Pembelian dari Korporasi Naik, Harga Bitcoin Sempat Tembus Rp2 Miliar

- Pembelian korporasi naik, harga Bitcoin tembus Rp2 miliar
- Perusahaan adopsi Bitcoin sebagai aset treasury jangka panjang
- Pasar berekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed kerek harga Bitcoin
Jakarta, IDN Times - Harga Bitcoin (BTC) sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa pekan kemarin, yakni di level 124 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp2 miliar (kurs Rp16.162 per dolar AS).
Angka tersebut melampaui puncak harga Bitcoin pada pertengahan Juli lalu. Faktor kenaikan harga Bitcoin salah satunya adalah kenaikan pembelian dari korporasi dalam beberapa pekan terakhir.
Indodax menyoroti semakin banyaknya perusahaan yang mengadopsi strategi treasury berbasis Bitcoin, seperti yang dipopulerkan oleh MicroStrategy Incorporated.
1. Memperkuat permintaan pasar

Vice President Indodax, Antony Kusuma melihat langkah korporasi ini tidak hanya memperkuat permintaan pasar, tetapi juga mengubah cara pandang terhadap Bitcoin. Dari sekadar instrumen spekulasi, Bitcoin kini mulai diposisikan sebagai aset treasury jangka panjang oleh pelaku usaha berskala global.
"Ketika korporasi mengalihkan sebagian kas mereka ke Bitcoin, itu bukan hanya mempengaruhi harga hari ini. Mereka mengirimkan pesan bahwa Bitcoin bisa berfungsi sebagai lindung nilai terhadap kebijakan moneter dan inflasi dalam jangka panjang,” kata Antony dikutip Senin, (18/8/2025).
2. Pemangkasan suku bunga The Fed kerek harga Bitcoin

Di sisi lain, pasar berekspektasi bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada pertemuan 17 September mendatang. Hal itu didorong data inflasi di Negeri Paman Sam pada Juli 2025 stabil di 2,7 persen secara tahunan, sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 2,8 persen.
Berdasarkan data CME FedWatch, peluang pemangkasan kini mencapai 93,9 persen, menjadi salah satu yang tertinggi sepanjang tahun ini.
Stabilnya inflasi memicu arus modal ke aset berisiko, termasuk kripto. Investor global menilai bahwa pelonggaran kebijakan moneter akan meningkatkan likuiditas, yang berpotensi mendorong valuasi aset digital.
"Kita sedang melihat pertemuan dua faktor besar: inflasi yang mulai terkendali di bawah ekspektasi pasar, dan peluang pemangkasan suku bunga yang sangat tinggi. Kombinasi ini menciptakan kondisi di mana modal global lebih berani bergerak ke aset berisiko, termasuk kripto,” ucap Antony.
3. Jangan terbawa euforia pasar

Namun, Antony mengingatkan euforia pasar tidak boleh mengaburkan risiko inheren di aset kripto.
“Reli besar sering kali diikuti oleh koreksi tajam. Ini adalah hukum alam di pasar berisiko tinggi. Investor yang hanya mengejar kenaikan tanpa strategi keluar sama saja dengan masuk ke arena dengan mata tertutup,” tutur dia.
Menurut Antony, tren harga Bitcoin sering kali menjadi cermin psikologi pasar secara keseluruhan.
“Saat ini kita melihat optimisme tinggi karena The Fed diperkirakan akan melonggarkan kebijakan. Tetapi narasi pasar bisa berubah hanya karena satu data ekonomi yang tidak sesuai harapan. Itulah sebabnya investor perlu disiplin mengelola eksposur,” ucap Antony.
Ia juga menyoroti volatilitas bukanlah masalah yang harus dihindari, melainkan faktor yang harus dikelola. Menurutnya, strategi investasi yang matang harus mempertimbangkan diversifikasi.
“Meski Bitcoin sedang menjadi magnet perhatian, menaruh seluruh modal di satu aset adalah bentuk konsentrasi risiko yang sangat tinggi. Investor yang bijak akan memadukan aset berisiko dengan instrumen yang lebih stabil untuk menjaga keseimbangan portofolio,” tutur Antony.
Dalam pandangannya, periode menjelang keputusan suku bunga The Fed akan menjadi ujian bagi kedewasaan investor.
“Mereka yang mampu memisahkan sinyal dari kebisingan pasar akan mampu mengambil keputusan yang tepat. Yang terjebak pada FOMO (fear of missing out) justru berisiko membeli di puncak,” kata dia.