Pertamina dalam Pusaran Tuduhan Monopoli Bisnis BBM

- KPPU mendalami penyebab kelangkaan BBM non-subsidi sejak Agustus 2025.
- Kebijakan pembatasan impor BBM bagi badan usaha penyalur BBM swasta tidak berkaitan dengan persaingan usaha.
Jakarta, IDN Times - Kasus kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta sejak akhir Agustus 2025 menjadi sorotan publik. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai menelusuri dugaan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat di sektor distribusi energi.
Sementara itu, pemerintah menegaskan kebijakan impor BBM untuk badan usaha swasta tetap sesuai konstitusi, sementara DPR menyoroti potensi ketimpangan antara Pertamina dan SPBU swasta.
Di sisi lain, Pertamina membantah tudingan memanfaatkan regulasi untuk menahan kuota impor pesaingnya. Namun, KPPU menilai, kebijakan pembatasan impor BBM perlu dievaluasi agar tidak memperlebar dominasi pasar dan merugikan konsumen.
1. KPPU dalami kelangkaan BBM di SPBU swasta

KPPU mendalami penyebab kelangkaan BBM nonsubsidi yang terjadi sejak akhir Agustus 2025. Lembaga tersebut melakukan kajian pasar secara mendalam untuk memastikan tidak ada praktik monopoli atau persaingan tidak sehat di sektor energi.
Dalam prosesnya, KPPU berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pertamina, serta badan usaha swasta seperti Shell dan BP AKR. Analisis dilakukan berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kewenangannya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Ini bukan semata kepatuhan hukum, melainkan komitmen publik untuk menjaga keadilan pasar dan kepastian layanan bagi konsumen”, tegas Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa.
KPPU menilai, pada sektor yang memiliki konsentrasi tinggi seperti energi, transparansi data menjadi faktor penting untuk mencegah distorsi pasar dan antrean panjang di tingkat konsumen.
Hasil penelusuran dan uji konsistensi data lintas sumber akan digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan hambatan struktural, tata niaga yang tidak efisien, atau indikasi perilaku anti-persaingan.
2. Pemerintah tegaskan kebijakan sesuai konstitusi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan kebijakan pembatasan impor BBM bagi badan usaha penyalur BBM swasta tidak berkaitan dengan persaingan usaha.
"Ini bukan persoalan persaingan usaha, ini persoalan Pasal 33, hajat hidup orang banyak itu alangkah lebih bagusnya dikuasai oleh negara, tetapi bukan berarti totalitas semuanya dikuasai oleh negara," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Bahlil menyampaikan pemerintah sudah memberikan tambahan alokasi impor bagi badan usaha swasta sebesar 110 persen dibanding 2024. Karena itu, dia menilai anggapan pemerintah menahan kuota impor bagi SPBU swasta tidak benar.
Kementerian ESDM juga disebut telah memberikan penjelasan kepada pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta mengenai kebijakan impor tersebut. Bahlil menilai pengawasan oleh KPPU terhadap kebijakan impor adalah hal yang wajar karena lembaga tersebut memiliki kewenangan hukum untuk memastikan tidak ada pelanggaran di pasar energi.
"Silahkan aja (kalau KPPU memantau), itu kan hak institusi negara," paparnya.
3. DPR soroti dugaan Pertamina pinjam tangan pemerintah

Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti dugaan adanya ketimpangan dalam distribusi BBM nonsubsidi. Dia menilai kelangkaan yang terjadi di SPBU swasta memunculkan persepsi negatif di masyarakat.
"Ada satu sindiran culas dari masyarakat bahwa katanya kelangkaan BBM di swasta ini sengaja dilakukan oleh Pertamina karena Pertamina tidak rela harga dirinya merasa hancur," katanya saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI dan Pertamina pada Kamis (11/9/2025).
Dia menilai fenomena tersebut harus menjadi bahan introspeksi bagi Pertamina karena memperlihatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan pelat merah tersebut sedang diuji.
"Nah, pertanyaan kami, itu betul tidak Pak? Yang katanya Pertamina meminjam tangannya ESDM untuk bagaimana menghambat importasi terhadap SPBU swasta. Kalau terjadi, kami ikut kecewa Pak," tanyanya.
Dia menilai, keinginan masyarakat untuk membeli BBM di SPBU swasta seharusnya menjadi pemicu perbaikan kualitas layanan dan produk di Pertamina, bukan justru dihadapi dengan pembatasan akses.
4. Pertamina bantah tudingan monopoli

Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menepis tudingan perusahaan memanfaatkan Kementerian ESDM untuk menahan kuota impor BBM bagi SPBU swasta.
"Tentang tanggapan yang beredar bahwa Pertamina seperti yang disampaikan Pak Mufti tadi, Pertamina meminjam tangan ESDM untuk tidak memberikan alokasi kuota BBM di SPBU swasta, saya sampaikan di sini bahwa itu sama sekali tidak benar," tegasnya.
Dia menegaskan, seluruh kuota penyaluran BBM, baik untuk Pertamina maupun badan usaha lainnya, telah ditetapkan sesuai ketentuan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) serta regulasi Kementerian ESDM.
Simon menyebut, Pertamina terus berupaya meningkatkan keunggulan produk hasil kilang agar tetap menjadi pilihan masyarakat. Sejumlah peristiwa yang terjadi di lapangan, katanya, menjadi bahan introspeksi bagi perusahaan untuk memperkuat kepercayaan publik.
"Tentunya beberapa kejadian yang telah terjadi di lapangan ini menjadi introspeksi yang sangat besar bagi kita. Dan tentunya kita tidak tinggal diam, kita juga akan terus bekerja keras," ujar dia.
5. KPPU nilai kebijakan impor perlu dievaluasi

KPPU menilai pembatasan impor bensin non-subsidi hanya 10 persen di atas volume tahun sebelumnya perlu dievaluasi karena berdampak langsung terhadap operasional badan usaha swasta. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 yang diterbitkan Kementerian ESDM pada 17 Juli 2025. Berdasarkan analisis KPPU, pembatasan itu menyebabkan konsumen kehilangan pilihan produk BBM nonsubsidi dan memperbesar dominasi pasar Pertamina.
Data KPPU menunjukkan, tambahan volume impor yang diterima badan usaha swasta hanya berkisar antara 7 ribu hingga 44 ribu kiloliter, sementara Pertamina Patra Niaga mendapatkan tambahan sekitar 613 ribu kiloliter. Kondisi itu membuat pangsa pasar Pertamina mencapai 92,5 persen, sedangkan swasta hanya sekitar 1–3 persen.
KPPU menilai, situasi tersebut berkaitan dengan indikator dalam Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU), terutama terkait pembatasan jumlah pasokan dan penunjukan pemasok tertentu.
Aturan yang mewajibkan badan usaha swasta membeli pasokan dari Pertamina ketika stok habis dinilai dapat menimbulkan potensi pembatasan pasar, diskriminasi harga, serta memperkuat dominasi pelaku tertentu.
Evaluasi berkala atas kebijakan impor BBM nonsubsidi dianggap perlu agar tercipta iklim usaha yang seimbang antara badan usaha milik negara dan swasta. KPPU menilai keseimbangan tersebut penting untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional yang dicanangkan pemerintah.
Lembaga itu berharap setiap kebijakan pemerintah di sektor energi tetap mengacu pada prinsip persaingan usaha yang sehat, agar tujuan menjaga ketahanan energi nasional dapat tercapai tanpa mengorbankan hak konsumen atas pilihan dan pelayanan yang adil.