Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Survei The Fed Catat Kekhawatiran Ekonomi Capai Level Pandemik

Gedung Marriner S. Eccles Federal Reserve, atau sering disebut Gedung Eccles, berada di Foggy Bottom, Washington, D.C., tepatnya di sudut 20th Street dan Constitution Avenue NW. Arsitek Paul Philippe Cret merancang bangunan bergaya Art Deco ini pada 1935, dan pembangunannya rampung dua tahun kemudian, pada 1937. (AgnosticPreachersKid, CC BY-SA 3.0,via Wikimedia Commons)
Gedung Marriner S. Eccles Federal Reserve, atau sering disebut Gedung Eccles, berada di Foggy Bottom, Washington, D.C., tepatnya di sudut 20th Street dan Constitution Avenue NW. Arsitek Paul Philippe Cret merancang bangunan bergaya Art Deco ini pada 1935, dan pembangunannya rampung dua tahun kemudian, pada 1937. (AgnosticPreachersKid, CC BY-SA 3.0,via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Kekhawatiran warga AS terhadap pengangguran dan inflasi kembali melonjak per Maret 2025.
  • Ekspektasi pengangguran naik ke level tertinggi sejak awal pandemi COVID-19, sementara ekspektasi inflasi meningkat menjadi 3,6 persen.
  • Konsumen mulai cemas terhadap kondisi pasar saham, dengan ekspektasi harga emas yang menguat drastis.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Kekhawatiran warga Amerika Serikat (AS) soal pengangguran dan inflasi kembali melonjak tajam per Maret 2025. Survei bulanan yang dirilis Bank Federal Reserve New York pada Senin (14/4/2025), mencatat ekspektasi pengangguran naik ke level tertinggi sejak awal pandemik COVID-19. Sebanyak 44 persen responden memperkirakan tingkat pengangguran akan lebih tinggi dalam setahun ke depan.

Kenaikan tersebut tercatat naik 4,6 poin dibanding Februari dan menjadi yang tertinggi sejak April 2020. Lonjakan ini juga dibarengi kekhawatiran soal biaya hidup yang makin membebani. Dalam survei yang sama, ekspektasi inflasi untuk satu tahun ke depan meningkat menjadi 3,6 persen, tertinggi sejak Oktober 2023.

Survei dilakukan sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru pada 2 April lalu.

1. Ekspektasi pasar saham dan emas bergerak berlawanan

Ilustrasi Saham Konvensional vs Saham Syariah. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Saham Konvensional vs Saham Syariah. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dilansir dari CNBC International, Selasa (15/4), selain inflasi dan pengangguran, konsumen juga mulai cemas terhadap kondisi pasar saham. Survei menunjukkan ekspektasi bahwa pasar saham akan naik dalam setahun ke depan turun menjadi 33,8 persen. Ini merupakan angka terendah sejak Juni 2022 dan mencatat penurunan sebesar 3,2 poin.

Di sisi lain, persepsi terhadap harga emas justru menguat drastis. Responden memperkirakan harga emas akan naik 5,2 persen dalam setahun ke depan, yang merupakan ekspektasi tertinggi sejak April 2022. Fenomena ini menunjukkan pergeseran ke aset aman di tengah ketidakpastian ekonomi.

2. Biaya hidup diprediksi makin tinggi di beberapa sektor

ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Jack Sparrow)
ilustrasi belanja di supermarket (pexels.com/Jack Sparrow)

Kenaikan ekspektasi inflasi tampaknya tidak merata di semua sektor. Beberapa harga kebutuhan pokok diperkirakan akan melonjak lebih tajam. Harga sewa diprediksi naik 7,2 persen dalam setahun, meningkat setengah poin. Sementara harga makanan diperkirakan naik 5,2 persen, tertinggi sejak Mei 2024.

Untuk biaya layanan kesehatan, responden memprediksi lonjakan hingga 7,9 persen. Ini merupakan angka tertinggi sejak Agustus 2024. Satu-satunya yang justru turun adalah ekspektasi harga bensin, yang diperkirakan naik 3,2 persen—turun setengah poin dari proyeksi Februari.

3. Kekhawatiran jangka panjang tidak seburuk jangka pendek

ilustrasi inflasi (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi inflasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Meski prediksi inflasi jangka pendek melonjak, kekhawatiran dalam jangka panjang tidak berubah signifikan. Survei menunjukkan ekspektasi inflasi untuk tiga tahun ke depan tetap di angka 3 persen. Sementara untuk periode lima tahun, ekspektasi justru turun menjadi 2,9 persen.

Artinya, konsumen memproyeksikan tekanan harga akan berkurang seiring waktu, meski dalam jangka pendek mereka bersiap menghadapi lonjakan. The Fed dikenal memantau ketat data-data ini sebagai indikator penting untuk kebijakan moneter.

Dilansir dari CNN International, Selasa (15/4), ekspektasi inflasi disebut berpotensi menjadi ramalan yang menggenapi dirinya sendiri. Jika masyarakat yakin harga akan naik, mereka cenderung membelanjakan uang lebih cepat atau menuntut kenaikan gaji, yang pada akhirnya dapat mendorong inflasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bagus Samudro
EditorBagus Samudro
Follow Us