Sri Mulyani Pede Penerimaan Pajak 2022 Bakal Lebih Jos dari 2021

Rasio perpajakan 2022 antara 8,37 hingga 8,42 persen

Jakarta, IDN Times - Pemerintah optimistis penerimaan perpajakan pada 2022 akan lebih baik dibandingkan yang terjadi pada 2021. Optimisme itu ditunjukkan dengan rasio perpajakan 2022 yang diproyeksikan lebih tinggi dibandingkan dari tahun 2021.

"Rasio perpajakan tahun 2022 diperkirakan pada kisaran 8,37 persen sampai
dengan 8,42 persen terhadap PDB, atau lebih tinggi dibandingkan dengan target di APBN 2021 sebesar 8,18 persen PDB," jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Paripurna dengan DPR RI, Senin (31/5/2021).

Baca Juga: Genjot Penerimaan Pajak, Sri Mulyani Tambah 18 Kantor Madya

1. Siasat Sri Mulyani dalam mengoptimalisasi penerimaan perpajakan 2022

Sri Mulyani Pede Penerimaan Pajak 2022 Bakal Lebih Jos dari 2021Ilustrasi pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah, kata Sri Mulyani, menyadari bahwa penerimaan perpajakan berkontribusi sangat signifikan dalam pendapatan negara.

Proyeksi rasio penerimaan perpajakan pada 2022 yang lebih tinggi dari 2021 hanya bisa diwujudkan jika reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi dilakukan secara konsisten. Oleh karena itu, Sri Mulyani telah menyiapkan sejumlah cara untuk mengoptimalisasi penerimaan perpajakan tahun depan.

"Optimalisasi penerimaan perpajakan 2022 akan ditempuh dengan menggali potensi perpajakan melalui kegiatan pengawasan dan pemetaan kepatuhan yang berbasis risiko, memperluas basis perpajakan melalui perluasan objek dan ekstensifikasi berbasis kewilayahan, dan menyesuaikan regulasi perpajakan yang sejalan dengan struktur ekonomi dan karakteristik sektor perekonomian," jelas dia.

2. Memberikan pelayanan pajak lebih terhadap WP pribadi orang-orang kaya

Sri Mulyani Pede Penerimaan Pajak 2022 Bakal Lebih Jos dari 2021Ilustrasi kegiatan pembayaran pajak. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Salah satu langkah Sri Mulyani guna mengoptimalisasi penerimaan perpajakan pada 2022 adalah dengan memberikan pelayanan lebih terhadap para high wealth individuals alias orang-orang kaya Indonesia.

Hal itu juga berkaitan dengan pemeliharaan peningkatan penyampaian SPT dari wajib pajak.

Sri Mulyani melihat, saat ini pertumbuhan high wealth ndividuals dan grup perusahaannya di Indonesia cukup pesat sehingga diperlukan perhatian lebih bagi mereka untuk bisa menyampaikan pajak mereka secara transparan.

"Sekarang dengan growing middle class dan bahkan middle upper class, kita merasakan kebutuhan makin besar bahwa pelayanan kepada wajib pajak orang pribadi yang high wealth itu sangat demanding dan itu tidak bisa ditangani oleh KPP Pratama yang harus menangani bahkan sampai kadang-kadang jutaan wajib pajak," terangnya.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani mewacanakan adanya pembentukan LTO atau Large Tax Office alias KPP Wajib Pajak Besar untuk bisa mengakomodasi laporan perpajakan para wajib pajak orang pribadi dengan status high wealth tersebut. Hal itu persis seperti yang pernah dilakukan oleh DJP ketika reformasi perpajakan pertama.

"Dulu waktu reformasi perpajakan pertama di DJP, kita membentuk LTO dan pajak khusus, tetapi hanya untuk wajib pajak badan," imbuh dia.

Baca Juga: Pajak Orang Kaya Bergaji Rp5 M Bakal Naik Jadi 35 Persen!

3. Pertumbuhan penerimaan pajak kuartal I 2021 masih terkontraksi

Sri Mulyani Pede Penerimaan Pajak 2022 Bakal Lebih Jos dari 2021ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/M Agung Rajasa

Adapun, pertumbuhan penerimaan pajak hingga April tahun ini sudah mulai membaik bila dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, meskipun masih mengalami kontraksi.

"Pertumbuhannya masih negatif 0,46, namun dibanding tahun lalu, pertumbuhan ini sudah lebih baik karena tahun lalu bulan April pertumbuhan penerimaan pajak kontraksinya minus 3 (persen). Jadi ada perubahan arah," kata Sri Mulyani.

Secara total, penerimaan pajak hingga April 2021 adalah sebesar Rp374,9 triliun atau 30,94 persen dari target penerimaan total yang lebih dari Rp1.200 triliun.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani meminta segenap jajarannya di Kemenkeu terutama di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk bisa mengubah pola rasio penerimaan perpajakan menjadi ke atas mengingat saat ini masih di bawah 9 persen.

Baca Juga: Sri Mulyani Usulkan Pengemplang Pajak Tak Lagi Dihukum Pidana, Kenapa?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya