Revisi Permendag Impor Bikin RI Terancam Kehilangan Investasi Rp439 T

- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan dampak revisi Permendag Nomor 36 Tahun 2023 terhadap industri petrokimia.
- Sebanyak enam perusahaan akan berinvestasi di industri petrokimia, namun empat investasi tertunda karena ketidakpastian kebijakan impor.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan sederet dampak revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor terhadap industri petrokimia. Permendag ini telah direvisi sebanyak tiga kali, dan terakhir menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Reny Yanita mengatakan, peraturan impor yang berubah-ubah sebanyak tiga kali dalam kurun waktu kurang dari enam bulan itu menciptakan ketidakpastian di sektor industri petrokimia. Bahkan, target investasi di industri petrokimia sebesar 27 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp439 triliun (kurs Rp16.263 per dolar AS) terancam hilang.
1. Target investasi Rp504 triliun hingga 2030 terancam tak tercapai

Berdasarkan data Kemenperin, sebanyak enam perusahaan akan berinvestasi di industri petrokimia. Dari enam perusahaan itu, hanya dua yang sudah terealisasi, dan empat lainnya masih menunggu atau menunda.
Adapun investasi yang sudah terealisasi, yakni PT Lotte Chemical Indonesia senilai 4 miliar dolar AS, dan Pertamina-Polytama Propindo 2 senilai 322 juta dolar AS.
Sementara itu, empat perusahaan yang investasinya tertunda dan berpotensi hilang, yaitu PT Chandra Asri Perkasa senilai 5 miliar dolar AS, PT Sulfindo Adiusaha senilai 193 juta dolar AS, Olefin TPPI Tuban senilai 3,9 miliar dolar AS, dan PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) (Proyek GRR Tuban) senilai 16,5 miliar-18 miliar dolar AS.
Reny mengatakan, para investor memilih untuk mencabut rencana investasinya apabila Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tak direvisi. Alhasil, target investasi senilai 31,4 miliar dolar AS atau setara Rp504 triliun terancam tak tercapai.
"Jadi melihat kebijakan yang saat ini, mungkin investor akan melihat kembali. Tapi yang dari target 31,4 miliar dolar AS tahun 2030 akan banyak terkoreksi," ujar Reny dalam media briefing di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (8/7/2024).
2. Pelaku industri makin tertekan

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono mengatakan bahwa pemerintah perlu memahami betul tantangan yang sedang dihadapi oleh industri dalam negeri, termasuk di sektor petrokimia.
Apalagi, industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Selain rencana investasi yang terancam, pelaku industri petrokimia juga menghadapi ancaman banjirnya impor bahan baku untuk industri plastik.
“China sangat agresif dalam membangun fasilitas produksi petrokimia sebagai bahan baku plastik selama pandemik COVID-19. Namun, permintaan dari pasar domestik tidak cukup tinggi untuk menyerap produksi tersebut, sehingga kelebihan pasokan tidak dapat dihindari,” ucapnya.
Selain itu, Fajar mengatakan, China juga mengalihkan ekspornya ke Indonesia setelah ekspor produk bahan baku atau barang jadi plastik ke pasar utama seperti AS terkena sanksi perang dagang.
“Bahan baku dan barang jadi plastik asal China mudah masuk karena para eksportir di sana mendapat insentif dari pemerintah setempat,” ucap Fajar.
Produk impor tersebut semakin sulit dibendung setelah pemerintah merelaksasi kebijakan importasi melalui pemberlakuan Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
“Para produsen plastik lokal pun kesulitan bersaing dengan produk impor dari China. Akibatnya, tingkat utilisasi produsen lokal terus menyusut hingga mencapai 50 persen saat ini,” tuturnya.
Jika peredaran bahan baku dan barang jadi plastik impor terus berlanjut, bukan tidak mungkin pabrik-pabrik produksi plastik lokal akan banyak yang tutup. Hal ini tentu merugikan industri-industri lain yang banyak memanfaatkan produk plastik, seperti makanan-minuman, peralatan rumah tangga, otomotif, dan lainnya.
Fajar mengungkapkan, masalah banjir produk impor China tersebut bisa teratasi jika pemerintah segera memperbaiki peraturan importasi yang ada.
"Permendag Nomor 36 Tahun 2023 harus diterapkan kembali untuk membatasi produk impor plastik dari China," ujarnya.
Inaplas pun sudah pernah mengajukan beberapa instrumen perlindungan industri dalam negeri dari ancaman impor kepada pemerintah, antara lain Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP) untuk bahan baku plastik seperti Polypropylene (PP) dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE).
3. Industri petrokimia hulu dalam negeri akan sulit bersaing

Sementara itu, Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus menilai penerapan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 berimplikasi pada banjirnya produk petrokimia impor.
“Apabila impor produk hilir petrokimia itu tinggi, maka industri hulunya akan sulit bersaing. Apalagi, terjadinya ketidakpastian harga bahan baku petrokimia karena fluktuasi harga minyak global,” tutur Heri.
Bahkan, pengenaan PPN bahan baku petrokimia yang naik dari 11 persen menjadi 12 persen, berpotensi meningkatkan biaya modal.
“Hal-hal yang sifatnya fiskal ini juga masih menjadi tantangan tersendiri ya buat industri petrokimia,” ucap Heri.