Pengusaha Spa WHEA Tolak Kenaikan Tarif Pajak Hiburan 40-75 Persen

Jakarta, IDN Times - Pengusaha spa yang tergabung dalam Wellness Healthcare Enterpreneur Association (WHEA) mengaku kecewa dan menolak keputusan sepihak pemerintah yang menetapkan pajak barang jasa tertentu (PBJT) atas pajak jasa hiburan dengan tarif minimal 40 persen hingga maksimal 75 persen.
Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), Agnes Lourda menyampaikan bahwa pelaku usaha tidak pernah diajak komunikasi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat atas kenaikan tarif pajak hiburan. Bahkan menurutnya, kebijakan ini tidak terkoordinasi dengan baik kepada pelaku usaha di bidang spa.
"Pemerintah tidak komunikasi dengan industri, kalau ada yang bilang sudah (terkoordinasi) itu bohong," jelas Lourda dalam Konferensi Pers di Kawasan Kebayoran Baru,Kamis (18/1/2024).
Tarif pajak hiburan tertuang dalam aturan itu ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Merujuk Pasal 58 ayat (2), khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
1. Spa bagian dari wellness tourism

Lourda pun mempertanyakan alasan pemerintah yang memasukkan spa dalam kategori pajak hiburan. Padahal spa diklaimnya dapat membuat daya tahan tubuh meningkat, bahkan telah membantu pemerintah meringankan beban BPJS Kesehatan.
"Etnaprana atau wellneess tourism atau kegiatan promotion prevention membantu pemerintah di bidang BPJS Kesehatan," tegasnya.
2. Tarif pajak hiburan naik tinggi, pelaku usaha spa merasa dirampok

Lordah mempertanyakan penghitungan pengenaan tarif pajak 40-75 persen berasal dari mana. Dia menegaskan industri menolak penetapan tarif tersebut.
"Masyarakat industri dirampok inilah keluar 40-75 persen untuk bayar utang. Entah itu alasannya, entah bukan, yang jelas kita industri sudah ramai-ramai keberatan. Cek di Republik mana di dunia ada pajak segitu? Itu kesamber angin apa bisa dapat angka segitu?" tegas Lordah.
Dia pun menilai tarif pajak untuk spa seharusnya ditiadakan alias 0 persen. Sebab, menurutnya, industri ini justru membantu pemerintah dalam hal kesehatan.
"Pajak sebaiknya 0 persen karena wellness tourism membantu pemerintah di bidang BPJS. Pemerintah sudah bilang nggak sanggup bayar BPJS kalau masyarakatnya sakit-sakitan. Pada jaga deh kesehatan masing-masing," imbuhnya.
3. Laporan tidak ditanggapi Menteri Pariwisata dan DPR

Lordah mengaku sejak awal pihaknya sudah menghadap DPR untuk menolak UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang mengatur tentang tarif pajak hiburan itu. Namun hingga saat ini, tidak ada kepastian. Justru tarif pajak hiburan tetap dinaikkan 40-75 persen.
"Kami sudah menghadap ke DPR, katanya DPR sudah bicara dengan kementerian terkait dalam hal ini pariwisata. Sampai detik ini sebegitu rajinnya kita mengetok pintu kepada Kemenparekraf enggak satu pun pintu dibukakan," ujar Lordah.
Dia pun menuturkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno baru angkat bicara baru-baru ini, setelah sekian lama tidak ada menanggapi kekecawaan dari berbagai pelaku usaha di sektor hiburan termasuk spa.
"Tiba-tiba setelah ribut-ribut menterinya baru ngomong, omongannya kalau buat kita di industri ngambang-ngambang aja. Jadi apakah solusi? Belum, masih jauh," tegasnya.