Prabowo Butuh Tambahan Anggaran Rp300 T demi Pacu Pertumbuhan Ekonomi

- Butuh tambahan anggaran belanja Rp300 triliun untuk memacu pertumbuhan ekonomi pemerintahan Prabowo.
- Utang jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp800,33 triliun dengan bunga utang sebesar Rp552,854 triliun.
Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo mengungkapkan masih butuh tambahan anggaran belanja Rp300 triliun untuk tahun depan. Tambahan anggaran ini untuk memacu pertumbuhan ekonomi pemerintahan Prabowo.
Menurutnya, ekonomi tahun depan perlu digenjot agar tumbuh 5,8- 5,9 persen (year on year/yoy) demi mencapai target 8 persen.
“Supaya kita punya batu loncatan untuk mengejar 6–7 persen, kemudian ke 8 persen. Kekurangan (belanjanya) berapa? Itu masih kurang Rp300 triliun,” ujar Drajad dalam kegiatan Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, Rabu (9/10/2024).
1. Hampir 45 persen pendapatan negara untuk bayar utang pada 2025

Drajad menjelaskan, pemerintah menyusun pendapatan negara tahun depan menyentuh Rp3.005,1, dan belanja negara Rp3.621,3 triliun.
Sementara itu, utang jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp800,33 triliun, dengan bunga utang sebesar Rp552,854 triliun, sehingga totalnya mencapai sekitar Rp1.353 triliun. Jumlah tersebut mencakup 45 persen dari pendapatan negara 2025.
Ia mengatakan, pembayaran utang dalam APBN 2025 berpotensi menyedot anggaran yang signifikan. Sehingga ruang fiskal untuk belanja lainnya, seperti infrastruktur dan pelayanan publik menjadi semakin sempit.
“Jadi, 45 persen dari total pendapatan negara, baik yang berasal dari pajak maupun bukan pajak digunakan untuk membayar pokok dan bunga utang. Lalu, di mana ruang fiskalnya?” ujar dia.
2. Pembentukan BPN menjadi penting untuk tarik penerimaan negara

Dengan kondisi ini, Drajad berpendapat, urgensi pembentukan Kementerian atau Badan Penerimaan Negara (BPN) menjadi lebih tinggi. Meski saat ini BPN masih belum banyak didiskusikan. Nantinya, BPN dirancang untuk mengandung tiga unsur transformasi, yakni transformasi kelembagaan, teknologi, dan kultur.
Ia mengakui pembentukan BPN tidak serta merta mengerek pendapatan negara dalam waktu singkat, namun akan mengakselerasi transformasi itu.
3. Bunga utang dan utang jatuh tempo persempit ruang fiskal

Peneliti Center of Trade, Industry, Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna mengatakan, kewajiban pembayaran utang jatuh tempo pada 2025 bakal mempersempit ruang gerak fiskal pemerintahan Prabowo.
"Pembayaran bunga utang mengalami peningkatan sangat besar sejak 2022 yang secara proporsi menjadi belanja pemerintah terbesar kedua setelah belanja lain-lain," ujar Ariyo dalam diskusi di Jakarta, belum lama ini.
Proporsi tingginya pembayaran beban utang di atas belanja modal, belanja barang, belanja pegawai sudah terjadi sejak 2020. Hal ini menjadi alarm untuk pemerintah dan membuat ruang fiskal 2025 semakin terbatas untuk periode pemerintahan yang baru.
Sempitnya ruang fiskal juga tercermin dari penurunan alokasi belanja pemerintah untuk belanja kementerian/lembaga (K/L). Hal itu berbanding terbalik dengan peningkatan alokasi belanja pemerintah untuk sektor non-K/L.
Tahun depan, belanja negara mencapai sebesar Rp3.621,3 triliun, dengan rincian belanja K/L sebesar Rp1.160 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp1.541,4 triliun. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari PDB atau sebesar Rp616,2 triliun.
"Ini menunjukkan ruang fiskal yang semakin terbatas akibat pembayaran utang semakin besar. Kenaikan alokasi belanja non-K/L dialokasikan untuk pembayaran utang," ucap Ariyo.