[CERPEN] Pernikahan yang Sempurna

Tak terasa, beberapa hari lagi, sudah hampir 19 tahun usia rumah tangga Annie dan Usman. Anak mereka sudah dua orang, Ali, anak pertama mereka, sekarang sudah berusia 16 tahun, kelas 11 (Kelas 2) di sebuah SMA negeri favorit di Yogyakarta. Anak kedua mereka, Fatimah, beberapa hari lagi, juga akan berumur 3 tahun.
Walaupun kedua anak mereka memiliki kebutuhan khusus, akan tetapi, Usman dan Annie sangat menyayangi dan bangga dengan mereka. Ali mengidap Spinal Muscular Atrophy, kelainan syaraf tulang belakang, yang membuatnya tidak bisa berdiri dan berjalan, serta harus menggunakan kursi roda untuk mobilitasnya. Fatimah, menurut diagnosa beberapa dokter, mengalami situasi pertumbuhan terlambat, dan gejala autisme. Sampai sekarang, Fatimah belum bisa berbicara, dan sangat aktif bergerak.
Mereka sebenarnya sudah mencoba menyekolahkan Fatimah di sebuah Sekolah TK (Taman Kanak Kanak) sekaligus KB (Kelompok Bermain) Cakrawala, begitu nama sekolah itu. Akan tetapi, Fatimah masih belum juga bisa berbicara, setelah hampir 5 bulan bersekolah di sana.
Pada akhirnya, Usman dan Annie malah jadi frustrasi dan saling menyalahkan terkait kondisi Fatiman ini. Kebetulan juga, penghasilan Usman memang menurun drastis, setelah kehilangan pekerjaan tetap, karena diberhentikan secara sepihak, oleh perusahaan tempat dia bekerja sebagai School Manager.
Posisi yang mengharuskan Usman untuk mengelola manajerial beberapa sekolah milik perusahaan. Terkadang bahkan tugasnya sering ditambah secara sewenang-wenang, supaya perusahaan bisa mendapat keuntungan maksimal dengan mempekerjakan seorang Usman, yang punya banyak pengalaman. Usman, yang memang selalu berusaha bekerja dengan penuh dedikasi, tidak pernah menolak panambahan tugas tersebut. Terkadang bahkan, ia mempersembahkan lebih daripada yang ditugaskan oleh perusahaan, seperti mencari guru bahasa Inggris yang native speaker (penutur asli). Hal ini dilakukannya, setelah jam kerja selesai, atau setelah pukul 17.00 wib.
Suatu hari, setelah cuti 3 hari untuk mengantarkan Ali pergi ke Malang guna mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman SMP-nya, pimpinan perusahaan yang zalim itu, kemudian memerintahkan pemberhentian Usman secara sepihak dari posisinya sebagai seorang School Manager. Kepala HRD (Human Resource Department), seorang perempuan yang usianya jauh lebih muda dari Usman, yang diminta untuk menyampaikan pemberhentian tersebut.
Dengan hati hancur, Usman mencoba pulang ke rumahnya, akan tetapi, sebuah panggilan telepon, dari seniornya yang seorang Dekan Fakultas Hukum, sekaligus pengacara, membuatnya mengalihkan tujuannya. Ditemuinya, Pak Sukirman, begitu nama seniornya itu, di sebuah perkebunan yang dikelola oleh Gus Ramzy, senior Usman juga, yang mendalami dunia pertanian.
Di sana, Usman lebih banyak diam, mendengarkan Pak Sukirman dan Gus Ramzy, yang usianya jauh lebih tua dari Usman. Setelah beberapa lama, Usman, yang hatinya tak karuan, kemudian menceritakan pemberhentian sepihak terhadapnya, yang dilakukan oleh perusahaan tempat dia bekerja.
Pak Sukirman kemudian menyarankan Usman untuk menggugat pemberhentian sepihak itu, dan meminta hak gaji bulanan sesuai dengan kontrak kerjanya, yang masih tersisa 9 bulan, kepada perusahaan tersebut. Usman merasa, hatinya yang hancur, perlahan pulih kembali, setelah mendengar nasihat dari seniornya itu.
