Kopi dan Cara Tuhan Memilihmu

Malam kembali menyudutkan aku dibawah sini, setelah kau lihat senja dan jingga yang begitu nyala hari ini. Mega mendung, kabut tipis dan kelembutan angin untuk memilikimu seutuhnya.
Americano melebur hangat diantara dingin yang tak kulihat. Tentu saja rindu sudah semena-mena mencabik seluruh harap atas kepemilikannya. Dan kau tau, waktu sudah setengah tiga dini hari.
Tetapkan aku sebagai apa saja, seperti kopi yang tak sudi mencintai gula, seperti hilang yang kau hadirkan hari ini.
Kutenggak lagi, lagi dan lagi.
Sebelum kau sudah, sudah dan sudah.
Detik memburu menit dengan teliti. Pertanda takdir mulai berhenti bekeja sama, dan kita tau bahwa tidak ada yang pernah sama dari pengembalian. Kau bisa saja kembali dengan setengah hati, tapi aku terlalu siap untuk mencintaimu ratusan kali lagi.
Tidak ada narasi yang berakhir seperti ini, butuh kesimpulan dan hasil pasti dari setiap hal. Sibuklah mencari, karena aku akan senantiasa mencoba ratusan kali lagi.
Tuhan telah salah memilihku untuk mencintaimu, karena aku adalah kurang dari segala kurang dan kau...selalu lebih diantara lebih.
Kafein, Tar dan Nikotin;
Rencana bunuh diri paling dramatis