Trump Sebut Tarif sebagai Obat, Market Asia Langsung Kolaps!

- Pasar saham Asia dan Eropa mengalami penurunan setelah pernyataan Presiden AS Donald Trump soal tarif impor sebagai "obat" untuk memulihkan ekonomi.
- Indeks utama bursa besar merosot, dengan lonjakan tekanan jual dan penghentian perdagangan di beberapa pasar Asia, serta penurunan harian terbesar sejarah di Pasar Taiwan.
- Investor dan pemerintah dunia mempertanyakan kebijakan tarif ini bersifat jangka panjang atau sekadar alat tawar-menawar, mendorong risiko resesi global meningkat.
Jakarta, IDN Times – Pasar saham Asia dan Eropa berguguran pada Senin (7/4/2025), usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut tarif impor sebagai “obat” yang diperlukan untuk memulihkan ekonomi domestik. Dalam pernyataan yang memicu kepanikan pasar, ia menyebut negara-negara asing harus membayar mahal untuk pencabutan tarif.
Pernyataan itu muncul saat gejolak akibat perang dagang belum mereda. Indeks utama merosot di seluruh bursa besar, dengan lonjakan tekanan jual dan penghentian perdagangan di beberapa pasar Asia.
“Saya tidak ingin ada yang turun. Tapi terkadang Anda harus minum obat untuk memperbaiki sesuatu,” kata Trump dalam wawancara di Air Force One, dikutip dari The Guardian, Senin (7/4).
1. Saham Asia dan Eropa rontok, pemicu penghentian perdagangan

Indeks Nikkei 225 Jepang ambles 8 persen saat pembukaan. Hang Seng Hong Kong merosot 13 persen, sementara Shanghai Composite anjlok 7,3 persen. Saham-saham teknologi besar seperti Alibaba dan Tencent ikut tertekan hingga lebih dari 8 persen.
Di Korea Selatan, perdagangan dihentikan selama lima menit setelah indeks Kospi jatuh tajam pada pukul 09.12 waktu setempat. Pasar Taiwan dibuka untuk pertama kali dalam dua hari dan langsung jatuh hampir 10 persen, penurunan harian terbesar dalam sejarahnya.
Di Eropa, FTSE 100 Inggris anjlok 488 poin atau 6 persen ke level 7.566. Semua saham blue chip melemah, terutama di sektor pertambangan dan keuangan. Indeks DAX Jerman turun hampir 10 persen, sementara CAC 40 Prancis terkoreksi 4 persen. FTSE MIB Italia juga melemah 6 persen.
Australia kehilangan lebih dari 160 miliar dolar AS nilai pasar dalam perdagangan pagi. Menteri Keuangan Jim Chalmers mengatakan PDB negara itu kemungkinan akan “terpukul” dan harga-harga domestik bisa melonjak.
2. Trump minta negara asing "bayar mahal" untuk akhiri tarif

Trump menyatakan telah berbicara dengan banyak pemimpin dari Asia dan Eropa sepanjang akhir pekan. Ia menyebut negosiasi tidak akan dilakukan tanpa kompensasi yang besar untuk AS.
“Mereka akan datang ke meja perundingan. Mereka ingin bicara, tapi tidak ada pembicaraan kecuali mereka membayar kita banyak uang setiap tahun,” ujarnya.
Trump juga menyampaikan bahwa defisit perdagangan tidak akan lagi ditoleransi.
“Saya berbicara dengan banyak pemimpin, dari Eropa, Asia, dari seluruh dunia,” ucapnya.
“Mereka sangat ingin membuat kesepakatan. Saya katakan, kita tidak akan mengalami defisit dengan negara Anda. Kita tidak akan lakukan itu, karena bagi saya, defisit adalah kerugian. Kita akan punya surplus atau, paling buruk, impas,” tambahnya, dikutip dari Sky News, Senin (7/4).
Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett menyatakan tarif tidak digunakan untuk menekan bank sentral. “Tidak akan ada paksaan politik terhadap bank sentral,” kata Hassett.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan lebih dari 50 negara sudah membuka dialog sejak tarif diumumkan. Ia menambahkan bahwa tidak ada tanda-tanda resesi karena penciptaan lapangan kerja masih di atas ekspektasi. Namun JP Morgan memperkirakan pertumbuhan PDB AS bisa terpangkas 0,3 persen menjadi hanya 1 persen tahun ini, dengan pengangguran naik dari 4,2 persen ke 5,3 persen.
3. Tekanan global terhadap tarif meningkat tajam

Investor dan pemerintah dunia kini mempertanyakan apakah kebijakan tarif ini bersifat jangka panjang atau sekadar alat tawar-menawar. Ketidakpastian itu mendorong risiko resesi global meningkat.
Goldman Sachs memperkirakan peluang resesi di AS naik menjadi 45 persen. Kontrak berjangka S&P 500 turun 4,93 persen, Dow Jones melemah 4,32 persen, dan Nasdaq tergelincir 5,33 persen menjelang pembukaan pasar.
Di Inggris, Perdana Menteri Keir Starmer mengumumkan rencana dukungan untuk industri otomotif dan ilmu hayati. Ia juga akan melonggarkan aturan emisi demi menjaga daya saing.
“Perdagangan global sedang mengalami transformasi,” ujar Starmer, mengacu pada tarif 25 persen untuk mobil dan 10 persen untuk barang lainnya.
KPMG memprediksi pertumbuhan ekonomi Inggris bisa melambat ke 0,8 persen hingga 2026 akibat kebijakan AS. Ekonom kepala KPMG UK, Yael Selfin, menyebut penyelesaian negosiasi adalah kebutuhan mendesak.
“Melihat dampak ekonomi yang akan ditimbulkan oleh tarif, ada insentif kuat untuk mencari penyelesaian negosiasi yang mengurangi kebutuhan akan tarif,” ujarnya.
Selfin juga menambahkan bahwa sektor otomotif Inggris sangat rentan karena rantai pasoknya yang kompleks. Beberapa negara dikabarkan siap berdialog untuk menghindari tarif tambahan. Investor Bill Ackman turut menyerukan penghentian kebijakan ini dan menyebutnya sebagai “perang ekonomi nuklir.”