UE Tingkatkan Penyelidikan Visa dan Mastercard atas Biaya Kartu

Jakarta, IDN Times - Regulator antimonopoli Uni Eropa (UE) memperluas penyelidikan terhadap Visa dan Mastercard pada Selasa (3/6/2025), atas dugaan praktik anti-kompetitif dalam struktur biaya kartu. Investigasi ini menyoroti kurangnya transparansi dan kemungkinan pelanggaran aturan persaingan yang merugikan pedagang dan penyedia layanan pembayaran.
Pemeriksaan lanjutan ini dapat berdampak besar terhadap operasi kedua perusahaan di Eropa, termasuk potensi denda hingga 10 persen dari pendapatan global tahunan mereka.
1. Fokus penyelidikan pada biaya dan transparansi
Regulator UE telah mengedarkan kuesioner baru kepada pedagang dan penyedia terminal pembayaran guna menilai apakah ringkasan biaya dari Visa dan Mastercard sudah transparan dan mudah dipahami. Pertanyaan juga mencakup kejelasan dalam pemberitahuan perubahan biaya serta keberadaan kriteria kontraktual yang objektif dan non-diskriminatif, dilansir Reuters.
Penyelidikan ini dipicu keluhan dari pedagang besar, seperti Amazon dan IKEA, yang mengkritik kenaikan biaya kartu internasional sebesar 33,9 persen sejak 2018.
“Biaya ini membebani pedagang dan pada akhirnya konsumen, tanpa adanya persaingan yang sehat,” ujar juru bicara asosiasi pedagang Eropa.
UE juga menyoroti perlunya pemisahan jelas atas denda yang dikenakan dalam faktur serta mekanisme bagi pedagang untuk menggugat biaya tersebut. Langkah ini mencerminkan upaya menciptakan ekosistem pembayaran yang adil, dilansir PYMNTS.
2. Riwayat pelanggaran dan ancaman denda besar
Visa dan Mastercard sebelumnya sudah pernah disorot regulator. Pada 2019, Mastercard dijatuhi denda 570,6 juta euro (Rp10,5 triliun) karena dianggap menaikkan biaya secara tidak sah. Keduanya juga sempat diminta memangkas biaya transaksi lintas negara, dilansir Financial Post.
Kini, ancaman denda jauh lebih besar. Berdasarkan pendapatan 2023, Visa berpotensi terkena sanksi hingga 3,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) (Rp52,2 triliun) dan Mastercard 2,3 miliar dolar AS (Rp37,5 triliun).
“Kami bekerja sama dengan regulator untuk memastikan layanan kami tetap andal dan aman,” ujar juru bicara Mastercard, dilansir PYMNTS.
Tekanan juga datang dari Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, yang menyerukan pengurangan ketergantungan pada penyedia pembayaran asing guna memperkuat kedaulatan finansial UE, dikutip Benzinga.
3. Dampak potensial dan respons industri
Penyelidikan ini berpotensi mendorong revisi Peraturan Biaya Pertukaran (Interchange Fee Regulation) yang telah berlaku selama satu dekade. Pedagang mendesak adanya pembatasan biaya lebih ketat dan pengawasan yang lebih kuat.
Visa membela struktur biayanya dengan menekankan manfaat seperti keamanan dan pencegahan penipuan.
“Kami terus berinovasi demi memberikan nilai lebih bagi ekosistem pembayaran di Eropa,” kata perwakilan Visa. Sementara itu, Mastercard menyatakan komitmennya untuk mendukung pedagang melalui solusi pembayaran yang efisien.
Meski ancaman denda membayangi, sejumlah analis melihat kemungkinan penyelesaian lewat negosiasi, seperti kasus antimonopoli di AS pada 2024 yang menghasilkan pembatasan biaya selama lima tahun. Namun, pedagang Eropa menginginkan reformasi menyeluruh yang dapat mengubah lanskap pembayaran kawasan, dilansir AInvest.