UMKM Sulit Ekspansi dan Terapkan Bisnis Hijau, Ini Buktinya

- Laporan Mastercard Small Business Barometer Report 2025 hasil kerja sama dengan Mercy Corps Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas, dan 60 Decibels.
- Setengah pengusaha UMKM ingin memperluas pasar, tapi terkendala oleh keuangan (56%), keterbatasan pengetahuan pasar (22%), persaingan perusahaan besar (70%).
- Dukungan pembiayaan membantu kesuksesan bisnis UMKM, bisnis perempuan lebih sukses dalam transformasi digital, praktik ramah lingkungan belum menjadi norma.
Jakarta, IDN Times - Laporan terkait perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia yang bernama Mastercard Small Business Barometer Report 2025 telah terbit. Laporan itu disusun berdasarkan riset dengan responden sebanyak 827 pelaku usaha mikro dan kecil dariberbagai industri, termasuk makanan dan minuman, fesyen, dan kerajinan.
Laporan itu digarap dari hasil kerja sama Mastercard Indonesia, Mercy Corps Indonesia, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan 60 Decibels. Laporan itu merupakan bagian dari program Strive.
Ada 10 poin yang ditemukan dari penelitian itu tentang kondisi dan perilaku UMKM di Indonesia, salah satunya adalah kesulitan mengekspansi bisnis karena keterbatasan modal.
1. UMKM hadapi kendala keuangan

Salah satu temuan dalam laporan itu adalah banyak pelaku UMKM yang berambisi untuk menjangkau pasar yang lebih besar dan memperluas basis pelanggan mereka. Namun, berbagai hambatan membatasi ambisi mereka.
Sekitar setengah dari pengusaha yang menjadi responden melaporkan aspirasi untuk memperluas kehadiran pasar mereka. Ambisi itu dibatasi oleh berbagai tantangan yang mereka hadapi, termasuk masalah seperti kendala keuangan (56 persen).
Tak hanya itu, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki mengatakan 22 persen responden memiliki keterbatasan pengetahuan pasar, dan juga realitas pasar.
"Mereka itu tidak mau pakai kredit. Karena sebagian besar bilang tidak butuh, dan sebagian besar mereka bilang mahal. Sekarang kelihatannya mereka sudah eksplorasi dari pembiayaan. Hanya tetap masih kurang dari 30 persen mereka mengakses kredit," kata Maliki dalam peluncuran Mastercard Small Business Barometer Report 2025 di Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Hampir 70 persen melaporkan persaingan dari perusahaan yang lebih besar sebagai hambatan utama atas ambisi. Selain itu, bisnis yang beroperasi di lokasi terpencil melaporkan isolasi geografis sebagai hambatan kritis, yang membatasi akses mereka ke basis pelanggan dan rantai pasokan yang lebih luas.
2. Dukungan pembiayaan sangat membantu pelaku UMKM

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur Mastercard Indonesia, Aileen Goh mengatakan dari laporan itu ditemukan bahwa dukungan pembiayaan sangat membantu kemajuan bisnis UMKM.
Lebih dari 80 persen pelaku UMKM yang mendapat dukungan bisnis berhasil mencetak kesuksesan. Dengan semakin banyak dukungan pembiayaan, maka hambatan ekspansi bisnis yang disebutkan di atas bisa teratasi.
"Pengetahuan menarik lainnya adalah perusahaan yang dikembangkan perempuan sebenarnya lebih sukses dalam beradaptasi dengan transformasi digital," tutur Aileen.
3. UMKM masih kesulitan dalam mempraktikkan bisnis ramah lingkungan

Poin penting lain yang ditemukan dari laporan itu adalah praktik ramah lingkungan belum menjadi norma bagi UMKM Indonesia. Penyebabnya adalah tingginya biaya untuk menjadi bisnis hijau.
Lebih rinci, 60 persen responden menyadari pentingnya praktik berkelanjutan, dan lebih dari 20 persen belum menerapkannya. Kemudian, hampir 20 responden mengungkapkan hambatan tingginya biaya bahan ramah lingkungan, serta adanya ketergantungan pada bahan yang tidak tidak ramah lingkungan.
Meski begitu, menjadi bisnis yang menerapkan aspek keberlanjutan meningkatkan ketangguhan bisnis itu sendiri.
Menurut Aileen, fakta-fakta terbaru terkait perilaku dan kondisi UMKM di Indonesia akan membantu dalam perancangan kebijakan untuk mendukung usaha kecil di Indonesia.
"Pengetahuan-pengetahuan ini membantu kami untuk memahami bahwa kemampuan seperti mentorship sebagai dukungan sangat penting bagi perusahaan kecil di Indonesia," ujar Aileen.
Senada, Executive Director Mercy Corps Indonesia, Ade Soekadis mengatakan laporan itu juga memberikan rekomendasi untuk menentukan dukungan yang tepat bagi pelaku UMKM di Indonesia.
"Bagaimana rekomendasi ini bisa dipertimbangkan dalam perancangan kebijakan. Bagaimana policy bisa menjadi action yang bisa membantu UMKM Indonesia untuk mewujudkan ekonomi yang lebih inklusif, produktif, dan tangguh," tutur Ade.
Dalam laporan itu, salah satu rekomendasi yang diberikan adalah memberikan solusi keuangan yang lebih fleksibel untuk UMKM, seperti opsi pembiayaan dengan suku bunga yang lebih rendah, tanpa mewajibkan pemenuhan syarat yang rumit, dan pengajuannya dipermudah.