Tahun Depan, Indonesia Butuh Investasi Rp7.374 Triliun

Jakarta, IDN Times - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan Indonesia membutuhkan investasi senilai Rp7.138 triliun hingga Rp7.374 triliun pada 2024.
Target ini dibutuhkan untuk menyokong target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen hingga 5,7 persen tahun depan. Suharso menjelaskan untuk mewujudkan target investasi tersebut tidak bisa hanya mengandalkan APBN, tapi juga dibutuhkan peran serta banyak pihak termasuk investasi BUMN hingga masyarakat atau swasta.
"Dari total kebutuhan investasi ini, diharapkan investasi terbesar berasal dari masyarakat atau swasta sekitar hampir 90 persen, sementara investasi pemerintah dan BUMN diperkirakan akan berkontribusi sekitar 5-6 persen,” ujar Suharso dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang dikutip Jumat (7/4/2023).
1. Rincian kebutuhan investasi

Suharso menjelaskan bahwa dari target Rp7.138 triliun hingga Rp7.374, porsi investasi pemerintah diharapkan 5,2 persen hingga 6,1 persen dengan nominal Rp369-Rp447,8 triliun. Kemudian, investasi BUMN sebesar Rp411,1 triliun hingga Rp433,3 triliun atau 5,8 hingga 5,9 persen.
Sementara investasi yang berasal dari masyarakat atau swasta diharapkan paling besar yakni mencapai 88,1, persen hingga 89,1 persen atau Rp6.358,2 triliun hingga Rp6.493,2 triliun.
"Untuk mencapai sasaran prioritas nasional RKP 2024 tidak hanya didukung oleh pembiayaan APBN tetapi juga didukung oleh berbagai sumber pembiayaan lainnya termasuk investasi BUMN dan swasta," tegasnya.
Menurutnya, investasi di sektor BUMN dan swasta merupakan salah satu pendorong keberhasilan pembangunan nasional. Dengan demikian, ia mengimbau pihak BUMN dan swasta di Indonesia dapat ikut serta kolaborasi aktif dengan pemerintah akselerasi pencapaian sasaran pembangunan.
2. Kendala di ICOR

Suharso tak menampik bahwa Indonesia memiliki tantangan dari sisi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih tinggi. Ketertarikan investor untuk berinvestasi baik investasi domestik maupun investasi luar negeri tentu akan mempertimbangkan berbagai hal.
"Antara lain tingkat imbal hasil yang akan diperoleh pada investasi serta kemampuan mengelola berbagai risiko yang melekat pada investasi tersebut," ujarnya.
Oleh karena itu, salah satu ukuran yang sering digunakan adalah ICOR. Sebab, ICOR menunjukkan respons dari perubahan output ekonomi secara agregat akibat adanya perubahan pada investasi atau kapital.
Semakin tinggi nilai ICOR, maka dibutuhkan tambahan kapital atau tambahan investasi yang lebih tinggi untuk menghasilkan tambahan satu satuan output. Jika suatu negara memiliki ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan investasi semakin tidak efisien. Hal ini akan memengaruhi ketertarikan investor untuk melakukan kegiatan investasi.
"Yang jadi masalah di kita ICOR yang masih tinggi, dengan ICOR masih 6 dengan pertumbuhan ekonomi tumbuh 5 persen (yoy) sehingga butuh investasi yang besar. Tadi Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) meneritakan kemarin datang ke SKK Migas, bagaimana investasi yang bisa dilakukan di AS hanya sepertiganya tapi di Indonesia 3 kali lipat," papar Suharso.
Menurutnya, banyak pekerjaan rumah untuk menekan ICOR, apabila ICOR Indonesia kembali ke zaman Orde Baru sekitar 4, maka ekonomi Indonesia sudah tumbuh 7 hingga 7,5 persen saat ini.
"Dengan kapasitas investasi yang kita miliki hari ini. Tetapi karena ketidakefisienan dan banyak hal secara detail harus kita pelototi makanya. Jika itu bottle necking di regulasi maka regulasi seperti apa," katanya.
3. RKP 2023 terdapat 119 proyek prioritas BUMN

Adapun dalam RKP tahun ini terdapat 119 proyek prioritas BUMN senilai Rp290,51 triliun tersebar di seluruh Indonesia. Kemudian, proyek prioritas swasta dengan perkiraan nilai investasi sebesar Rp1.229, 4 triliun yang mendukung prioritas pembangunan nasional.
"Poyek proyek prioritas ini tersebar di berbagai wilayah baik di kawasan Barat maupun Timur Indonesia," katanya.