Uni Eropa Perluas Pajak Karbon untuk Produk Baja dan Aluminium

- Uni Eropa memperluas pajak karbon untuk produk baja dan aluminium
- Perluasan mekanisme CBAM mencakup produk hilir berbasis baja dan aluminium
- Kebijakan ini berpotensi meningkatkan ketegangan perdagangan dengan negara pengekspor besar seperti China, India, dan Brasil
Jakarta, IDN Times - Uni Eropa mengumumkan rencana untuk memperluas penerapan pajak perbatasan karbon terhadap impor barang beremisi tinggi. Kebijakan ini bertujuan mendorong industri global agar mengurangi emisi karbon dalam proses produksinya.
Dalam usulan Komisi Eropa, perluasan pajak tersebut mencakup produk seperti suku cadang mobil dan mesin cuci. Selain itu, Uni Eropa juga berencana memperketat aturan guna menutup celah yang memungkinkan penghindaran pajak karbon.
1. Perluasan cakupan mekanisme CBAM
Komisi Eropa mengusulkan perluasan mekanisme Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) agar mencakup produk hilir berbasis baja dan aluminium, seperti suku cadang mobil, peralatan rumah tangga (termasuk kulkas dan mesin cuci), material konstruksi jembatan, transformator listrik, kabel, serta peralatan pertanian.
Mekanisme CBAM ini akan mulai berlaku penuh pada Januari 2026 setelah melewati masa transisi. Dalam skema tersebut, biaya impor akan disesuaikan dengan tingkat emisi karbon yang tertanam pada barang-barang tertentu, seperti baja, semen, aluminium, pupuk, listrik, dan hidrogen.
Perluasan cakupan ini ditujukan untuk mengurangi risiko kebocoran karbon, khususnya pada produk-produk lanjutan dalam rantai pasok baja dan aluminium yang berkontribusi besar terhadap emisi.
“Usulan ini bertujuan untuk memperluas penerapan mekanisme CBAM agar mencakup produk-produk turunan dari baja dan aluminium yang berada pada tahap lebih lanjut dalam rantai produksi. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi risiko kebocoran karbon yang dapat terjadi pada sektor-sektor industri tersebut,” tulis draf Komisi Eropa, dilansir Yahoo Finance.
Ketua sementara Business for CBAM Coalition, Leon de Graaf, menyambut baik usulan tersebut karena menargetkan produk yang paling rentan terhadap kebocoran karbon.
2. Penutupan celah pengelakan pajak
Komisi Eropa menyatakan kekhawatirannya, perusahaan asing, terutama dari China, dapat memanfaatkan celah dengan mengekspor produk rendah karbon ke pasar Uni Eropa, sementara tetap memproduksi barang beremisi tinggi untuk pasar lain. Jika ditemukan praktik pelaporan emisi yang tidak akurat (underreporting), Uni Eropa akan menetapkan nilai emisi default yang lebih tinggi pada produk dari negara tersebut, sehingga otomatis meningkatkan biaya dalam mekanisme CBAM.
Usulan ini merupakan bagian dari reformasi CBAM yang bertujuan melindungi produsen di Uni Eropa dari persaingan tidak adil, khususnya akibat potensi relokasi produksi ke negara-negara dengan regulasi iklim lebih longgar.
“Hari ini, kami memperkuat CBAM untuk meningkatkan daya saing, perlindungan iklim, dan kemandirian. Langkah-langkah ini melindungi industri Eropa, melindungi investasi iklim, dan memastikan persaingan yang adil sambil mengurangi emisi,” ujar Wopke Hoekstra, Komisaris Iklim Uni Eropa.
Masa fase transisi atau pilot CBAM akan berakhir pada akhir 2025, dan mulai 2026 hingga 2027, importir wajib membeli sertifikat CBAM sesuai jumlah emisi karbon yang tertanam dalam produk yang mereka masukkan ke pasar Uni Eropa.
3. Dampak dan dukungan industri
Mekanisme CBAM diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sekitar 2,1 miliar euro (Rp41,2 triliun) bagi Uni Eropa hingga tahun 2030. Namun, kebijakan ini juga berpotensi meningkatkan ketegangan perdagangan dengan sejumlah negara pengekspor besar seperti China, India, dan Brasil, yang kini tengah mengembangkan sistem harga karbon mereka sendiri untuk menyeimbangkan dampak kebijakan tersebut.
Dari total pendapatan CBAM, sekitar 25 persen akan dialokasikan kembali untuk membantu produsen Uni Eropa berinvestasi dalam program dekarbonisasi pada periode 2028–2029, guna mempercepat transisi menuju industri rendah emisi.
“Reformasi CBAM ini membawa langkah-langkah penting dan yang telah lama dinantikan untuk memastikan persaingan yang adil antara produsen industri Uni Eropa dan non-Uni Eropa,” kata Stéphane Séjourné, Wakil Presiden Eksekutif Uni Eropa untuk Kemakmuran dan Strategi Industri.


















