Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Mendaki Gunung Berbahaya bagi Jantung?

ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Kamaji Ogino)
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Kamaji Ogino)

Mendaki gunung sering dianggap sebagai aktivitas menyenangkan yang mampu menguji kekuatan fisik sekaligus ketahanan mental seseorang. Namun di balik semua itu, banyak orang mulai mempertanyakan dampaknya terhadap kesehatan jantung. Aktivitas fisik berat seperti mendaki memang menuntut kerja jantung yang lebih keras dibanding kegiatan sehari-hari, sehingga wajar jika topik ini menarik perhatian.

Melalui pemahaman yang tepat tentang kondisi tubuh, kamu bisa menjadikan pendakian sebagai latihan yang menyehatkan. Karena itu, penting memahami keseimbangan antara kesehatan fisik dan kemampuan jantung sebelum mulai menerapkan berbagai tips mendaki gunung secara aman dan efektif. Berikut penjelasan lengkapnya.

1. Aktivitas fisik yang berat meningkatkan beban jantung

ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Kirill Lazarev)
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Kirill Lazarev)

Saat mendaki, tubuh dipaksa bekerja lebih keras karena harus menyesuaikan diri dengan medan menanjak dan tekanan udara yang lebih rendah. Kondisi ini membuat jantung berdetak lebih cepat untuk memompa oksigen ke seluruh tubuh. Bagi orang yang jarang berolahraga atau memiliki masalah jantung tersembunyi, peningkatan beban ini bisa menjadi risiko serius. Dalam beberapa kasus, denyut jantung yang terlalu cepat dapat memicu aritmia atau tekanan darah tidak stabil selama pendakian.

Namun bagi orang dengan jantung sehat, justru aktivitas seperti ini bisa membantu memperkuat otot jantung jika dilakukan dengan ritme yang tepat. Tubuh akan beradaptasi secara alami dengan meningkatkan efisiensi sirkulasi darah. Oleh sebab itu, penting mengenali batas kemampuan diri dan melakukan pemanasan sebelum pendakian.

2. Ketinggian dapat mengubah kinerja sistem kardiovaskular

ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Eric Sanman)
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Eric Sanman)

Ketika berada di ketinggian, kadar oksigen di udara menurun sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Penurunan oksigen ini sering disebut hipoksia, dan dapat menyebabkan sesak napas, pusing, hingga detak jantung meningkat drastis. Reaksi tubuh ini adalah bentuk adaptasi alami, tetapi jika berlangsung terlalu lama, bisa menimbulkan tekanan tambahan pada jantung.

Untuk mencegah hal tersebut, pendaki disarankan melakukan aklimatisasi (proses adaptasi tubuh terhadap perubahan lingkungan saat mendaki gunung, terutama terhadap ketinggian dan tekanan udara yang lebih rendah, untuk mencegah penyakit ketinggian) secara bertahap agar tubuh terbiasa dengan perubahan tekanan udara. Konsumsi air yang cukup juga penting untuk menjaga aliran darah tetap lancar. Jika muncul gejala seperti nyeri dada atau kelelahan ekstrem, sebaiknya hentikan pendakian sementara dan cari pertolongan medis.

3. Kondisi psikologis turut mempengaruhi detak jantung

ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Athena Sandrini)
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Athena Sandrini)

Selain fisik, faktor psikologis saat mendaki juga berpengaruh besar terhadap kesehatan jantung. Rasa takut, gugup, atau cemas di medan curam dapat memicu peningkatan hormon adrenalin yang membuat jantung berdebar lebih cepat. Meski ini adalah respons alami tubuh terhadap stres, lonjakan adrenalin berlebih dapat memicu tekanan darah tinggi dan menurunkan stabilitas ritme jantung.

Kamu bisa mengendalikan hal ini dengan menjaga ketenangan melalui pernapasan teratur dan fokus pada langkah. Mendaki bersama teman yang berpengalaman juga membantu menurunkan rasa cemas karena kamu merasa lebih aman. Pendekatan psikologis seperti mindfulness bisa diterapkan untuk mengatur stres selama perjalanan panjang. Dengan begitu, keseimbangan antara tubuh dan pikiran dapat menjaga kinerja jantung tetap stabil.

4. Asupan nutrisi mempengaruhi ketahanan jantung saat mendaki

ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Bisesh Gurung)
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Bisesh Gurung)

Mendaki gunung membutuhkan energi besar sehingga tubuh perlu mendapat suplai nutrisi yang seimbang. Kekurangan elektrolit, cairan, atau zat besi dapat mengganggu kerja otot jantung karena darah menjadi kurang efisien membawa oksigen. Selain itu, pola makan tinggi lemak sebelum mendaki justru memperlambat sirkulasi darah dan membuat tubuh cepat lelah.

Sebaiknya, penuhi kebutuhan tubuh dengan karbohidrat kompleks, protein, serta cairan elektrolit untuk menjaga keseimbangan energi. Konsumsi camilan seperti pisang atau kacang dapat membantu menstabilkan kadar gula darah dan tekanan jantung. Hindari kafein atau minuman energi berlebihan karena dapat meningkatkan denyut jantung secara tidak wajar.

5. Pola istirahat menentukan pemulihan jantung setelah pendakian

ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Eric Jo)
ilustrasi mendaki gunung (pexels.com/Eric Jo)

Setelah menempuh perjalanan panjang, tubuh memerlukan waktu untuk memulihkan sistem metabolisme termasuk jantung. Kurang istirahat dapat memperpanjang stres fisik yang dialami jantung selama mendaki, sehingga meningkatkan risiko kelelahan jantung atau aritmia. Tidur berkualitas membantu tubuh menstabilkan detak jantung dan memperbaiki sel otot yang rusak akibat aktivitas intens.

Bagi pendaki pemula, waktu istirahat sebaiknya lebih diperhatikan daripada sekadar menuntaskan target ketinggian. Istirahat bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari manajemen tubuh yang sehat. Mendengarkan sinyal tubuh seperti detak jantung yang tidak teratur atau rasa nyeri di dada merupakan langkah preventif penting. Dengan menjaga keseimbangan antara aktivitas dan pemulihan, kamu bisa menjadikan mendaki sebagai latihan jantung yang justru menyehatkan.

Mendaki gunung memang menantang, tetapi dengan pemahaman kesehatan yang tepat, kamu bisa menjadikannya aktivitas untuk melatih jantung. Namun, jangan sampai kamu memaksakan diri padahal kondisi fisik dan jantung tidak memungkinkan. Maka sebelum merencanakan pendakian berikutnya, sudahkah kamu benar-benar memahami bagaimana jantungmu bekerja saat menaklukkan ketinggian?

Referensi

"Heart-protecting advice for a peak experience in the mountains". Heart. Diakses pada Oktober 2025

"Travel to high altitudes could be dangerous for people with heart conditions". Heart. Diakses pada Oktober 2025

"How to Protect Your Heart While Hiking". Adventure Trip. Diakses pada Oktober 2025

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Health

See More

Studi: BAB Berdarah Bisa Jadi Tanda Kanker Kolorektal pada Usia Muda

14 Okt 2025, 20:46 WIBHealth