Rupiah Kembali Melempem Lawan Dolar AS di Akhir Pekan

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs rupiah gagal menutup pekan ini catatan gemilang melawan dolar Amerika Serikat (AS). Kurs rupiah tumbang sepanjang perdagangan akhir pekan atau Jumat (10/12/2021).
Mengutip Bloomberg, kurs rupiah melemah tipis empat poin atau 0,03 persen ke level Rp14.370 per dolar AS pada penutupan perdagangan sore ini. Kendati demikian, kurs rupiah pada penutupan hari ini lebih baik daripada posisi saat pembukaan tadi pagi yang ada di level Rp14.383 per dolar AS.
Sebelumnya, pada penutupan perdagangan Kamis (9/12/2021), kurs rupiah melemah sembilan poin ke level Rp14.366 per dolar AS.
1. Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah BI

Sementara itu, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI) pada Jumat (10/12/2021), nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp14.378 per dolar AS.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kurs rupiah pada Kamis (9/12/2021) yang ada di level Rp14.351 per dolar AS.
2. Penguatan dolar imbas dari angka inflasi yang diperkirakan tinggi

Direktur TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi menilai penguatan dolar atas rupiah sepanjang perdagangan akhir pekan ini imbas dari proyeksi inflasi dan tenaga kerja di AS.
"Dolar menguat pada hari Jumat karena para pedagang bertaruh angka inflasi yang lebih tinggi dan pasar tenaga kerja yang ketat dapat memacu The Fed untuk mempercepat pengurangan aset dan menaikkan suku bunga lebih awal dari yang diharapkan," kata Ibrahim, dalam keterangan tertulis kepada IDN Times, Jumat sore.
Data AS, termasuk indeks harga konsumen telah mengalami jatuh tempo. Data yang dirilis pada hari Kamis menunjukkan bahwa 184.000 klaim pengangguran awal telah diajukan sepanjang minggu.
Ibrahim menyatakan, itu merupakan jumlah terendah dalam lebih dari 52 tahun yang terjadi karena kondisi pasar tenaga kerja terus mengetat di tengah kekurangan pekerja yang akut.
3. Perubahan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pengaruhi rupiah

Di sisi lain, pelemahan rupiah juga terjadi sebagai imbas dari turunnya proyeksi International Monetary Fund (IMF) terhadap pertumbuhan ekonomi global pada 2022 mendatang.
Deputi Managing Director IMF, Geoffrey Okamoto, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini sebesar 5,9 persen. Namun, angka pertumbuhan di 2022 mendatang, menurut Okamoto, hanya mencapai 4,9 persen.
"Ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021, sedangkan sebelumnya pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di empat persen," kata Ibrahim.
Ibrahim menilai, pemerintah perlu merevisi pertumbuhan ekonomi dan bisa diumumkan di bulan Desember 2021. Hal itu dilakukan agar pasar kembali optimis terhadap perekonomian Indonesia yang saat ini relatif lebih baik di bandingkan dengan negara Asia lainnya.