingkan Maret 2023 sebesar 12,87 persen menjadi Rp43,67 triliun.
Sedangkan nilai outstanding piutang pada industri pembiayaan tumbuh tinggi 15,13 persen menjadi Rp438,85 triliun.
"Didukung pembiayaan modal kerja dan investasi, masing masing tumbuh 33,4 persen dan 17,9 persen," tutupnya.