Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Rahasia Warren Buffett Untung Besar dari Saham Apple

Warren Buffett (instagram.com/officialwarrenbuffett)
Warren Buffett (instagram.com/officialwarrenbuffett)
Intinya sih...
  • Apple memiliki basis pelanggan setia yang kuat, memungkinkan perusahaan menetapkan harga tinggi dan dipandang sebagai brand gaya hidup dan produk premium.
  • Todd Combs, manajer portofolio andalan di Berkshire Hathaway, pertama kali mengusulkan Apple sebagai investasi ideal yang sesuai dengan kriteria Buffett.
  • Syarat utama Buffett dalam memilih saham adalah valuasi wajar dengan rasio harga terhadap laba maksimal 15, mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap investor pasti pernah membayangkan, "Seandainya dulu beli saham Apple di tahun 90-an". Namun kenyataannya, keuntungan dari saham Apple tetap signifikan meski baru dibeli saat krisis ekonomi global atau bahkan lima tahun terakhir.

Hal tersebut menunjukkan kualitas fundamental sebuah perusahaan unggulan tetap memberi hasil luar biasa dalam jangka panjang. Namun tak ada yang merasakan keuntungan sebesar Warren Buffett dari pertumbuhan Apple.

Meski dikenal sangat selektif terhadap saham teknologi, Buffett yang dijuluki Oracle of Omaha membuat pengecualian besar untuk Apple. Ia menyebut Apple sebagai perusahaan konsumen yang luar biasa dengan loyalitas pelanggan yang kuat dan manajemen yang solid.

Kini, Apple bukan hanya sekadar saham teknologi di mata Buffett, tetapi menjadi posisi terbesar dalam portofolio Berkshire Hathaway, melampaui sektor-sektor tradisional yang sebelumnya ia prioritaskan.

Dilansir GOBankingRates, berikut beberapa alasan Buffett pilih Apple.

1. Loyalitas konsumen tinggi

ilustrasi logo apple (pixabay.com/Matias Cruz)
ilustrasi logo apple (pixabay.com/Matias Cruz)

Apple dikenal memiliki basis pelanggan setia yang sangat kuat. Hal ini memberi Apple kekuatan dalam menetapkan harga.

Konsumen rela membayar mahal demi produk terbaru, terutama iPhone. Berkat citra yang dibangun oleh Steve Jobs, Apple tidak hanya dipandang sebagai perusahaan teknologi, tetapi juga sebagai brand gaya hidup dan produk premium yang memiliki daya tarik emosional bagi penggunanya.

Dari kacamata Buffett, Apple bukan sekadar perusahaan teknologi, tapi lebih mirip perusahaan barang konsumsi, seperti Coca-Cola atau Gillette, yang produknya digunakan setiap hari dan memiliki pelanggan berulang. Itulah sebabnya ia tertarik memborong sahamnya dan menempatkan Apple sebagai salah satu investasi terbesarnya.

2. Bantuan dari orang kepercayaan

Ilustrasi portofolio investasi (freepik.com)
Ilustrasi portofolio investasi (freepik.com)

Meski keputusan akhir ada di tangan Buffett, ia tidak menemukan peluang Apple sendirian. Todd Combs, salah satu manajer portofolio andalan di Berkshire Hathaway, adalah orang yang pertama kali mengusulkan Apple sebagai investasi ideal yang sesuai dengan kriteria Buffett. Ia melihat potensi jangka panjang Apple dalam hal brand, ekosistem produk, serta loyalitas pelanggan.

Hal ini menunjukkan bahkan investor legendaris pun tak ragu untuk berkonsultasi, mendengarkan masukan, dan mengandalkan kekuatan tim dalam membuat keputusan besar. Dalam dunia investasi, kolaborasi dan keterbukaan terhadap perspektif lain bisa menjadi kunci sukses jangka panjang.

3. P/E ratio yang masuk akal

Ilustrasi investasi (freepik.com)
Ilustrasi investasi (freepik.com)

Salah satu syarat utama Buffett dalam memilih saham adalah valuasi yang wajar. Ia secara konsisten mencari saham dengan rasio harga terhadap laba (P/E) maksimal 15, berdasarkan proyeksi pendapatan 12 bulan ke depan. Angka ini bukan sekadar patokan teknis, tetapi mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.

Dengan menetapkan batas tersebut, Buffett memastikan bahwa ia tidak membayar terlalu mahal untuk potensi pertumbuhan yang belum tentu pasti. Pendekatan ini juga membantunya menghindari gelembung aset dan fokus pada perusahaan yang memiliki fondasi keuangan solid serta prospek bisnis jangka panjang yang menjanjikan.

4. Proyeksi pertumbuhan laba yang stabil

Ilustrasi pasar saham (freepik.com)
Ilustrasi pasar saham (freepik.com)

Buffett juga menetapkan dua kriteria tambahan:

  • Manajemen perusahaan harus 90 persen yakin bahwa laba akan terus naik dalam lima tahun ke depan.

  • Harus ada keyakinan minimal 50 persen bahwa pendapatan bersih akan naik setidaknya 7 persen per tahun selama lima tahun.

Meskipun Buffett lebih fokus pada perusahaan besar karena skalanya, pendekatan ini juga dapat digunakan oleh investor ritel saat memilih saham perusahaan kecil menengah.

Strategi Warren Buffett dalam memilih saham Apple bukan karena tren, tapi karena analisis mendalam terhadap fundamental perusahaan. Loyalitas pelanggan, valuasi masuk akal, dan prospek laba yang solid menjadi kunci keputusan. Pelajaran penting dari kisah ini: investasi sukses tidak selalu datang dari keputusan cepat, tapi dari prinsip yang disiplin dan didukung tim yang tepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us