Pemerintah Waspadai Triple Planetary Crisis hingga Negara Proteksionis

- Menteri Bappenas: Dinamika global semakin kompleks, termasuk triple planetary crisis.
- Eskalasi geopolitik dan geoekonomi memicu fragmentasi dan kekuatan baru di kancah global.
Jakarta, IDN Times - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Rachmat Pambudy mengatakan, dinamika global semakin kompleks, salah satunya ditandai oleh triple planetary crisis.
Tantangan tersebut mencakup perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Isu tersebut tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, tetapi juga oleh masyarakat dunia.
"Kondisi ini bukan hanya hadapi oleh Indonesia, tapi juga dihadapi oleh warga dunia. Karena itu kita menyebut sebagai triple planetary crisis karena ini menyangkut banyak negara di dunia," kata dia dalam Core Economic Outlook 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
1. Tantangan proteksionisme dan eskalasi geopolitik-geoekonomi

Rachmat menjelaskan, dunia saat ini menghadapi kecenderungan proteksionisme yang semakin meningkat. Sementara di Indonesia, upaya proteksi terhadap kepentingan nasional justru masih kurang.
"Di satu sisi dunia semakin proteksionis, di negara kita justru proteksi kita semakin kurang. Nah, ini harus juga disadari oleh kita semua," ujarnya.
Rachmat mengungkapkan, eskalasi dalam bidang geopolitik dan geoekonomi telah memicu fragmentasi serta munculnya kekuatan-kekuatan baru di kancah global. Fenomena tersebut, menurutnya, sudah mulai terjadi.
"Eskalasi geopolitik dan geoekonomi yang diperkirakan memunculkan fragmentasi dan kekuatan baru, dan ini sudah terjadi saat ini," ujarnya.
2. Tantangan disrupsi teknologi selain positif juga berdampak negatif

Rachmat menuturkan, perkembangan teknologi yang masif membawa dampak positif dan negatif. Di satu sisi, disrupsi teknologi menjadi tantangan besar. Sebab, diperkirakan sekitar 40 persen pekerjaan saat ini akan tergantikan oleh teknologi di masa depan.
Di sisi lain, dia menekankan pentingnya adopsi teknologi baru di Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, penerapan teknologi inovatif dapat menjadi pendorong utama dalam meningkatkan kinerja ekonomi nasional.
"Bagi Indonesia, adopsi teknologi sangat diperlukan, sangat dibutuhkan, karena akan menimbulkan disrupsi yang positif, di mana kita perlu teknologi-teknologi baru yang untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi," paparnya.
3. Demografi global menunjukkan pergeseran dari Asia ke Afrika

Dia menyoroti proyeksi demografi global menunjukkan pergeseran signifikan pada 2050, di mana pertumbuhan populasi yang sebelumnya dominan di Asia diperkirakan akan bergeser ke Afrika, dengan peningkatan populasi mencapai 81,8 persen.
Untuk itu, Rachmat menekankan perlunya Indonesia mempersiapkan strategi yang komprehensif untuk menghadapi perubahan tersebut, baik dari sisi domestik maupun dalam konteks internasional.
Rachmat juga mengajak lembaga penelitian untuk berperan aktif dalam merumuskan langkah-langkah strategis guna memastikan kesiapan Indonesia menghadapi dinamika demografi global yang berubah.