Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Empat Malaikat di Tengah Sakit

Ilustrasi orang sakit kepala (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi orang sakit kepala (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Rumi dan Fira duduk di teras rumah, memandang langit yang cerah setelah hujan deras. Udara sore itu sejuk, membawa aroma tanah basah yang segar. Sesekali, burung-burung berkicau di pepohonan. Mereka saling berbincang, seperti sahabat lama yang saling menemani dalam setiap kesulitan. Namun, pembicaraan mereka sore itu bukan sekadar cerita biasa. Kali ini, Fira, dengan suara lembut, mulai berbicara tentang hal yang mendalam, kebaikan Allah ketika kita sakit.

"Rumi," kata Fira sambil memandang sahabatnya dengan serius, "tahukah kamu? Di balik setiap sakit yang kita rasakan, selalu ada kebaikan yang tak terhitung dari Allah."

Rumi mengerutkan keningnya, menatap sahabatnya seakan memohon penjelasan lebih lanjut. "Apa maksudmu, Fir?"

Fira menarik napas dalam-dalam, seakan ingin mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Kita sering kali merasa sakit adalah beban, bahwa itu adalah ujian yang berat. Tapi, pernahkah kamu berpikir bahwa saat kita sakit, sebenarnya Allah sedang menunjukkan kasih sayang-Nya? Ada empat malaikat yang diperintahkan oleh Allah ketika kita jatuh sakit."

Rumi, yang penasaran, mendekat sedikit. "Empat malaikat? Apa yang mereka lakukan?"

Fira tersenyum kecil, senang karena Rumi tertarik. "Malaikat pertama turun untuk mengambil kekuatan kita. Saat kita merasa lemah, seperti tak punya tenaga untuk berdiri atau bergerak, itu karena kekuatan kita diambil oleh malaikat tersebut."

Rumi terdiam sejenak, mencoba merenungkan hal itu. "Jadi itulah sebabnya kita sering merasa begitu lemah ketika sakit?"

"Benar," Fira mengangguk. "Dan malaikat kedua juga datang, untuk mengambil nafsu makan kita. Itulah mengapa ketika sakit, makanan terasa hambar, bahkan makanan kesukaan kita tak lagi menggugah selera."

Rumi mulai teringat bagaimana saat ia demam beberapa bulan lalu, semua makanan favoritnya terasa tak enak. Ia tersenyum kecil dan berkata, "Ya, aku ingat itu. Bahkan aroma makanan pun membuatku mual."

Fira melanjutkan, "Malaikat ketiga juga turun, Rumi. Dia mengambil sinar wajah kita, membuat kita terlihat pucat. Orang-orang yang melihat kita pasti tahu kita sedang tidak sehat karena wajah kita kehilangan cahaya."

Rumi tersentuh oleh penjelasan itu. "Pantas saja, ketika seseorang sakit, wajahnya selalu terlihat kusam dan lelah."

"Tapi," Fira melanjutkan dengan suara yang semakin lembut, "ada satu lagi malaikat yang tak kalah penting. Malaikat keempat, Rumi. Malaikat ini diperintahkan oleh Allah untuk mengambil dosa-dosa kita."

Rumi tertegun. "Dosa-dosa kita?"

Fira mengangguk. "Ya, saat kita sakit, Allah dengan segala kasih sayang-Nya, menyuruh malaikat ini untuk menghapus sebagian dari dosa kita. Sakit yang kita rasakan adalah bentuk pengampunan dari Allah."

Keduanya terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu meresap dalam pikiran mereka. Bagi Rumi, ini adalah pandangan yang benar-benar baru tentang sakit. Ia selalu menganggap sakit sebagai sesuatu yang negatif, sesuatu yang harus dihindari. Namun, mendengar bagaimana Allah dengan penuh kasih sayang bahkan menghapus dosa-dosa melalui sakit, membuat hatinya hangat.

"Tapi tunggu," Rumi akhirnya bertanya, "bagaimana dengan saat kita sembuh? Apakah keempat malaikat itu kembali?"

Fira tersenyum, seolah-olah ia sudah menantikan pertanyaan itu. "Ya, ketika kita sembuh, keempat malaikat itu kembali. Malaikat pertama mengembalikan kekuatan kita lagi, membuat kita merasa segar dan kuat seperti sebelumnya."

Rumi mengangguk. "Aku merasakannya setiap kali sembuh. Rasanya seperti mendapat tenaga baru."

Fira tertawa kecil. "Tepat sekali! Dan malaikat kedua pun kembali untuk mengembalikan nafsu makan kita. Saat kita sembuh, tiba-tiba saja kita ingin makan segalanya. Makanan terasa lebih enak daripada sebelumnya."

Rumi tertawa mengingat betapa rakusnya ia saat sembuh dari flu minggu lalu. "Itu benar-benar terjadi padaku!"

"Dan malaikat ketiga pun mengembalikan sinar wajah kita. Wajah yang tadinya pucat, kembali bercahaya dan sehat. Orang-orang yang melihat kita akan berkata, 'Kamu terlihat jauh lebih baik!' Itu karena malaikat ketiga sudah mengembalikan cahaya wajah kita."

Rumi tersenyum lebar, merasa betapa semua ini begitu masuk akal. "Tapi, bagaimana dengan malaikat keempat?" tanyanya penasaran.

Fira menghela napas pelan, lalu melanjutkan dengan suara yang penuh ketenangan. "Malaikat keempat tidak diperintahkan untuk mengembalikan dosa-dosa kita. Malaikat itu datang kepada Allah dan bertanya, 'Ya Allah, kenapa aku tidak diperintahkan untuk mengembalikan dosa-dosa hambamu?' Lalu Allah menjawab, 'Apakah benar jika kamu mengembalikan dosa-dosa hambaku?'"

Rumi terpana. "Jadi, Allah tidak membiarkan dosa-dosa itu kembali?"

Fira mengangguk dengan penuh keyakinan. "Benar. Dosa-dosa yang sudah diambil tidak akan dikembalikan. Itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah yang begitu besar kepada kita."

Rumi merasakan hatinya bergetar. Ia tak pernah menyangka bahwa di balik sakit yang ia alami, ada begitu banyak kasih sayang Allah yang tersembunyi. Ia melihat sahabatnya, Fira, dengan mata yang berbinar, penuh rasa syukur.

"Terima kasih, Fira," kata Rumi lirih, "aku tak pernah berpikir tentang sakit dengan cara seperti ini. Sekarang, aku merasa lebih kuat, lebih siap menghadapi apapun yang Allah berikan."

Fira tersenyum lembut, merasakan kehangatan persahabatan mereka yang semakin dalam. "Sama-sama, Rumi. Kadang, kita hanya perlu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, dan kita akan menemukan betapa besar cinta Allah kepada kita."

Langit mulai berubah warna menjadi jingga, menandakan matahari mulai tenggelam. Angin sejuk meniupkan rasa damai di hati keduanya, meninggalkan mereka dalam keheningan yang penuh makna.

Dalam setiap ujian, baik itu sakit maupun kesedihan, Allah selalu menyertakan kebaikan-Nya. Sakit bukan hanya sekadar rasa perih yang harus kita lalui, tetapi juga kesempatan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, merasakan kasih sayang-Nya, dan memurnikan diri dari dosa-dosa yang telah kita lakukan. Cerita tentang empat malaikat ini mengajarkan kita bahwa di balik setiap cobaan, selalu ada hikmah dan rahmat yang tak terduga dari Allah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Alif Kahlil Gibran
EditorAlif Kahlil Gibran
Follow Us