“Kita gugat saja Man, sembilan bulan gajimu, akan kita minta mereka membayarkannya, paling mereka akan negosiasi minta pembayarannya dicicil atau bagaimana”, begitu penjelasan Pak Sukirman kepada Usman, terkait gugatan yang akan mereka layangkan.
“Baik Pak, mudah-mudahan kita bisa memenangkan gugatan itu, dan mereka mau membayarkan hak saya Pak”.
Setelah berjuang selama kurang lebih 6 bulan, pada awal Januari 2024, Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta, kemudian memenangkan gugatan Usman, dan menghukum perusahaan tersebut dengan kewajiban membayarkan sembilan bulan gaji Usman dan biaya lainnya.
Usman girang bukan kepalang, dengan keputusan pengadilan itu. Baginya, walaupun perusahaan tersebut belum membayarkan haknya, paling tidak secara hukum mereka sudah terbukti bersalah, dengan memberhentikan Usman secara sepihak.
***
Setelah hak Usman dibayarkan oleh perusahaan tersebut, kondisi keuangan Usman dan keluarga, masih jauh dari kata pulih. Hampir semua uang yang dibayarkan oleh perusahaan itu pada Usman, langsung habis untuk membayar berbagai pinjaman, yang mereka ambil, untuk bertahan hidup selama setahun terakhir.
Ia dan Annie, dalam beberapa bulan ini, juga cukup sering bertengkar hebat. Biasanya, Annie akan pergi dari rumah meninggalkan Usman dan anak-anaknya. Hal tersebut terjadi, karena dalam kemarahannya, Usman sering meminta Annie untuk meninggalkan mereka. Annie yang orangnya, memiliki harga diri tinggi, memilih untuk pergi, daripada bertahan di rumah.
Setelah pertengkaran ketiga mereka, pada tahun ini, berakhir dengan perdamaian, suatu hari, Annie menemui temannya, seorang pengusaha kafe yang sukses, Bu Broto, di sebuah kafe di lingkungan kompleks UGM (Universitas Gadjah Mada). Setelah membantu Ali buang air, di toilet SMA tempat dia bersekolah, Usman lalu pergi ke kafe tersebut menemui Annie dan Bu Broto, yang tengah berbincang.
Di situlah Usman melihat, bagaimana dampak dari ketidakmampuan dirinya untuk menjadi suami yang baik, dalam mencukupi berbagai kebutuhan Annie sebagai istri. Annie terlihat tidak mengenakan perhiasan sama sekali, baik cincin kawin, dan perhiasan lainnya, semuanya harus dijual, untuk menyambung hidup keluarga mereka. Sementara, Bu Broto terlihat penuh dengan perhiasan, baik itu gelang, kalung, cincin, emas dan berlian, jam mahal bertahtakan berlian. Beliau juga mengenakan pakaian bermerk mahal dan terkenal, yang mungkin dulu bisa mereka beli, ketika masih hidup berkecukupan.
Usman merenung lama, dalam hatinya, ia memohon maaf pada Annie, “Maafkan Ayah ya Bunda, tidak bisa mempertahankan semua perhiasan yang bunda punya, Ayah janji, suatu saat, semuanya akan Ayah belikan lagi untuk Bunda”.
***
Malam terakhir, sebelum hari ulang tahun pernikahan mereka. Usman mengenang 19 tahun yang lalu, setelah dikirimi oleh Annie satu ekor ayam goreng utuh ke hotel tempat ia dan keluarganya menginap. Usman langsung menghabiskan ayam itu dengan Abang sepupunya, Bang Hendri, yang datang jauh-jauh dari Aceh.
Keluarganya yang lain, sepertinya sudah tidak ingin makan lagi, sehingga hanya Usman dan Bang Hendri lah yang menggasak ayam goreng itu sampai tuntas. Setelah itu mereka tertidur kekenyangan.
Keesokan harinya, karena badan Usman yang menjadi melar, beskap Jogja, yang sudah disiapkan oleh tukang rias pengantin, untuk dipakaikan padanya, ternyata tidak muat sama sekali, kancing beskap itu tidak bisa dimasukkan ke lubangnya, karena lingkar pinggang Usman bertambah beberapa sentimeter.
