Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengusaha Hotel Minta Pemerintah Kaji Ulang 2 Kebijakan Ini

Sebuah hotel tutup sementara akibat wabah COVID-19 (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Sebuah hotel tutup sementara akibat wabah COVID-19 (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Pimpinan Daerah PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, meminta pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan. Menurut dia, ada beberapa kebijakan saat ini yang bisa mematikan industri pariwisata terutama hotel, sehingga perlu dikaji ulang.

Salah satu kebijakan yang dimaksud ialah terkait kewajiban sertifikat laik fungsi (SLF). Dia mengatakan tidak semua usaha pariwisata wajib memiliki SLF untuk mendapat izin usaha karena banyak yang merupakan bangunan lama, atau sebelumnya merupakan bangunan rumah tinggal seperti pondok wisata, rumah wisata, vila, restoran, rumah makan, kafe, dan jasa boga.

"Kalau kemudian nanti disertifikasi ulang dengan SLF, ini saya khawatir akan banyak sekali hotel-hotel yang sudah lama ada ini menjadi berguguran karena dengan standar yang lebih rumit pada saat ini," kata dia dalam konferensi pers virtual, Minggu (17/1/2021).

1. Aturan soal SLF bakal ada di PP turunan UU Cipta Kerja

Ilustrasi petugas vila (Dok. Kemenparekraf).
Ilustrasi petugas vila (Dok. Kemenparekraf).

Tak ingin tinggal diam, Sutrisno mengatakan pihak PHRI menghubungi pejabat Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membahas kebijakan tersebut. Namun sayang, PHRI belum mendapatkan respons dari pemerintah.

"SLF itu sedang mau dimasukkan di dalam peraturan pemerintah, sebagai lanjutan UU Cipta Kerja. Sertifikat layak huni bagi bangunan," ujarnya.

2. Terlalu fokus pada investasi asing bisa merugikan hotel dalam negeri

IDN Times / Istimewa
IDN Times / Istimewa

Kebijakan lain yang disoroti oleh PHRI dan dianggap bisa menggerogoti industri pariwisita ialah kebijakan terkait investasi asing. Pemerintah, dalam hal ini BKPM, dinilai terlalu fokus untuk membuka keran investasi bagi asing. Sebagai contoh, saat ini asing boleh masuk untuk berinvestasi dengan batas nilai di atas Rp10 miliar.

"Nah, ini saya kira memberikan kekhawatiran bagi industri hotel-hotel skala kecil karena hotel itu untuk Rp10 miliar itu terlalu kecil. Nanti kalau mereka (asing) masuk ke hotel nonbintang, masuk ke hotel-hotel bintang 1, kemudian ke pariwisata-pariwisata yang masih kecil-kecil. Itu saya kira pasti pelaku kita di dalam negeri tidak akan mampu bertahan," tutur Sutrisno.

3. BKPM diharapkan melunak

Istimewa / BKPM
Istimewa / BKPM

Oleh karena itu, dia berharap agar pihak BKPM tidak hanya fokus kepada pekerjaannya saja, melainkan harus melihat banyak sisi.

"Kepentingan itu seharusnya bagaimana industri itu bisa berkembang, bukan untuk memudahkan pekerjaannya sendiri karena bukan itu yang dimaksud oleh Undang-undang Cipta Kerja itu, bukan seperti itu," tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Auriga Agustina
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us