Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tantangan Baru Eliminasi Malaria akibat Resistansi Obat

Nyamuk pembawa parasit malaria.
ilustrasi malaria (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Resistansi obat dan pendanaan yang merosot menjadi ancaman terbesar bagi upaya global mengendalikan malaria.
  • Meski kemajuan besar tercapai sejak tahun 2000, tetapi kasus dan kematian malaria kembali meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
  • Tanpa investasi, inovasi, dan penguatan sistem kesehatan, dunia berisiko menghadapi kebangkitan malaria dalam skala besar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Selama lebih dari dua dekade, intervensi kesehatan global mampu menurunkan angka infeksi malaria secara dramatis. Upaya kolektif, mulai dari distribusi kelambu berinsektisida, akses obat yang lebih baik, hingga deteksi dini telah menyelamatkan jutaan nyawa dan mengubah peta risiko penyakit ini di banyak negara.

Akan tetapi, laporan terbaru menunjukkan bahwa kemenangan tersebut belum sepenuhnya aman. Di tengah ketidakstabilan iklim, konflik berkepanjangan, dan lemahnya pendanaan, malaria kembali menampakkan taringnya.

Di beberapa wilayah, angka kasus meningkat, bahkan di negara yang sebelumnya mencatat kemajuan signifikan. Tahun 2024 mencatat lebih dari 280 juta kasus malaria dan 610.000 kematian, dengan sebagian besar korban adalah anak-anak di Afrika sub-Sahara.

Ancaman dari resistansi obat

Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah meningkatnya resistansi parasit penyebab malaria terhadap obat, termasuk artemisinin, pengobatan lini pertama yang direkomendasikan. Laporan terbaru menunjukkan delapan negara melaporkan dugaan atau konfirmasi resistansi obat antimalaria. Ini tentu harus diwaspadai.

Resistansi dapat menggagalkan seluruh strategi pengobatan. Seperti halnya krisis resistansi klorokuin pada 1980–1990-an yang menewaskan jutaan orang, pola ini dapat terulang jika tidak segera ada tindakan. Efeknya bisa menghancurkan jika sistem kesehatan tidak siap menangani parasit yang makin sulit diobati.

Selain obat, tantangan lain muncul dari mutasi gen pfhrp2, yang membuat sebagian parasit tidak menghasilkan protein HRP2—target utama banyak rapid test malaria. Ini berarti alat tes dapat memberikan hasil negatif palsu, membuat diagnosis dan pengendalian makin sulit.

Ketimpangan dana dan beban wilayah paling rentan

Nyamuk pembawa parasit malaria.
ilustrasi penyakit malaria (pexels.com/Jimmy Chan)

Di saat ancaman meningkat, pendanaan global justru menurun. Pada tahun 2024, dunia hanya mengumpulkan USD 3,9 miliar, atau 42 persen dari kebutuhan USD 9,3 miliar untuk respons malaria. Penurunan terbesar berasal dari jebloknya bantuan luar negeri (ODA) hingga 21 persen.

Krisis ini terutama menghantam negara-negara Afrika, yang menyumbang 94–95 persen kasus dan kematian malaria global. Dalam kondisi sistem kesehatan yang rapuh dan wilayah yang sering dilanda konflik, kekurangan dana berarti diagnosis terlambat, obat tak memadai, dan kurangnya perlindungan bagi kelompok yang paling rentan, seperti anak-anak dan ibu hamil.

Sementara itu, ancaman baru terus muncul. Nyamuk Anopheles stephensi, spesies yang mampu berkembang di lingkungan urban, kini telah menyebar ke sembilan negara di Afrika, menaikkan risiko malaria di kota, fenomena yang dulu jauh lebih jarang.

Key facts World Malaria Report 2025

  • Kasus global: 282 juta kasus malaria pada 2024, sedikit meningkat dari 2023.
  • Kematian global: 610.000 kematian, mayoritas anak-anak.
  • Beban Afrika: 94 persen kasus dan 95 persen kematian berasal dari Afrika; 75 persen kematian terjadi pada anak <5 tahun.
  • Kemajuan historis: Sejak tahun 2000, dunia telah mencegah 2,3 miliar kasus dan menyelamatkan 14 juta nyawa.
  • Negara bebas malaria: 47 negara + satu teritori memperoleh sertifikasi malaria-free; termasuk Mesir dan Timor-Leste pada 2025.
  • Inovasi alat: Penggunaan kelambu generasi baru, rapid test, kemoprofilaksis, dan vaksin malaria makin meluas.
  • Pendanaan: Hanya USD 3.9 miliar dari target 9.3 miliar; kesenjangan 58 persen.
  • Resistensi diagnostik: Parasit dengan mutasi pfhrp2 tidak terdeteksi oleh rapid test berbasis HRP2.
  • Urban malaria: Penyebaran Anopheles stephensi memperluas risiko malaria ke daerah perkotaan.

Intervensi global berhasil membuat 47 negara bebas malaria, dan inovasi baru seperti vaksin memberi peluang perubahan besar di masa depan. Namun, keberhasilan ini hanya dapat dipertahankan bila dunia berinvestasi lebih besar pada pengendalian malaria, memperkuat sistem kesehatan, dan memastikan riset obat generasi berikutnya terus berjalan.

Referensi

"Malaria: Drug resistance and underfunding threaten progress towards eliminating killer disease." United Nations. Diakses Desember 2025.

"World malaria report 2025." World Health Organization. Diakses Desember 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Tantangan Baru Eliminasi Malaria akibat Resistansi Obat

06 Des 2025, 12:29 WIBHealth