Akhirnya, terpaksa beskap Landung khas Solo, yang dipakaikan padanya. Walaupun, tidak cocok dengan blangkon adat Jogja yang dikenakannya, akan tetapi, karena memang badannya tinggi besar, Usman tetap terlihat gagah mengenakan pakaian adat campuran tersebut.
Setelah prosesi akad nikah selesai, pesta pernikahan adat Jogja berlangsung dari pagi sampai menjelang maghrib. Usman dan Annie yang kelelahan, akhirnya diperbolehkan masuk kamar, untuk beristirahat.
Di kamar pengantin, Usman memandangi Annie yang sudah jadi istri sahnya itu. Ia terlihat cantik dalam balutan kebaya putih ketat. Usman sempat bertanya dalam hati, saat itu, “Apakah aku akan bisa membahagiakan perempuan yang kucintai ini?”.
Sekarang setelah hampir 19 tahun berlalu, Usman kembali teringat pada pertanyaannya di malam pengantin tersebut.
Direnungkannya rumah tangga mereka, jatuh bangun kerap terjadi. Susah senang, adalah hal yang selalu mereka alami. Terkadang bahagia berbulan-bulan, hal yang biasanya diikuti kesulitan di bulan-bulan berikutnya.
Setahun terakhir ini, kesulitan terasa betah menghinggapi hidup mereka. Terkadang sepeser pun tak ada dalam rekening mereka, hal yang biasanya membuat populasi rambut putih semakin banyak di kepala Usman.
***
Dini hari, tanggal 27 November 2024, pukul 00.50 wib, Usman terjaga, setelah Ali membangunkannya, dan meminta Usman untuk mengangkatnya ke tempat tidur, karena ia sudah sangat mengantuk, setelah belajar untuk ujian semester, dari sore. Untungnya hari ini libur, sehingga Ali bisa bangun di siang hari.
Setelah membaringkan Ali di tempat tidur, Usman lalu duduk sendirian di ruang tengah, di depan televisi yang tidak dinyalakan. Ia kembali merenungkan pertanyaannya pada diri sendiri, 19 tahun yang lalu.
Ia memang sangat menyayangi Annie dan kedua anak mereka, Ali dan Fatimah. Bagi Usman, mereka adalah hidupnya. Usman tidak bisa membayangkan, bagaimana hidupnya jika tiga orang yang sangat dicintainya ini, tidak berada di sisinya.
Akan tetapi, sebagai seorang kepala rumah tangga, Usman terkadang tidak mampu untuk memberi nafkah lahir pada mereka. Annie bahkan harus menelpon kakak-kakaknya, Mas Yanto dan Sulis, untuk meminjam uang, jika mereka benar-benar sudah kehabisan uang.
“Aku harus bagaimana ya Tuhan? Dengan umur yang sudah tidak muda lagi ini, bagaimana aku bisa menambah penghasilan, untuk mencukupi kebutuhan hidup keluargaku?”. Tanya Usman pada Tuhan, setelah lama berpikir dan merenung. Usianya yang sudah 45 tahun, membuat kesempatan Usman untuk mendapatkan pekerjaan baru, dengan gaji tinggi, menjadi semakin kecil.
Beberapa kali ia dan Annie, memang sempat mencoba berbisnis. Akan tetapi, tetap saja belum berhasil memberikan keuntungan yang berkelanjutan dan bisa menopang kehidupan mereka sekeluarga.
Di tengah perenungannya tersebut, tiba-tiba Annie keluar dari kamar, dengan mata setengah mengantuk, untuk membuatkan susu bagi Fatimah. Usman lalu bangkit dari duduknya, dan langsung memeluk dan menciumi Annie, dengan penuh cinta.
“Selamat ulang tahun pernikahan ya Bunda, semoga kita sekeluarga selalu saling menyayangi, dan senantiasa di bawah lindungan Tuhan yang Maha Kuasa”.
Annie terlihat sangat terharu, dengan ucapan Usman, dan memeluknya dengan erat.