Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Siap Pangkas Tarif, Tapi Tunggu Sinyal dari China

Donald Trump. (instagram.com/realdonaldtrump)
Donald Trump. (instagram.com/realdonaldtrump)
Intinya sih...
  • Presiden AS Donald Trump siap menurunkan tarif China, tapi keputusan bergantung pada negosiasi dagang.
  • Pasar saham merespons positif terhadap peluang meredanya tensi dagang antara AS dan China.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (23/4/2025) menyatakan siap menurunkan tarif tinggi terhadap barang China, namun keputusan final masih bergantung pada China. Ia mengatakan pengumuman angka tarif baru bisa disampaikan dalam beberapa pekan ke depan, tergantung hasil negosiasi dagang dengan negara mitra.

“Itu tergantung pada mereka. Kami memiliki situasi, di mana kami memiliki tempat yang sangat, sangat bagus. Itu disebut Amerika Serikat, dan telah ditipu selama bertahun-tahun,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (24/4/2025).

Trump menyebut, hubungan dengan Presiden Xi Jinping berjalan baik, dan ia optimistis bisa mencapai kesepakatan. Ia juga mengatakan, jika tidak tercapai kesepakatan maka pemerintahannya akan menentukan tarif sepihak. Dalam pernyataan terpisah, Trump mengatakan, negosiasi dengan China masih berlangsung aktif, dan keputusan final bisa keluar dalam dua hingga tiga minggu.

Sikap Trump tersebut muncul di tengah penguatan pasar saham, yang merespons positif peluang meredanya tensi dagang. Indeks S&P 500 naik 1,67 persen dan Nasdaq menguat 2,50 persen, melanjutkan tren sehari sebelumnya. Lonjakan ini turut dipicu oleh pernyataan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang menyebut perang dagang saat ini tak bisa dipertahankan.

1. Menteri Keuangan dan laporan WSJ buka peluang pemangkasan besar

ilustrasi kesepakatan kerjasama (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi kesepakatan kerjasama (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Bessent memperkirakan kuartal III-2025 sebagai waktu yang realistis untuk menentukan besaran akhir tarif. Ia menganggap tarif tinggi saat ini akan memperlambat pertumbuhan dan mendorong utang global.

Dalam laporan Rabu (23/4), Wall Street Journal mengungkap pemerintah Trump mempertimbangkan pemangkasan tarif hingga 50–60 persen demi meredakan ketegangan.

Sumber internal Gedung Putih menyebut pembahasan pemangkasan tarif terbuka, namun AS tidak akan bertindak sepihak tanpa langkah timbal balik dari China. China saat ini masih mengenakan 125 tarif atas produk AS. Meskipun begitu, juru bicara Gedung Putih menyebut semua spekulasi media hanyalah isu liar. Ia menyatakan bahwa hanya Trump yang akan mengumumkan kebijakan resmi tarif tersebut.

Trump sendiri menutup spekulasi dengan pernyataan singkat. kesepakatan yang adil akan tercapai.

“Kami akan punya kesepakatan yang adil dengan China,” ujarnya dalam pernyataan resmi Gedung Putih, dikutip dari ABC News Kamis (24/4).

Ia tidak menyebut angka pasti, namun pembicaraan terus berjalan di antara kedua negara.

2. China tolak tekanan dan siap lawan jika dibutuhkan

ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

China menyebut siap berdialog, namun menolak tekanan dan intimidasi dari AS. Dalam jumpa pers mingguan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun menyatakan negaranya tak mencari perang dagang.

“Kami tidak mencari perang, tapi juga tidak takut. Kami akan bertarung jika harus bertarung,” ujarnya.

Ia mengatakan, pintu untuk dialog tetap terbuka, namun AS harus berhenti menggunakan ancaman sebagai taktik negosiasi. Menurut Guo, jika AS memang ingin solusi yang dinegosiasikan maka pendekatannya harus berlandaskan kesetaraan dan saling menghormati. China juga secara tegas menyatakan proteksionisme tarif bertolak belakang dengan prinsip perdagangan internasional.

Sikap ini menjadi penegasan posisi China di tengah tekanan besar dari Washington. Sementara Trump menuntut penyesuaian tarif dari China, China menginginkan pendekatan yang tidak timpang. Kedua pihak sejauh ini belum menemukan titik temu yang konkret, meski pernyataan terbuka dari kedua kubu terus muncul.

3. Gugatan 12 negara bagian menantang kewenangan Trump soal tarif

Ilustrasi hukum (Dok.IDN Times)
Ilustrasi hukum (Dok.IDN Times)

Sebanyak 12 negara bagian di AS resmi menggugat kebijakan tarif Trump ke Pengadilan Perdagangan Internasional. Gugatan itu menyebut Trump telah menciptakan kekacauan ekonomi dan menyalahgunakan kekuasaannya tanpa persetujuan Kongres. Mereka meminta pengadilan membatalkan kebijakan tersebut dan melarang instansi pemerintah menegakkannya.

Dalam dokumen gugatan, negara-negara bagian tersebut menuding Trump bertindak sewenang-wenang dengan dalih darurat ekonomi. Mereka menyebut kebijakan itu lebih mencerminkan kehendak pribadi presiden ketimbang keputusan berdasar hukum.

Negara bagian yang menggugat meliputi Arizona, Colorado, Connecticut, Illinois, New York, hingga Vermont. Jaksa Agung Arizona Kris Mayes menyebut, tarif buatan Trump sebagai kebijakan yang gila.

“Arizona tidak bisa menanggung kenaikan pajak besar dari Presiden Trump. Tidak peduli apa yang diklaim Gedung Putih. Tarif adalah pajak, dan akan dibebankan pada konsumen,” katanya.

Ia menambahkan, kebijakan itu bukan hanya merugikan ekonomi, tapi juga melanggar hukum.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us